nusabali

Penyakit Langka Ditangani RSUP Sanglah

Batita asal Jembrana Alami Crouzon Syndrom

  • www.nusabali.com-penyakit-langka-ditangani-rsup-sanglah

Pasien datang dengan keluhan pada bentuk kepalanya yang tidak teratur, wajah yang tidak simetris dan mata yang menonjol.

DENPASAR, NusaBali

Ni Kadek Dwi Anggraini, batita 1,5 tahun asal Banjar Pancar Dawa, Desa Pendem, Kecamatan Negara, Jembrana nampak nyaman di gendongan ibunya, Cening Arponi, 34.

Beberapa saat kemudian, dia meminta untuk digendong sang ayah, Gede Parma, 38.  Sudah lima hari dia menjalani rawat inap di Ruang Angsoka III RSUP Sanglah untuk menunggu rencana operasi minggu depan. Sejak lahir Anggraini mengalami crouzon syndrome, yakni penyakit kelainan genetik yang ditandai dengan penutupan tulang kepala yang terlalu dini sehingga mengakibatkan bentuk kepala menjadi tidak simetris, bentuk wajah runcing, dahi dan mata menonjol, serta adanya gangguan pada pendengaran.

Meski mengalami kelainan, Anggraini tidak rewel. Dia justru terlihat malu-malu saat NusaBali menjenguknya. Pada bagian kepalanya memang sedikit menonjol ke atas, begitu juga matanya. Hanya bagian wajah dan kepalanya yang sedikit berbeda dari ukuran biasanya. Sedangkan badannya tumbuh layaknya anak normal, bisa berjalan, bicara dan tidak mengalami gangguan kecerdasan. Orangtuanya pun mengatakan kalau Anggraini tidak terlambat dalam pertumbuhan dan hanya terkadang mengalami sakit biasa seperti pilek.

Sang ayah menceritakan, kelainan pada kepala sudah dialami anak keduanya sejak lahir. Pun saat kehamilan, istrinya juga tidak mengeluhkan apa-apa. Hasil USG juga normal. Sebelum jadwal operasi kali ini, sebelumnya Parma dan istri sempat membawa anaknya berobat dan dijadwalkan untuk menjalani operasi. Namun ternyata jadwal operasi itu cukup lama. “Sampai akhirnya ada bantuan dari bapak Bupati Jembrana yang memfasilitasi pengobatan anak perempuan kami. Akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah,” tuturnya, Selasa (14/1).

Syukurnya pembiayaan operasi Anggraini dibiayai BPJS Kesehatan. Saat ini, Parma dan keluarga berstatus Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI). Sebelumnya, mereka sempat menjadi peserta JKN-KIS mandiri kelas III. Namun setelah ada bantuan, dirinya dimasukkan kedalam peserta KIS-PBI Pusat. Hanya saja, untuk biaya sehari-hari seperti makan dan membelikan pampers untuk si kecil diakui hanya mengandalkan bekal dan sumbangan donatur yang berbaik hati. Parma yang hanya seorang tukang, praktis tidak bekerja dan tidak ada pemasukan. “Saya jadi tukang, kalau ada job dapat uang. Kalau tidak ada kerjaan, ya diam. Sekarang tidak bekerja jadinya karena harus menemani anak di sini. Kami di sini ngirit,” katanya.

Sementara itu, Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Sanglah, Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Sanglah, Dr dr I Ketut Sudartana SpB-KBD mengatakan, RSUP Sanglah menerima pasien batita Dwi Anggraini pada Kamis (9/1) dengan diagnosa crouzon syndrome. Kasus ini termasuk kasus langka di dunia di mana prosentase kejadiannya adalah 16 dari 1.000 kelahiran. Pasien datang dengan keluhan pada bentuk kepalanya yang tidak teratur, wajah yang tidak simetris dan mata yang menonjol. “Pada 10 Januari dilakukan pemeriksaan CT Scan. Saat itu ditemukan pasien juga menderita hydrocepalus dan adanya gangguan penutupan pada tulang kepala. Dari rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien menderita crouzon syndrome,” jelasnya.

Sedangkan terkait operasi pada Dwi Anggraini, dr Sudartana mengatakan, operasi tahap pertama akan dilakukan minggu depan, Selasa (21/1). Operasi akan melibatkan dokter bedah saraf dan dokter bedah plastik, untuk memperbaiki tulang kepala dan hydrocepalusnya. Setelah itu, operasi tahap kedua akan dilakukan enam bulan kemudian untuk merekontruksi struktur gigi dan untuk memperbaiki fungsi pendengarannya. “Tim inti untuk penanganan pasien anak ini melibatkan bedah saraf, bedah plastik, bedah mulut, mata, THT, anak, anastesi. Setelah operasi nanti pasien akan dirawat diruang PICU,” jelasnya.*ind

Komentar