nusabali

Brahmavihara Arama Banjar, Vihara Terbesar di Bali

Tetap Pertahankan Arsitektur Bali

  • www.nusabali.com-brahmavihara-arama-banjar-vihara-terbesar-di-bali

Brahmavihara Arama atau yang lebih dikenal dengan nama Vihara Banjar bukan hanya sebagai tempat persembahyangan dan meditasi bagi umat Budha yang dibangun oleh Yayasan Giri Rakito Mahatera.

SINGARAJA, NusaBali
Namun vihara di ketinggian perbukitan wilayah Banjar Dinas Tegeha, Desa / Kecamatan Banjar ini juga dikembangkan menjadi tempat wisata spiritual. Berlokasi di ketinggian, membuat vihara terbesar di Bali ini sempurna melihat keindahan alam Buleleng.

Sejak tiga dekade lalu, Brahmavihara Banjar banyak dikunjungi oleh tamu domestik maupun tamu asing. Tempat yang dibuka dan dikembangkan menjadi objek wisata spiritual sejak tahun 1973 itu menjadi salah satu objek wisata terlaris di Buleleng.

Ketua Yayasan Giri Rakito Mahatera, Ida Bagus Rahoela, belum lama mengisahkan pendirian tempat persembahyangan dan meditasi umat Budha itu melalui proses yang sangat panjang.

Pembangunan tempat meditasi itu digagas oleh kakek Ida Bagus Rahoela yakni Ida Ketut Jelantik yang tak lain adalah adik dari nenek Rahoela.

 

Ida Ketut Jelantik merupakan seorang sastrawan yang bekerja di Kementerian Agama. Kebetulan Ida Bagus Jelantik suka bermeditasi hingga membentuk kelompok kebatinan di seputaran Banjar. Sekitar tahun 1956 Ida Bagus Jelantik mendapat undangan ke Watugong di Semarang menghadiri acara Budha Jayanti yang merupakan acara kebatinan dan spiritual.  Saat itu Ida Ketut Jelantik berhalangan hadir hingga diutus keponakannya Ida Bagus Giri yang tak lain adalah ayah Ida Bagus Rahoela.

Pasca mengikuti acara Budha Jayanti itu, Ida Bagus Giri nampak mendapat pencerahan tentang cara hidup yang simpel. Ida Bagus Giri yang juga suka kebatinan dan meditasi kemudian mendalami ajaran Budha yang disebut cocok dengan historis leluhur di Bali dengan memakai metode meditasi hening. Hingga akhirnya sekitar tahun 1958 kelompok kebatinan yang dipimpin Ida Bagus Giri melangsungkan meditasi bersama di sekitar wilayah hot spring Banjar.

Namun pada tahun 1969, karena anggota kelompok semakin banyak dan tempat yang tersedia makin kecil akhirnya pindah ke wilayah Banjar Tegehe, tempat vihara saat ini. “Awalnya memang di sebelah barat hot spring Banjar itu bekas vihara, tetapi dulu kondisinya kondusif belum seramai sekarang. Akses jalan juga belum bagus dan masih hutan jadi cocok sebagai tempat meditasi,” jelas dia. 



Tahun 1969 Ida Bagus Giri memutuskan untuk memindah vihara dan mulai membangun tempat ibadah dan meditasi baru di Banjar Dinas Tegaha, Desa Banjar. Lokasi vihara saat ini pun disebut Ida Bagus Rahoela memang dipilih oleh ayahnya sendiri karena memenuhi persyaratan pembangunan tempat meditasi dengan istilah dipangku gunung dan bagian dari hulu desa (bagian teratas desa, red).

Awalnya pembangunan Brahmaviraha Arama Banjar hanya di atas lahan seluas 30 are. Hanya ada beberapa bangunan pemujaan utama, aula meditasi dan taman lengkap dengan ornamen patung Budha. Seiring berkembangnya waktu penataan vihara terus bertambah. Sejak diresmikan pada tahun 1971, kini luasan areal Brahmavihara Arama kurang lebih 10 hektare.

Ida Bagus Rahoela mengatakan dalam proses pembangunan Brahmavihara Arama, yayasan yang dikelola keluarganya tetap mempertahankan arsitektur Bali di setiap sudut bangunan. Dari gapura pintu masuk, Dharmasala (tempat pemujaan utama,red), stupa dan juga pagoda avalokitesvara.

Ciri khas Budha juga tetap ditonjolkan dengan beberapa patung buda di beberapa sudut vihata, pohon bodi, stupa hingga padoga. Setiap bangunan bahkan anak tangga di vihara banjar disebut memiliki makna dan ajaran Budha.

Bahkan stupa yang ada di ujung barat vihara memiliki keunikan dengan peninggalan sejumlah barang pribadi Dalai Lama XIV, pemimpin tertinggi Budha Tibet, yang sempat mendatangi Bharmavihara Arama pada tahun  1982. Vihara Banjar juga disertai bangunan menyerupai miniatur Borobudur di dataran paling tinggi.

Ida Bagus Rahoela menyebutnya merupakan bangunan bersejarah yang diminta langsung oleh ayahnya sebelum tutup usia  pada tanggal 5 Januari 1997. “Awalnya Bante Giri (sebutan untuk Ida Bagus Giri,red) minta dibuatkan lima stupa, hanya saja sayang di bawahnya kosong sehingga kami juga manfaatkan untuk tempat meditasi,” kata Ida Bagus Rahoela.

Hingga kini Ida Bagus Rahoela yang merupakan pensiunan Kabag Humas Pemkot Denpasar, sedang melakukan penataan kembali untuk mempercantik viharanya. Selain tempat pemujaan dan meditasi, Brahmavihara Arama juga disertai dengan tempat tinggal bagi umat yang ingin mengikuti program meditasi.



Menariknya, Brahmavihara Arama setiap tahunnya selalu penuh pengunjung yang medaftarkan diri mereka ikut dalam program meditasi yang berlangsung di vihara. Pesertanya pun tak hanya berasal dari Bali saja, bahkan tak jarang ada peserta dari luar negeri khsususnya dari Eropa. “Kami di sini memang membuka program meditasi mulai dari 3 hari sampai 3 bulan. Intinya untuk melatih kesadaran diri, rata-rata satu tahunnya 14-16 paket,” ucap dia.

Sementara itu sejak ditetapkan sebagai objek wisata spiritual oleh Pemkab Buleleng di tahun 1973, vihara yang dikelola keluarga Rahoela pun mendapat banyak kunjungan. Ida Bagus Giri sebagai pendiri semasa hidupnya dulu disebut tak keberatan tempat ibadah dan meditasinya didatangi banyak orang, bahkan hanya untuk berwisata dan berfoto. “Ayah saya dulu bilang tidak masalah kunjungan menjadi banyak kami mendapat keuntungan belajar kepada mereka prinsip kehidupan yang tak langsung dibawa oleh pengunjung, ada interaksi dan tidak perlu kampanye kemana-mana soal keberadaan vihara ini. Asalkan tak sepenuhnya jadi objek wisata umum” kata dia.

Brahmavihara Arama Banjar yang hingga saat ini masih dalam tahap penataan terus diperluas. Candi bentar pintu masuk ke bangunan stupa menyerupai miniatur Borobudur menjadi spot primadona orang berfoto. Puncak tertinggi menyuguhkan bentangan langit yang luas ditambah dengan panorama alam dataran rendah yang dapat terekam dari daerah berfoto. Brahmavihara Arama yang telah ditetapkan sebagai Objek Pariwisata Budaya dan Spriritual melalui Peraturan Bupati Nomor 51 Tahun 2017, menerima kunjungan rata-rata 200-400 wisatawan asing dan lokal setiap harinya. Jumlah itu pun disebut berlipat ganda jika sedang berlangsung musim liburan. *k23

Komentar