nusabali

Pengelola - Pemilik View Mesti Satu Kata

Objek Wisata Ceking Sarat Beban Kepentingan

  • www.nusabali.com-pengelola-pemilik-view-mesti-satu-kata

Seorang petani, Gusti Ngurah Candra,70, asal Banjar Kebon, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, membangun gubuk beratapkan tujuh lembar seng di titik pandang objek wisata Ceking.

GIANYAR, NusaBali
Dia bangun gubuk seng karena tak kebagian jatah uang bulanan dari sawahnya yang dipakai pemandangan objek wisata,

Menurut dia, hanya dirinya saja yang tak kecipratan rejeki dari objek wisata pemandangan terasering sawah itu. Akibatnya, titik pandang panorama sawah berundak-undak di Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang itu, silau. Objek ini jadi tak menarik hingga wisatawan kecewa. “Semua warga yang punya lahan di objek wisata Ceking dapat uang. Seperti Madri, Orti, dapat Rp 4,5 juta per bulan per orang. Saya saja tidak. Entah apa masalahnya,” ungkap Gusti Ngurah Candra, dirilis NusaBali, Kamis (3/8/2017).

Kasus pasang seng itu bukan sekali dua kali di objek ini. Beberapa tahun sebelumnya secara berturut-turut pernah ada. Tak tertutup kemungkinan kasus serupa akan muncul seiring ada potensi tuntutan peningkatan ‘ongkos’ pemandangan oleh para pemilik sawah setempat.

Tumpukan persoalan Ceking tentu tak hanya soal atap seng penyilau mata turis. Objek ini sejak lampau terlalu sarat beban. Mulai dari maraknya bangunan penghalang view berupa restoran dan artshop, arus lalin macet parah karena parkir kendaraan yang masih banyak ilegal. Kemacetan arus lalin ini tentu membuat jengkel pengendara yang tak ada urusan dengan keramaian objek. Masalah lain, beberapa donasi, selain retribusi, wajib dibayar oleh wisatawan yang ingin menginjakkan kaki ke pematang pesawahan. Donasi ini diberlakukan oleh petani penggarap sawah itu.

Kondisi itu sempat diakui Bendesa Adat Tegallalang Drs I Made Jaya Kesuma MM, selaku pengelola objek wisata Ceking. Dia mengakui kini Ceking tidak lagi asri seperti dulu. Bendesa adat periode 2016-2021 ini bahkan menyebut pendapatan melalui karcis masuk dan parkir mengalami penurunan 50 persen. Dari periode yang sama tahun sebelumnya menghasilkan Rp 20 juta per hari, kini hanya Rp 10 juta. Rata-rata kunjungan, dari 2.000 orang per hari menjadi sekitar 1.000 orang yang dikenakan karcis Rp 10.000 per orang. Dia khawatir, jika Ceking tidak dikelola dengan baik maka akan sulit bertahan di masa mendatang. Terlebih di jalur wisata Tegallalang saat ini mulai menggeliat objek wisata sejenis yang ‘menjual’ view sawah berundak.

Persoalan objek wisata tersebut dicium oleh anggota Komisi VI DPR RI Nyoman Parta. Mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali ini pun mengambil langkah-langkah. Pekan lalu dia menjaring aspirasi berbentuk tatap muka dengan pengelola objek wisata Ceking dari unsur desa adat dan dinas Tegallalang. Mereka yakni para prajuru adat dan dinas, benedesa adat, kelian, karang taruna, Pokdarwis, dan kelompok pegiat lingkungan.

Kepada Nyoman Parta, para pengelola objek itu lebih banyak mengeluhkan persoalan klasik. Antara lain, pembangunan di Ceking makin tidak terkontrol, kemacetan arus lalin, sampah makin meluber, donasi sampai 4 titik, dan lainnya. ‘’Oleh karena itu, penataan Ceking tidak bisa ditunda,’’ jelas wakil rakyat asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati ini.

Nyoman Parta mengatakan, menyelesaikan persoalan di Ceking tak bisa sepihak. Jika semua bersikap sendiri-sendiri, maka Ceking hanya akan tinggal kenangan. Dia menyambut baik keseriusan warga adat dan dinas untuk menata Ceking menjadi lebih baik. ‘’Penataan itu keseluruhan. Mulai soal bangunan, view, kerjasama dengan pemilik tanah atau pemilik view. Termasuk pengenaan tiket satu pintu,’’ jelasnya.

Menurutnya, langkah penataan Ceking tentu harus dengan duduk bersama pihak terkait. Di antaranya, Pemkab Gianyar, desa adat, pemilik tanah di barat  view dan pemilik tanah di view, hingga para pedagang. Belajar dari persoalan Ceking, Nyoman Parta yang juga aktivis lingkungan ini mengingatkan,   

ke depan lokasi yang akan dijadikan destinasi wisata harus direncanakaan secara menyeluruh, dari A sampai Z. Terpenting, pemerintah harus hadir dari awal untuk mengantisipasi segala persoalan yanga akan terjadi. Kata dia, dunia pariwisata adalah dunia pertunnjukan. Pemerintah harus hadir untuk merancang bangun dinasti yang ingin dijual, lengkap dengan segala fasilitas pendukung yang diperlukan. ‘’Jangan mengandalkan objek hanya dengan perkembangan secara alamiah,’’

Setelah bertemu dengan pihak pengelola objek Ceking, Sabtu (4/1), Nyoman Parta juga menemui Kelian Banjar Kebon dan Banjar Tangkup, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, dan pemilik lahan view dari Banjar Kebon dan Tangkup, sebuah rumah makan di Desa Tegalalang. Dalam pertemaun itu, mereka sangat memahahami kondisi di lapangan. Mereka bertekad bahwa Ceking harus ditata dan dirawat dengan baik. Namun merawat view tersebut membutuhkan biaya yang mahal. Kondisi ini belum terkomunikasikan secara baik dengan pihak pengelola objek. ”Sehingga antara pengelola objek dan pemlik view perlu ada kesepakatan baru,’’ jelasnya.

Krama dua banjar itu juga sepakat bahwa penataan objek Ceking tidak hanya dilakukan view, namun juga di barat yang makin semrawut. ‘’Agar wisatawan tamu lebih nyaman. Maka pengelolaan objek ini agar lebih profesiinal terutama ticketing,’’ katanya. Dia sependapat, nantinya agar desa adat di wilayah view sawah dan pemilik tanah view dilibatkan dalam kerjasama baru. *lsa

Komentar