nusabali

Wagub Cok Ace Dikukuhkan Jadi Profesor ISI Denpasar

  • www.nusabali.com-wagub-cok-ace-dikukuhkan-jadi-profesor-isi-denpasar

Wakil Gubernur Bali Dr Ir Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati MSi resmi dikukuhkan menjadi Profesor atau Guru Besar Tidak Tetap Bidang Ilmu Desain, Arsitektur Tradisional, dan Kebudayaan Bali Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar di Gedung Citta Kelangen kampus setempat, Jalan Nusa Indah Denpasar, Sabtu (21/12).

DENPASAR, NusaBali

Wagub yang akrab disapa Cok Ace ini menjadi guru besar kesembilan di perguruan tinggi berbasis seni budaya tersebut. Cok Ace diangkat sebagai guru besar berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 38333/M/KP/2019, tentang Pengangkatan Jabatan Akademik Dosen Tidak Tetap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), tanggal 18 Oktober 2019. Pengangkatan Cok Ace ini dilakukan berdasarkan rekomendasi Ketua Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen ISI Denpasar, 15 Oktober 2019, dengan melalui penilaian yang sangat ketat.

“Dengan dikukuhkannya menjadi Guru Besar Tidak Tetap, setidaknya ada enam mata kuliah yang akan bisa diampu oleh Wagub Cok Ace berdasarkan kepakaran dan kemampuannya,” ungkap Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar MHum.

Dalam orasi ilmiahnya, Cok Ace mengangkat materi ‘Padma Bhuwana, Sebuah Pendekatan Pembangunan Bali Berbasis Budaya’. Pada dasarnya, pembangunan Bali tidak cukup hanya semata-mata berdasarkan aspek material (sekala) tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek spiritual (niskala). Hal ini menjadi prinsip kebudayaan Bali karena alam Bali dibangun dalam kesatuan antara sekala dan niskala. Pembangunan Bali berbasis budaya merupakan pendekatan yang berorientasi pada upaya merevitalisasi berbagai potensi nilai kearifan lokal yang tercakup dalam tujuh unsur kebudayaan universal masyarakat Bali.

Dalam perspektif arsitektural, potensi budaya lokal akan berkembang secara optimal apabila dilaksanakan dalam ruang yang tepat sesuai spirit religius (taksu) yang menguasai ruang tersebut. Padma Bhuwana sebagai pendekatan pembangunan Bali berbasis budaya, dapat dijadikan refleksivitas untuk memadukan potensi budaya dan industri pariwisata secara sistemik sehingga terbangun interaksi mutualistik. Serta pembangunan Bali harus ditata dengan prinsip one island one management, sehingga potensi daerah dapat terkoneksi dengan daerah lain yang ujungnya adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat Bali secara menyeluruh.

Dalam menjelaskan konsep Padma Bhuwana, Cok Ace menghubungkan dengan konsep arsitektur rumah tradisional Bali dan juga Dewata Nawa Sanga. Misalnya pengembangan Bali zona timur (Karangasem) harus dikembangkan sebagai wisata spiritual dan kegiatan nyastra. Filosofinya, pada timur laut bersthana Dewa Sambhu (penjaga keseimbangan alam dan spiritual), dan pada rumah tradisional Bali merupakan tempat sanggah pamerajan. Dalam hal ini pamerajan tersebut difilosofikan sebagai Pura Besakih. Sedangkan pada arah timur bersthana Dewa Iswara (saksi agung dan menjaga kesucian alam semesta). Pada bagian timur rumah tradisional disebut bale dangin yakni bale yang sering digunakan untuk nyastra sebagai pencerahan rohani dan juga sekaligus penyelenggaraan upacara yadnya. Maka tak heran, bila aktivitas nyastra di Karangasem begitu terkenal.

Sedangkan untuk pengembangan Bali zona selatan diperuntukkan bagi kawasan ekonomi seperti wilayah Denpasar dan Badung, dan bisa juga Nusa Penida. Jika dilihat dari filosofi, wilayah tenggara (Dewa Maheswara berfungsi keseimbangan darat dan laut), sedangkan dalam rumah tradisional Bali adalah letak jineng atau lumbung. Dalam skala Pulau Bali, daerah ini merujuk Nusa Penida yang sesungguhnya menjadi jineng Bali. Sedangkan di bagian selatan (Dewa Brahma berfungsi mencipta dan sumber kreativitas) adalah pawon atau dapur, tempat mengolah makanan. Sehingga difilosofikan sebagai pusat ekonomi, yakni Denpasar dan Badung sebagai wilayah Bali selatan.

Sementara bagian barat dititikberatkan pada kawasan pertanian dan perikanan. Di arah tenggara (Dewa Rudra berfungsi menghancurkan segala kejahatan) diibaratkan dengan angkul-angkul dalam rumah tradisional Bali. Dalam skala Bali, ini adalah pintu keluar masuk Bali yakni Bandara Ngurah Rai di Tuban. Sedangkan untuk kawasan pertanian difokuskan di Tabanan. Arah barat disimbolkan dengan bale dauh yakni tempat aktivitas terkait kesejahteraan keluarga sesuai dengan sthana Dewa Mahadewa sebagai pemberi kesejahteraan. Termasuk Jembrana juga dikembangkan menjadi kawasan perikanan. Sedangkan di barat daya (Dewa Sankara berfungsi sebagai pemelihara tumbuh-tumbuhan) disimbolkan dengan penunggun karang dalam rumah tradisional Bali. Arah barat daya merujuk Pura Segara Rupek sebagai pelindung Pulau Bali.

Pada bagian lain, pengembangan Bali zona utara diperuntukkan sebagai kawasan konservasi hutan dan air. Pada bagian utara (Dewa Wisnu sebagai pemelihara) merujuk pada wilayah Buleleng dan Bangli. Wilayah utara dalam rumah tradisional Bali ada bernama bale daja yang berfungsi sebagai tempat menyimpan barang berharga milik keluarga. Di sinilah empat danau besar yang ada di Bali memberikan kontribusinya untuk kehidupan masyarakat Bali. Sehingga kawasan ini wajib dikonservasi agar Bali lestari. Sedangkan bagian tengah yakni Gianyar, Klungkung, dan beberapa bagian daerah Badung menjadi wilayah tengah. Dalam wilayah tengah rumah tradisional Bali ada natah atau halaman rumah. Pada bagian tengah menjadi pusat atau kawasan seni, budaya, dan keagamaan yang berkaitan erat dengan fungsi Dewa Siwa.

Usai menjelaskan orasi ilmiahnya, pengalungan tanda guru besar kepada Cok Ace dilakukan oleh senat ISI Denpasar, sedangkan pemasangan toga dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster. Gubernur Koster yang secara khusus datang dalam acara pengukuhan Cok Ace menyambut baik atas keberhasilan sahabatnya yang mampu meraih gelar guru besar. “Saya ikut merasa berbahagia Bapak Cok Ace sebagai guru besar di ISI Denpasar. Ini menambah kekuatan SDM Bali yang diperlukan untuk memajukan seni dan budaya Bali,” ungkapnya.

Pengukuhan sebagai guru besar tersebut tentunya bukan hanya menjadi kebanggaan keluarga besar ISI Denpasar, tetapi juga Pemerintah Provinsi Bali, bahkan seluruh masyarakat Pulau Dewata.  Gubernur Koster yang juga selaku Dewan Penyantun ISI Denpasar, menyebutkan dengan menyandang gelar yang baru, Wagub Cok Ace diharapkan dapat lebih berkontribusi terhadap institusi, bahkan kepada bangsa dan negara.

Gubernur Koster manyampaikan bahwa gelar profesor atau guru besar menjadi idaman bukan saja bagi kalangan akademisi, tetapi juga bagi setiap orang, karena merupakan jabatan strata tertinggi di dunia pendidikan. Tentunya tidak mudah untuk mendapat gelar tersebut. Berbagai persyaratan pastinya harus dipenuhi untuk dapat menyandang gelar itu.

Menyandang gelar guru besar adalah amanah sebagai putra terbaik bangsa di bidangnya, di mana setiap penerima gelar guru besar memiliki tanggung jawab moral, setidaknya harus lebih peka dalam mengamati sekaligus berkontribusi terhadap kemajuan bangsanya.

“Menurut saya, guru besar juga harus bersinggungan langsung dengan kehidupan masyarakat, karena kemampuan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki harus teraplikasi secara tepat sasaran di beragam bidang yang ada,” ujar orang nomor satu di Provinsi Bali, yang juga berprofesi sebagai dosen tersebut.

Gubernur Koster mengatakan bahwa dengan telah dikukuhkannya Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, tentunya akan banyak pemikiran yang nantinya lebih memberikan manfaat dalam upaya mempercepat pencapaian Visi Pembangunan Bali menuju Bali Era Baru.

Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini melanjutkan, seni budaya menjadi DNA dalam diri masyarakat Bali. Karena itu, budaya akan dijadikan sebagai hulu dan haluan pembangunan Bali, termasuk pembangunan perekonomian Bali berbasis budaya. “Menurut saya budaya harus dimaknai dan dikembangkan sesuai dengan dimensi yang ada pada budaya itu sendiri. Dimensi pertama, budaya digali sebagai sumber nilai-nilai kehidupan, integritas, dan membangun karakter masyarakat (pembangunan SDM). Dimensi kedua, budaya dimaknai sebagai hasil cipta, rasa, karsa yang indah. Dimensi ketiga, menjadikan seni budaya sebagai basis pembangunan ekonomi dan industri kreatif berbasis budaya branding Bali,” jelasnya.

Fenomena ke depan, Gubernur Koster melihat sektor pariwisata akan menjadi yang terdepan dalam sumber dan tumpuan ekonomi Indonesia. Sebab pendapatan negara yang bersumber dari minyak, gas, tambang, dan lainnya kondisinya terus mengalami penurunan. Dalam hal ini, jika Bali ingin memajukan pariwisata, maka saat ini harus mulai menyusun kebijakan yang tepat terkait budaya. “Jika ini sudah diurus, Bali akan dibangun dengan satu kekuatan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta memiliki ketahanan yang memadai dalam menghadapi dinamika lokal, nasional, dan global,” katanya.

Terkait pengembangan di bidang budaya ini, ISI Denpasar sebagai salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peranan mengembangkan kualitas SDM bidang seni, diharapkan terus memacu diri. Tidak saja soal sarana prasarana yang harus ditambah, melainkan kualitas SDM pengajar diharapkan meningkat. Keberadaan guru besar yang saat ini jumlahnya baru sembilan dinilai masih sangat sedikit. “Di antara 217 dosen, baru 9 yang guru besar, itu terlalu sedikit. Mesti giat ini para dosen, capai pendidikan sampai Doktor. Begitu Doktor genjot lagi cari profesor, guru besar. Rajin-rajin membuat karya ilmiah, jangan hanya nulis di jurnal nasional, tapi juga jurnal internasional,” pesan Gubernur Koster.

Rektor ISI Denpasar Prof Arya, mengatakan Wagub Cok Ace menjadi profesor atau guru besar kesembilan di ISI Denpasar. Pengukuhan tokoh Puri Ubud tersebut sebagai Guru Besar Tidak Tetap ISI Denpasar, berawal dari sebuah obrolan ringan menjelang pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) pada Juni 2019 lalu. Kala itu, Prof Arya sempat melontarkan ide Guru Besar Tidak Tetap (GBTT) ini kepada Cok Ace. Dipilihnya Cok Ace untuk diangkat menjadi guru besar, kata Prof Arya, melihat dari kepakaran dan kemampuan Cok Ace dalam bidang arsitektur tradisional Bali, desain interior, dan kebudayaan. Termasuk dilihat dari riwayat pendidikannya yakni S1 pendidikan Teknik Arsitektur, S2 dan S3 Jurusan Kajian Budaya di Universitas Udayana.

“Di tengah kelangkaan guru besar yang ada, ada secercah sinar yang menerangi jalan kami untuk maju, yaitu terbitnya surat edaran terkait Guru Besar Tidak Tetap (GBTT). Berdasarkan edaran ini, kami mengamati sejumlah tokoh yang memiliki tacit knowledge mumpuni, yang nantinya dapat dikembangkan menjadi eksplisit knowledge. Dan saat kami menawari Cok Ace, beliau tertarik untuk mencoba mengajukannya. Sejak saat itu, pengajuan beliau kami proses hingga bisa dikukuhkan sekarang (Sabtu kemarin),” tuturnya. *ind

Komentar