nusabali

Pertama Kali, Lomba Cipta Puisi untuk Guru Se-Bali

69 Karya Pilihan Antologi Puisi 'Sang Guru' Dilaunching Tadi Malam

  • www.nusabali.com-pertama-kali-lomba-cipta-puisi-untuk-guru-se-bali

Buat pertama kalinya para guru se-Bali ikuti lomba menulis puisi yang digagas Ny Putri Suastini Koster dan komunitas sastra ‘Dermaga Seni Buleleng’.

DENPASAR, NusaBali

Pemenang lomba dan puisi pilihan lainnya berjumlah 69 naskah pun dibukukan dalam Antologi Puisi Guru Se-Bali bertajuk ‘Sang Guru’. Penyerahan pemenang lomba dan launching buku ‘Sang Guru’ ini dilaksanakan di Kertha Sabha Rumah Jabatan Gubernur Bali, Komplek Jaya Sabha Denpasar, Jumat (10/1) malam.

Ketua Dermaga Seni Buleleng, Gde Artawan, mengatakan lomba menulis puisi yang pesertanya khusus guru-guru dari berbagai daerah di Bali ini berawal dari beberapa kali diskusi informal. Pertama kali perbincangan tersebut terjadi Artawan menjadi Ketua Pengabdian Masyarakat di Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja. Pihaknya mengundang istri dari Gubernur Bali Wayan Koster, yakni Ny Putri Suastini Koster, sebagai narasumber dalam sebuah diskusi sekitar bulan April 2019.

Saat itu, banyak guru yang meminta supaya diberikan ruang untuk kegiatan literasi khususnya puisi. Bak gayung bersambut, Suastini Koster pun mencetuskan pernyataan akan membuat lomba penulisan puisi untuk guru-guru se-Kabupaten Buleleng, Oktober 2019. Namun, akhirnya lingkup lomba tersebut berkembang menjadi se-Bali.

“Pada saat kegiatan sastra internasional di Art Center, kami tanyakan lagi apakah jadi lomba menulis puisi ini dibuat? Saat itulah Bu Suastini Koster menyarankan untuk memperluas menjadi lomba menulis puisi untuk guru se-Bali. Saya tidak menyangka ternyata para guru sangat antusias,” kenang Artawan.

Dari antusiasme tersebut, terkumpul 567 puisi yang kemudian disaring menjadi 69 puisi. Nah, 69 puisi itulah yang dibukukan daam Antologi Puisi Guru Se-Bali bertajuk ‘Sang Guru’. Artawan yang juga didapuk menjadi dewan juri, mengatakan proses penjuriannya agak panjang. Pertama, 567 naskah puisi itu disaring sehingga didapatkan 20 besar. Dari 20 besar, disaring menjadi juara I, II, dan III, serta 10 nominasi. Sisanya, dikembalikan dan dinilai ullang lagi untuk mendapatkan 56 pu-isi pilihan. Ada pun alasan jumlah 69 puisi yang dibukukan, karena angka 69 adalah angka bolak-balik dan diyakini keramat.

“Angka 69 ini angka keramat. Apalagi, launchingnya juga pas saat rahina Purnamaning Kapitu, yang sering dikatakan sebagai Purnama tenget (keramat). Semoga ini menjadi spirit untuk memajukan sastra modern,” tandas Artawan.

Menurut Artawan, selama ini guru kurang mendapat perhatian untuk kegiatan literasi, terutama dalam hal lomba menulis puisi. Selama ini, perkembangan sastra modern berkembang secara parsial, berjalan sendiri-sendiri.

Artawan menyebutkan, selain lomba cipta puisi ini, kehadiran Festival Seni Bali Jani I 2019 juga turut memberikan ruang yang luar biasa untuk kegiatan seni modern, terutama sastra. “Dukungan penuh ini membuat kami bergairah. Untuk sastra, sudah beberapa kali Bu Putri Koster membangun ekosistem literasi dan kegiatan sastra lainnya yang melibatkan teater. Mungkin sekarang adalah puncak kegairahan dari pegiat sastra di Bali.”

Sedangkan dewan juri lainnya, Wayan Jengki Sunarta, mengatakan ini merupakan pertama kalinya lomba cipta puisi untuk para guru. Lewat lomba ini, dewan juri ingin mengetahui adanya kemampuan literasi terutama dalam menuis puisi oleh para guru. Ternyata, tidak hanya guru sastra yang ikut lomba menulis puisi, namun juga guru bidang lainnya.

“Jumlah 567 puisi yang ikut lomba itu dari 150-an penulis. Ada yang guru PAUD, guru SD, guru SMP, dan guru SMA. Mereka tidak hanya guru bahasa, tapi juga ada guru IPA, guru Matematika, bahkan ada kepala sekolah. Bagi kami, ini luar biasa sekali. Mudah-mudahan bisa berkelanjutan,” hatap Jengki Sunarta.

Sementara itu, Ny Suastini Koster mengatakan dirinya hanya mengambil bagian kecil saja dalam kegiatan ini. “Ini hanya letupan-letupan kecil terkit berkesenian. Tapi, hal kecil ini saya sertai dengan niat, kecintaan, serta dukungan yang tulus dan besar, sehingga akhirnya Dermaga Seni Buleleng yang menindaklanjuti kegiatan ini. Saya yakin jika seorang guru yang bisa menyalurkan hobi di bidang sastra, benar-benar akan jadi guru yang budiman,” ujar Suastini Koster.

Seniwati multitaenta ini mengaku sangat menghargai profesi guru. Baginya, guru adalah profesi tertua. Tanpa adanya guru, maka kita tidak akan bisa mempelajari bidang yang lain. Namun sayangnya, nasib guru kurang diperhatikan.

Suastini Koster kemudian menceritakan bagaimana suaminya, Wayan Koster, dulu memperjuangkan nasib guru saat duduk Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali. Awalnya, Wayan Koster menemukan RUU Guru dan Dosen yang sudah hampir dua periode tidak dirampungkan. Rancagan itu kemudian diulang dari awal hingga akhirnya bisa diundangkan.

“Guru adalah profesi tertua di dunia. Mana ada profesi lain lahir tanpa hadir dari profesi guru? Tapi, kok tidak dapat perhatian, bahkan payung hukum tidak punya di Indonesa. Sekarang dengan adanya sertifikasi dan lain-lain, harapannya posisi guru bisa lebih terhormat. Sebab, tugas guru bukan hanya mentrasfer ilmu, tetapi bagaimana mendidik anak bangsa menjadi pemimpin masa depan yang andal dan berbudi pekerti luhur,” katanya.

Sementara, lewat perbincangan di Rumah Jabatan Gubernur tadi malam, tercetus juga keinginan bersama antara Suastini Koster dan Dermaga Seni Buleleng untuk memperluas jangkauan Lomba Menulis Puisi Para Guru Se-Indnesia Tahun 2020. Rencana ini berawal dari keluh kesah salah satu dewan juri, dr Dewa Putu Sahadewa. Saat pertemuan kemarin, dokter asal Panjer, Denpasar yang bertugas di Kupang, Nusa Tenggara Timur ini mengaku mendapat protes dari guru-guru di NTT, karena tidak bisa ikut lomba tersebut. Dia pun berharap kegiatan lomba cipta puisi bagi guru ini tidak saja berkelanjutan, namun juga diperluas jangkauannya hingga ke daerah lain.

“Saya mendukung penuh walaupun saya jauh. Saya berjuang sekali agar bisa hadir. Harapan saya, bukan hanya berkelanjutan tapi bisa diperluas ke skup nasional. Sehingga guru-guru di Kupang yang protes bisa ikut lomba. Sebab, untuk menyelenggarakan lomba sendiri di sana, menurut saya sangat berat. Banyak kendala, sehingga saat Bali mampu mengadakan lomba ini, bagi saya sangat luar biasa,” papar dokter lulusan Fakultas Kedoteran Unud yang dikenal suka melawak ini.

Mendengar dr Dewa Sahadewa itu, seketika Suastini Koster memberi ide agar pelaksanaan lomba cipta puisi untuk guru ini dilakukan se-Indnesia. “Kaau begitu animonya, tahun 2020 ini kita siapkan lomba untuk se-Indonesia. Beliau bertiga (dewan juri, Red) akan mulai sampaikan undangan ke seluruh Indonesia. Tenggang waktunya kasi lebih lama, agar mereka persiapkan dengan baik ikut lomba. Semoga dengan antusias peserta yang tinggi kita bisa wujudkan ini,” tandas Suastini Koster. *ind 

Komentar