nusabali

Berhasil Ciptakan Alat Penyulingan Sampah Plastik Jadi BBM

Kisah Drs I Nyoman Terima, Guru Bimbingan Konseling SMAN 2 Banjar, Buleleng

  • www.nusabali.com-berhasil-ciptakan-alat-penyulingan-sampah-plastik-jadi-bbm

Sebelum menciptakan alat penyulingan sampah plastik menjadi BBM, I Nyoman Terima membentuk ekstrakurikuler Kelompok Siswa Peduli Lingkungan (KSPL) di SMAN 2 Banjar. Bersama KSPL ini, dilakukan pengelolaan sampah secara mandiri

SINGARAJA, NusaBali

Prestasi membanggakan dibukukan guru Bimbingan Konseling (BK) SMAN 2 Banjar, Buleleng, Drs I Nyoman Terima, 53. Guru asal Desa Banyuseri, Kecamatan Banjar, Buleleng ini berhasil menciptakan alat yang dapat menyuling sampah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Alat penyulingan sampah plastik menjadi BBM ini ditemukan Nyoman Terima tahun tahun 2015, berkat ketekunannya belar dan membaca berbagai artikel di internel, untuk mencarikan solusi terhadap sampah plastik yang menumpuk di belakang sekolahnya. Dengan peralatan sederhana serba bekas, akhirnya Nyoman Terima merakit dua tong bekas penampungan air ukuran besar dengan pipa besi dan bermodalkan kompor gas.

Dengan biaya tak lebih dari Rp 600.000, alat penyulingan sampah itu berhasil diujicobakan Nyoman Terima. Ujicoba pertama dan kedua berjalan lancar, tanpa halangan. Namun, pada ujicoba ketiga, alat penyulingan sampah plastik buatan Nyoman Terima sempat macet dan gagal menghasilkan setetes BBM pun.

Setelah diteliti dan diperiksa kembali, ternyata penyebabnya karena ada salah satu jenis sampah yang tidak bisa terurai, yakni sampah yang mengandung aluminium foil. “Dari sana, saya belajar lagi dan sempat caritahu ke pengepul sampah di Jalan Dewi Sartika. Ternyata, diketahui tidak semua sampah bisa terbakar. Sejak saat itu, yang dibakar hanya plastik bening yang labelnya juga kami lepas,” ungkap Nyoman Terima saat ditemui NusaBali di SMAN 2 Banjar, Senin (23/12).

Alat penyulingan sampah menjadi BBM sederhana ciptaan Nyoman Terima ini mampu membakar 5 kilogram sampah plastik dengan menghasilkan hampir 1,5 liter BBM, di mana pembakaran memerlukan waktu 45-60 menit. Hanya saja, BBM yang dihasilkan dari penyulingan sampah plastik ini belum sempat diujicobakan di mesin atau kendaraan bermotor.

Menurut Nyoman Terima, BBM itu hanya digunakan membakar sampah yang tak bernilai ekonomis dan tidak laku dijual. “BBM yang dihasilkan tidak banyak dan hanya untuk keperluan sekolah. Selain itu, BBM ini ditunjukkan kepada tamu sekolah yang datang sebagai pembuktian alat yang kami buat,” beber guru kelahiran 21 Desember 1966 lulusan S1 Jurusan Biologi FKIP Panji Sakti Singaraja ini.

Awalnya, kata dia, pengolahan sampah secara mandiri SMAN 2 Banjar dengan alat penyulingan sampah plastik menjadi BBM ini berjalan lancar. Namun, alat sederhana berbahan serba bekas ini tidak berumur panjang. Tahun 2018 lalu, alat ciptaan Nyoman Terima ini rusak hingga tak bisa dipakai lagi. Janji bantuan penyempurnaan alat yang sempat dijanjikan salah satu pejabat di Pemkab Buleleng, juga tak kunjung terealisasi.

Namun, aktivitas penyulingan sampah menjadi BBM yang sempat mandek selama setahun ini akhirnya kembali dibangkitkan Nyoman Terima, sepekan lalu, dengan perbaikan alat pada tong pembakaran. “Maunya kami sempurnakan peralatan ini menggunakan stainless steel, biar lebih awet dan tahan lama,” jelas guru yang mantan Kepala BPD Desa Banyuseri tiga kali periode ini.

Menurut Nyoman Terima, temuan alat penyulingan sampah plastik menjadi BBM ini berawal dari kebijakan SMAN 2 Banjar untuk melakukan pengolahan sampah yang dihasilkan di lingkungan sekolah secara mandiri, 4 tahun silam. Program tersebut sekaligus menindaklanjuti instruksi Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana tahun 2014, yang mewajibkan masing-masing instansi harus memiliki program bebas sampah plastik di lingkungan terdekatnya.

Maka, Nyoman Terima pun memberanikan diri berdiri di barisan paling dengan mengajak keluarga sekolahnya mewujudkan sekolah bebas sampah plastik. Dia kemudian membentuk ekstrakurikuler Kelompok Siswa Peduli Lingkungan (KSPL) di SMAN 2 Banjar, dengan anggota para siswa yang benar-benar cinta kepada lingkungan.

Awalnya, pengolahan sampah yang terkumpul di sekolah hanya dikumpulkan, lalu dipilah dan dijual ke pengepul. Setelah 3 bulan program pengumpulan sampah plastik oleh KSPL, ternyata sampah plastik tak kunjung ada pembelinya, sehingga menumpuk di belakang sekolah.

“Setelah 3 bulan kami ajak siswa KSPL memungut sampah dan mengumpulkan hingga memilah setiap Jumat, sampah menumpuk karena tidak ada yang beli. Sempat dipindah juga ke sudut sekolah lain, tapi kelihatan jorok. Dari situ, saya akhirnya membuat alat penyulingan sampah tahun 2015,” kenang Nyoman Terima.

Nyoman Terima sendiri berangan sekolahnya bisa memiliki alat pngolahan sampah yang lebih canggih. Nyoman Terima pun sudah merancang sistem penyulingan seperti magicom, yang secara otomatis akan menghentikan pembakaran begitu waktu pembakarannya usai. Hanya saja untuk mewujudkan alat berbahan stainless steel itu, memerlukan anggaran cukup besar sekitar Rp 8 juta. “Mudah-mudahan nanti ada jodoh dan jalan untuk pembuatan alat lebih canggih ini,” tandas guru yang menggawangi ekstrakurikuler KSPL SMAN 2 Banjar ini.

Selain membuat alat penyulingan sampah plastik menjadi BBM, menurut Nyoman Terima, SMAN 2 Banjar juga membuat pupuk kompos cair dengan sistem fermentasi menggunakan tong sampah melalui perlakuan khusus. Sampah organik yang ada di sekolah secara rutin diolah oleh para siswa KSP untuk dijadikan pupuk cair. Nah, pupuk cair yang dihasilkan kemudian dipakai kembali untuk merawat dan menyuburkan tanaman di kebun sekolah.

“Jadi, anak-anak yang ikut KSPL SMAN 2 Banjar yang benar-benar sukarelawan, kami ajarkan peduli lingkungan dan memanfaatkan sampah menjadi barang ekonomi, untuk menunjang program pemerintah,” jelas ayah dua anak dari pernikahannya dengan Ni Putu Srini ini. *k23

Komentar