nusabali

Bertaksu Berkat Pondasi Padma Bhuwana

Jejak Pulau Bali dari Lampau Hingga Nanti

  • www.nusabali.com-bertaksu-berkat-pondasi-padma-bhuwana

Faktanya, selain kawasan Sanur, Candidasa, Tanah Lot, dan Lovina, sulit menemukan objek wisata pantai yang perkembangannya sepesat di Badung Selatan.

GIANYAR, NusaBali

BALI sangat keloktah (terkenal) karena keindahan alam dan budayanya. Padahal keindahan alam dan budaya itu tak mustahil juga ada di pelbagai belahan dunia. Namun Bali tetap dianggap paling pantas berjuluk Pulau Surga, Pulau Dewata, dan segenap puja-puji lainnya. Di balik itu, Bali punya ‘rahasia batin’ berupa taksu yakni kekuatan nirkasat mata yang tervibrasi dari konsep Padma Bhuwana yang dibangun oleh para tetua zaman dulu.

Rahasia itu terungkap tuntas dalam orasi budaya Prof Dr Ir Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace dalam acara pengukuhan profesor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Sabtu (21/12). Menurut Cok Ace, taksu ruang bertalian erat dengan kegiatan agama Hindu Bali sehingga spirit kedewataan menjadi orientasi pola penataan arsitektural tradisional Bali. Pola penataan ini terinspirasi dari prinsip arsitektur Hindu yang diciptakan Bhagawan Wiswakarma yang dikenal sebagai arsitek surga. Sehingga pendekatan arsitektural penting diterapkan dalam konteks pembangunan Bali berbasis budaya terutama untuk membangkitkan taksu suatu wilayah. ‘’Salah satunya adalah konsep Padma Bhuwana yang membagi ruang menjadi sembilan bagian. Ruang ini mengikuti arah penjuru mata angin. Dewata Nawa Sangha yang menguasai sembilan ruang dengan atribut dan fungsi-Nya masing- masing,’’ jelas tokoh Puri Agung Ubud ini.  

Menurutnya, apabila taksu berhasil dibangkitkan, maka potensi wilayah tersebut diharapkan benar-benar dapat berkembang maksimal. Padma Bhuwana sebagai pendekatan pembangunan Bali berbasis budaya memandang pulau Bali sebagai satu kesatuan ruang yang terbagi-bagi secara konsentrasi. Di mana pada sembilan wilayah tersebut ber-sthana para dewa dengan fungsi masing-masing. Untuk itu, pendekatan ini harus dilakukan dengan satu pulau satu manajemen (one island, one management). Karena sembilan wilayah yang berbeda itu sesungguhnya satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Dengan demikian, Padma Bhuwana dapat dijadikan solusi pembangunan Bali dalam kaitan pariwisata budaya. Jelasnya, pendekatan ini memosisikan kebudayaan Bali yang bercirikan sosioreligius sebagai sumber nilai (source of values) dalam mengoptimalkan potensi setiap daerah berbasis budaya. ‘’Pada gilirannya dapat menjadi daya tarik pariwisata yang memberikan nilai tambah secara ekonomis,’’ jelas Wagub Bali ini

Menurut putra perintis pariwisata Ubud, Tjokorda Gde Agung Sukawati (alm) ini, gagasan tentang taksu mengisyaratkan pentingnya pembangunan Bali yang memadukan antara logika, etika, dan estetika. Pembangunan Bali berbasis logika tentu didasari pada faktor-faktor empiris (sekala). Misalnya potensi wilayah, potensi sumber daya manusia, dan  hubungan antar-wilayah. Etika memberikan basis pengelolaan wilayah sesuai dengan aturan-aturan moral yang diyakini masyarakat Bali seperti terkandung dalam berbagai nilai kearifan lokal Bali dalam mengelola ruang kehidupannya. Sementara itu, estetika atau dimensi keindahan menjadi bagian integral dalam kebudayaan Bali sehingga setiap potensi yang dikembangkan juga memiliki daya tarik bagi para penikmatnya. Jalinan dari ketiga dimensi mencerminkan perpaduan yang sempurna antara keunggulan kompetitif, kreativitas budaya, dan spirit religius sehingga pembangunan Bali berbasis budaya benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali.

Mengacu pada pola ruang horizontal, papar Cok Ace, Bali terbagi menjadi sembilan wilayah (dik-widik) sesuai arah penjuru mata angin. Pola ruang ‘dik’ membangun irisan tegak lurus yang disimbolkan dengan tapak dara atau swastika dengan kekuasaan Panca Dewata yang menaunginya, yakni Iswara (timur), Brahma (selatan), Mahadewa (barat), Wisnu (utara), dan Siwa (tengah). Kemudian konsep tersebut diperluas lagi menjadi konsep 'widik’ yang menempati ruang antara, yaitu Sambhu (timur laut), Maheswara (tenggara), Rudra (barat laut), dan Sangkara (barat daya). Pola dik-widik ini membangun keseimbangan sembilan penjuru mata angin yang dijaga sembilan dewa (Dewata Nawa Sangha) yang digambarkan layaknya sebuah cakra. Konsep tersebut sekaligus menegaskan bahwa tidak ada satupun wilayah di pulau Bali yang tidak dijaga oleh spirit kesucian.

Padma Bhuwana sebagai pendekatan pembangunan Bali berbasis budaya dapat dimaknai dalam sembilan aspek religius yang mengacu pada arah mata angin dengan kekuatan para dewa atau Dewata Nawa Sanga. Sembilan aspek tersebut yakni, Dewa Wisnu bersthana di utara (uttara), Shakti Dewi Sri, senjata Cakra Sudarsana, warna hitam, kendaraan Garuda, aksara Ang, fungsinya adalah pemelihara. Dewa Sambhu bersthana di timur laut (air sania), Shakti Dewi Mahadewi, senjata Trisula, warna biru atau abu-abu, kendaraan Wilmana, aksara Wang, fungsinya menjaga kesimbangan spiritual. Dewa Iswara bersthana di timur (purwa), Shakti Dewi Uma, senjata Bajra, warna putih, kendaraan Gajah, aksara Sang, fungsinya sebagai saksi agung dan menjaga kesucian semesta. Dewa Maheswara bersthana di tenggara (gneya), Shakti Dewi Laksmi, senjata Dupa, dadu/merah muda, kendaraan Merak, aksara Nang, fungsinya menjaga kesimbangan darat dan laut. Dewa Brahma bersthana di selatan (daksina), Shakti Dewi Saraswati, senjata Gada, warna merah, kendaraan Angsa,
Bang, fungsinya mencipta alam dan warna dan sumber kreativitas. Dewa Rudra bersthana di barat daya (nariti), Shakti Dewi Samadhi, senjata Moksala, warna jingga, kendaraan Kerbau Putih, aksara Mang, fungsinya menghancurkan segala kejahatan. Dewa Mahadewa bersthana di barat (pascima), Shakti Dewi Sanci, senjata Nagapasa, warna kuning, kendaraan Naga, aksara Tang, fungsinya adalah memberi kesejahteraan. Dewa Sangkara, bersthana di barat laut (wayabhya), Shakti Dewi Rodri, senjata Angkus, warna hijau, kendaraan singa, aksara Sing, fungsinya kendaraan memelihara tumbuh-tumbuhan. Dan, Dewa Siwa bersthana di tengah (madya), Shakti Dewi Durga, senjata Padma, warna berumbun, kendaraan Lembu, aksara Ing/Yang, fungsinya pralina, mereproduksi segala sesuatu.

Menurut Prof Cok Ace, dalam konteks pembangunan Bali berbasis budaya, konsep taksu penting dicermati hubungannya dengan pengembangan potensi setiap wilayah. Wisata pantai misalnya, objek wisata ini seolah-olah sangat mudah dikembangkan di wilayah Badung Selatan. Karena hampir seluruh objek wisata pantai di Badung Selatan ramai dikunjungi wisatawan. termasuk yang kategorinya baru. Padahal, seluruh kabupaten dan kota di Bali (kecuali Kabupaten Bangli) juga mempunyai pantai dengan karakternya masing-masing yang juga potensial dikembangkan menjadi objek wisata. ‘’Faktanya, selain kawasan Sanur, Candidasa, Tanah Lot, dan Lovina, sulit menemukan objek wisata pantai yang menunjukkan perkembangan sepesat di Badung Selatan,’’ papar alumnus Pascasarjana Kajian Budaya Unud ini .

Menurutnya, fenomena itu menambah keyakinan orang Bali bahwa setiap wilayah di Bali memiliki taksu masing- masing. Sehingga pembangunan Bali berbasis budaya harus dijadikan refleksi dalam pemberdayaan potensi wilayah dengan konsep one island, one management agar semua terkoneksi dengan baik. *lsa

Komentar