nusabali

Maestro Legong Peliatan Berpulang

  • www.nusabali.com-maestro-legong-peliatan-berpulang

Salah satu maestro seni Tari Legong Peliatan, Anak Agung Anom Setiari, 78, lebar (meninggal dunia), Selasa (26/7) malam pukul 22.00 Wita.

Gunakan Bade Tumpang Sia, Palebon Jenazah AA Setiari Tanpa Naga Banda

GIANYAR, NusaBali
Namun, kabar duka lebarnya almarhum baru diumumkan pihak keluarganya di Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Sabtu (30/7).

Almarhum AA Anom Stiari merupakan ibunda dari Tjokorda Gde Putra Nindia alias Cok Nindia, pewaris tahta Puri Agung Peliatan yang mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gianyar. Sang maestro Tari Legong Peliatan ini menghembuskan napas terakhir di Puri Agung Peliatan, karena digerogoti penyakit menua dan stroke. Almarhum menderita stroke sejak 3 tahun lalu. Seniman sepuh berusia 78 tahun ini sempat berkali-kali dirawat di RS, hingga akhirnya dirawat keluarganya di Puri Agung Peliatan sampai akhir hayatnya.

Almarhum AA Anom Stiari yang notabene istri dari Tjokorda Gede Agung, kakak kandung Raja Peliatan terakhir, Ida Dwagung Peliatan IX, berpulang buat selamanya dengan meninggalkan empat anak dan belasan cucu. Keempat anak almarhum masing-masing Tjokorda Agung Murniati, 58, Tjokorda Gde Putra Nindia alias Cok Nindia, 55, Tjokorda Ratih Iriani, 53, dan Tjokorda Dalem Astiti, 51.

Ditemui NusaBali di reumah duka, Pur Agung Peliatan, Minggu (31/7), putra almarhum yakni Cok Nindia mengatakan, kabar duka lebarnya sang ibunda baru diumumkan belakangan, karena pihak keluarga masih menunggu ritual nunas baos (mohon petunjuk) kepada Ida Pedanda Gde Griya Peling Belodan, Desa Padangtegal, Kecamatan Ubud. Ida Pedanda Gde Griya Peling Delodan merupakan Bagawantha Puri Agung Peliatan. “Nunas baos tersebut dilakukan terkait rencana upacara palebon almarhum,” papar Cok Nindia.

Berdasarkan petjuk Ida Anak Lingsir (sulinggih), palebon jenazah almarhum AA Anom Stiari akan dilaksanakan pada Saniscara Paing Warigadean, Sabtu, 20 Agustus 2016 mendatang. Sebelum upacara palebon, lebih dulu akan dilaksanakn ritual Nyiramang Layon (memandikan jenazah) pada Buda Wage Warigadean, Rabu, 17 Agustus 2016. Sementara ritual Ngaskara dilaksanakan dua hari berikutnya pada Sukra Umanis Warigadean, Jumat, 19 Agustus 2016.

Palebon almarhum nantinya akan menggunakan sarana Bade Tumpang Sia (9) dan Lembu Selem, tapi tanpa Naga Banda. “Palebon tanpa menggunakan Naga Banda, karena ibu saya bukan istri raja,” jelas Cok Nindia. Saat ini, jenazah sang maestro Tari Legong Peliatan masih disemayamkan di Gedong Sari, Puri Agung Peliatan.

Cok Nindia sendiri mengaku hingga kini belum menemukan nama asli ayah dari ibu-ndanya. “Tapi, kakek saya itu (ayah dari almarhum AA Anom Stiari, Red) sering dipanggil Gung Kak Guru, karena beliau guru SR (setingkat SD). Sedangkan ibu dari ibu saya kerap dipanggil Anak Agung Niyang Sukawati, karena berasal dari Puri Sukawati,” kenang Cok Nindia.

Cok Nindia mengisahkan, almarhum AA Anom Stiari merupakan salah satu dari tiga maestro Tari Legong Peliatan yang terkenal hingga ke manca negara. Dari cerita para tetua, almarhum belajar menari Bali sejak usia 7 tahun. Tarian yang intens digelutinya yakni Tari Condong Legong asuhan penari Gusti Made Sengog, juga asal Desa Peliatan. Menurut Cok Nindia, ibundanya punya minat dan bakat menari Bali yang tinggi. Kondisi ini ditunjang dengan tradisi keluarga yang sangat taat berkesenian.

Sejak mulai belajar menari Legong hingga menjelang menikah tahun 1958, almarhum ibunya menjadi maskot trio Penari Legong Peliatan. Dua maestro Tari Legong Piliatan lainnya adalah I Gusti Ayu Raka Rasmi, 72, dan Anak Agung Oka. Semuanya sama-sama berasal dari Desa Peliatan.

Anak Agung Oka merupakan putri sulung dari AA Gde Mandera, pimpinan Sekaa Gong Gunung Sari, Desa Peliatan yang terkenal melakukan lawatan seni ke manca negara tahun 1953. AA Gde Mandera ini masih tergolong paman dari almarhum AA Anom Stiari.

Menurut Cok Nindia, menari merupakan bagian hidup ibundnya. Tak hanya saat masih daha (bujang), tapi kegiatan menari tetap dilakoni AA Anom Stiari setelah menikah dengan Tjokorda Gede Agung (kakak kandung Raja Peliatan terakhir, Ida Dwagung Peliatan IX) tahun 1958. Selain itu, almarhum menjadi guru tari untuk ratusan murid baik krama Bali maupun luar Bali.

Karena ketekunannya dalam menari, almarhum AA Anom Stiari menguasai pelbagai jenis tarian Bali, termasuk Oleg Tamulilingan dan Condong Legong. Almarhum juga sempat belajar Tari Oleg Tamulilingan dengan pencipta tarinya langsung, I Ketut Mario.

Bermodalkan penguasaan seni Tari Bali, almarhum AA Anom Stiari pernah melang-langbuwana ke beberapa negara, seperti ke China (tahun 1959), Pakistan (1964), Jepang (1968), Australia (1971), daratan Eropa (1973), Amerika Serikat (1982), hingga Singapura (1996). Semasa mida, almarhum juga kerap diundang mendiang Presiden Soekarno untuk menari di Istana Negara Jakarta dan Istana Kepresidenan Tampaksiring, Gianyar. Saking sukanya kesenian Bali, Presiden Soekarno sampai minta putranya, Guruh Soekarnoputra, belajar menari Bali dengan almarhum AA Anom Stiari di Puri Agung Peliatan.

Cok Nindia mengatakan, selain menari, almarhum ibundanya juga aktif memformulasi Tari Bali agar cocok dipentaskan untuk tamu asing. Formula ini agar durasi pementasan Tari Bali tidak terlalu lama hingga terkesan menjemukan. Pola ini pun diikuti sanggar-sanggar tari di kawasan Ubud dan Bali umumnya hingga kini.

“Ibu saya mengajar Tari Bali sampai usia 65 tahun. Tapi, almarhum tak pernah mau menerima penghargaan bidang seni, baik dari dalam maupun luar negeri. Mungkin karena mengabdikan diri secara ikhlas untuk seni, bukan untuk cari penghargaan,” jelas Cok Nindia. * lsa

Komentar