nusabali

Sudikerta Pamit Mundur dari Politik

Dituntut 15 Tahun, Eks Wagub Klaim Banyak Berjasa untuk Badung dan Bali

  • www.nusabali.com-sudikerta-pamit-mundur-dari-politik

Setelah dituntut hukuman 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 52, selaku terdakwa sampaikan pledoi (pembelaan) dalam perkara penipuan jual beli tanah dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar, di PN Denpasar, Rabu (18/12) sore.

DENPASAR, NusaBali

Usai bacakan pledoi, politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini umumkan pamit mundur dari dunia politik.

Terdakwa Sudikerta mengatakan dirinya tidak akan lagi terjun ke dunia politik dan sudah bulat tinggalkan Partai Golkar. Setelah kasusnya selesai, mantan Bupati Badung (2005-2010, 2010-2013) ini akan menikmati waktu bersama keluarganya. “Saya tidak akan terjun lagi ke dunia politik. Saya sudah mengundurkan diri sejak saya ditimpa kasus ini,” tegas Sudikerta usai menjalani sidang dengan agenda pembelaan di PN Denpasar, Rabu sore pukul 15.00 Wita.

Ditanya apakah sudah mengajukan pengunduran diri secara resmi, termasuk mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Golkar, menurut Sudikertam, dirinya tidak punya KTA. “Saya tidak punya KTA,” ujar mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini.

Menurut Sudikerta, dirinya sudah 20 tahun mengambdi untuk Kabupaten Badung dan Provinsi Bali. Beberapa hasil karya yang diklaim Sudikerta, antara lain, Terminal Mengwi (di Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Badung) dan Jalan Tol Bali Mandara rute Benoa (Denpasar Selatan)-Bandara Internasional Ngurah Rai (Kecamatan Kuta, Badung)-Nusa Dua (Kecamatan Kuta Selatan, Badung).

“Bagaimana dulu saya membangun Terminal Mengwi, tapi sekarang kurang pengelolaannya,” tandas Sudikerta. “Saya berjuang mewujudkan Jalan Tol Bali Mandara. Saya-lah yang menginisiasi Jalan Tol ini bersama Ir I Wayan Suparta, Dosen Politeknik Negeri Bali, meskipun akhirnya bukan dia yang mendapat proyek, karena saya usulkan ke pusat. Sekarang yang menikmati siapa? Teman-teman yang menikmati lebih dulu, saya belakangan,” lanjut Sudikerta.

Sudikerta juga mengecam adanya intervensi hukum dalam kasusnya. Dia berharap Indonesia bisa berbenah terhadap intervensi seperti ini. “Kalau terus diintervensi, bagaimana kita bisa berdiri? Lihat donk, tanya juga sama hakim dan jaksa,” kata politisi yang sempat lolos ke DPRD Bali dari Golkar Dapil Badung hasil Pileg 2004, sebelum terpilih jadi Wakil Bupati Badung di Pilkada 2005 ini.

Sementara itu, dalam nota pembelaannya di PN Denpasar kemarin sore, terdakwa Sudikerta berharap ketukan palu majelis hakim dilandasi atas kearifan hati dan kebijakan yang tulus dari lubuk hati terdalam. Dengan suara sendu, Sudikerta mengungkapkan bahwa dirinya tetap tegar menghadapi cobaan hukum, walaupun dalam suasana yang penuh haru dan rasa sedih yang diringi rasa pilu menyampaikan pembelaannya.

“Saya berasal dari anak yang penuh dengan perjuangan dalam himpitan kemiskinan dan kehidupan yang keras. Tetapi, saya tetap tenang dan tabah menghadapi proses hukum,” ungkap Sudikerta mengawali pembelaan pribadinya yang ditulis tangan di atas empat lembar kertas folio.

Dengan terbata-bata, Sudikerta menyatakan bahwa dirinya merupakan kepala rumah tangga yang menjadi tumpuan atau harapan hidup dari anak-anaknya yang masih kecil. “Anak-anak saya masih kecil, butuh kasih sayang dan perhatian dari seorang bapak. Saya juga satu-satunya yang menjadi harapan menanggung biaya hidup,” keluh Sudikerta.

Sebagai public figure, Sudikerta mengaku pernah berbuat banyak untuk kemajuan Badung dan Bali dalam mewujudkan berbagai program kesejahteraan masyarakat. “Banyak yang sudah dinikmati dan dirasakan masyarakat dari apa yang saya lakukan dengan hati yang ikhlas dan tulus tanpa pamrih,” bebernya.

Terkait kasus hukum yang melilitnya, Sudikerta mengatakan sejak awal tidak ada niat untuk membohongi, menipu, menyuruh orang atau melakukan sesuatu untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dirinya tidak pernah menghalang-halangi pihak dari tim Alim Markus (bos PT Maspion yang korban dalam kasus dugaan penipuan rp 150 miliar) untuk masuk ke lokasi tanah di Pantai Balangan (Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan) ataupun mencabut plang yang dipasang di lokasi tanah PT Marindo Gemilang.

“Saya tidak pernah mengusir atau menempati lokasi tanah di Balangan. Bahkan, saya sudah menandatangani berita acara penyerahan lokasi. Saya juga sudah berusaha mencari solusi perdamaian melalui tim yang berkomunikasi dengan timnya Alim Markus,” papar Sudikerta.

Sudikerta menegaskan, uang Rp150 miliar dari Alim Markus adalah uang yang sah menurut hukum milik PT Pecatu Bangun Gemilang. “Uang tersebut adalah uang pembayaran saham sebanyak 55 persen dari Alim Markus ke PT Pecatu Bangun Gemilang, sebagai bentuk kerja sama untuk hotel. Itu bukan tindak pidana,” kata Sudikerta.       

Menurut Sudikerta, uang yang berasal bukan dari tindak pidana, maka penggunaannya bukan untuk tindak pidana pencucian uang. “Peruntukan uang yang didapat secara sah, bisa dimanfaatkan untuk kegiatan apa saja, bukan sebagai bentuk dari TPPU,” terang Sudikerta.

Di akhir pembelaannya, terdakwa Sudikerta berharap dibebaskan dari seluruh tuntutan JPU. “Karena tidak terbukti sudi kiranya majelis membebaskan saya dari segala hukuman,” tutup Sudikerta *rez

Komentar