nusabali

Bayi Caesar

  • www.nusabali.com-bayi-caesar

Beberapa penelitian mengungkap, bayi yang dilahirkan secara normal memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.

Operasi caesar menjadi alternatif terbaik apabila jalan melahirkan normal tidak memungkinkan, dengan alasan keselamatan ibu dan anak.

Selain pertimbangan itu, pemeriksaan kehamilan dengan USG mungkin bisa menjadi penyebab banyak ibu memilih metode persalinan lewat operasi caesar. Salah satu alasannya adalah mereka diprediksi bakal melahirkan bayi berukuran besar. Malah, hanya satu dari lima ibu hamil yang diprediksi memiliki bayi besar ternyata benar-benar melahirkan bayi berbobot 3,9 kilogram atau masuk dalam kategori bayi berukuran besar (macrosomia).

Dalam penelitian yang dilansir medicaldaily terhadap 1.960 wanita. Sekitar 31 persen ibu hamil diberitahu bayi mereka kemungkinan "cukup besar". Tapi nyatanya hanya 1 dari 5 wanita yang bayinya besar. Secara umum, rata-rata bobot bayi yang oleh dokter diprediksi besar itu adalah 3,5 kg.

Dampak dari kesalahan prediksi itu cukup besar. Calon ibu akan merasa "takut, cemas, dan tidak pasti" untuk melahirkan bayi berbobot besar. Mereka juga ingin "mengantisipasi trauma" sehingga memilih intervensi medis. Selain operasi caesar, pilihan lainnya adalah induksi dan obat antinyeri.

Metode induksi dikaitkan dengan peningkatan risiko autisme, sementara operasi caesar terkait dengan obesitas di usia dewasa dan gangguan kesehatan kronik. Hasil penelitian itu juga menunjukkan tak mudah menentukan bobot bayi di dalam kandungan.

Fakta lain juga menunjukkan, tak sedikit pula wanita hamil yang memilih untuk operasi sesar daripada melahirkan secara normal. Salah satu alasannya adalah untuk menghindari rasa sakit yang berlebih. Namun, apakah diketahui operasi caesar juga memiliki risiko yang membahayakan, terlebih bila operasi gagal?

Berikut tujuh resiko operasi caesar yang perlu diketahui:

1.    Operasi caesar dapat menyebabkan dinding perut yang disayat serta rahim menjadi iritasi bahkan infeksi. Infeksi biasanya dapat terjadi di sekitaran sayatan perut, di dalam rahim atau di dekat kandung kemih.

2.    Selama proses operasi berlangsung, ada kemungkinan untuk kehilangan darah yang berlebihan, yang  kemudian dapat menyebabkan anemia. Banyak wanita yang harus mendapatkan transfusi darah setelah operasi caesar.

3.    Wanita hamil juga dapat mengalami cedera kandung kemih dan usus selama operasi berlangsung.

4.    Operasi akan mempengaruhi usus, termasuk mengganggu gerakan usus setelah operasi selesai. Ini
kemudian akan menimbulkan ketidaknyamanan, kembung, pembesaran perut karena disfungsi usus.

5.    Selama operasi berlangsung pula, seperti dilansir intisari, ada kemungkinan terbentuknya jaringan parut di dalam area panggul yang menyebabkan rasa sakit dan penyumbatan. Ini kemudian dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan selanjutnya.

6.    Operasi caesar juga memungkinkan untuk dilakukannya operasi tambahan, meliputi perbaikan kandung kemih atau yang lainnya.

7.    Risiko operasi caesar yang terakhir adalah ditunjukkan oleh penelitian yang menyebut dalam beberapa kasus, terdapat reaksi negated untuk anestesi yang diberikan selama operasi, bahkan dengan obat yang dikonsumsi setelah operasi.

Banyak wanita yang takut melahirkan secara normal setelah pada persalinan sebelumnya dilakukan melalui operasi caesar. Padahal, selama tidak ada indikasi medis, persalinan secara normal justru lebih aman. "Wanita yang sebelumnya melahirkan dengan bedah caesar dan kemudian melahirkan secara normal memiliki angka morbiditas (penyakit) yang lebih rendah," kata Sally Curtin, dari Centers for Disease Control dan Prevention (CDC) Amerika.

Curtin melakukan kajian data dari data kelahiran di 41 negara bagian tahun 2013. Data tersebut mewakili sekitar 90 persen kelahiran pertahun di AS. Mayoritas wanita yang sebelumnya melahirkan dengan operasi caesar kembali menjalani persalinan berikutnya dengan cara ini. Namun, sekitar 20 persen memilih persalinan secara alami.

Hasil penelitian menunjukkan, sekitar 70 persen wanita yang menjalani persalinan keduanya secara normal berjalan dengan sukses. Ini berarti, sekitar 30 persennya terpaksa berakhir dengan operasi caesar. Para wanita yang tidak sukses menjalani persalinan normal tersebut harus mendapatkan transfusi darah, operasi pengangkatan rahim yang tidak direncanakan, atau mendapat perawatan di ICU.

"Dibandingkan persalinan caesar, angka kesakitan atau penyakit dari operasi normal lebih rendah. Karenanya, melahirkan secara normal dianjurkan untuk semua wanita yang tidak ada riwayat caesar atau yang sudah pernah operasi caesar namun risikonya rendah," katanya. Meski begitu, ada faktor risiko yang perlu diketahui dari persalinan normal setelah bedah caesar. Risiko ini terutama dimiliki wanita yang harus menjalani operasi caesar karena kondisi darurat.

Wanita yang memiliki bayi dengan berat besar juga tidak disarankan melakukan persalinan alami. Beberapa penelitian mengungkap, bayi yang dilahirkan secara normal memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik. Alasannya, melalui persalinan normal, bayi memiliki kesempatan untuk melakukan kontak langsung dengan bakteri-bakteri baik di jalan lahir, yang akan berkembang di ususnya lalu membentuk imun tubuh.

Sementara, bayi yang lahir dengan persalinan caesar, prosesnya dilakukan dengan sangat steril, sehingga bayi tak mendapat kontak langsung dengan bakteri yang akan menjadi modal awal pembentukan imun. Inilah yang dinilai lebih berisiko terserang alergi, infeksi, asma, dan gangguan kesehatan lain. Namun, hal ini ternyata tak berlaku untuk semua bayi.

Lewat sebuah studi yang melibatkan lebih dari 5000 anak-anak , peneliti dari School of Nursing di La Trobe University in Melbourne mengatakan, mereka menemukan bayi yang dilahirkan secara caesar tak terkait langsung dengan risiko kesehatan di masa anak-anak.  “Ada faktor lain yang ikut mempengaruhi masalah kesehatan anak, bukan semata-mata karena bagaimana anak itu dilahirkan,” kata Elizabeth Westrupp, salah satu peneliti.

Setelah melihat perkembangan anak-anak tersebut dari usia bayi hingga 7 tahun, awalnya tim Westrupp menemukan, anak dengan kelahiran caesar lebih mungkin mengalami risiko medis di usia 2-3 tahun, lebih banyak mengonsumsi obat dokter di usia 6-7 tahun, serta lebih mudah gemuk di usia 8-9 tahun. Namun masalah-masalah itu ternyata berkaitan dengan pemberian ASI dan proses menyusui, berat badan ibu saat hamil, serta kondisi ekonomi.

Sebagai contoh, bayi dengan kelahiran caesar yang mendapatkan ASI cukup dari sang ibu, memiliki kesejahteraan kesehatan yang sama baiknya dengan bayi yang dilahirkan secara normal. Sebab, ASI terbukti memiliki imun yang baik bagi kekebalan tubuh bayi.

Dr Aaron Caughey, ketua departemen kebidanan dan ginekologi di Oregon Health & Science University di Portland mengatakan, “Saya tidak berpikir dokter tak akan melakukan caesar tanpa indikasi medis. Tapi, hanya karena harus melakukan caesar, bukan berarti harus khawatir anak dapat menderita beberapa konsekuensi kesehatan jangka panjang. Hanya ada sedikit bukti yang mendukung bahwa caesar berdampak buruk bagi kesehatan bayi.”

Namun, Caughey menegaskan, meskipun caesar tidak berdampak buruk bagi bayi, caesar bisa menjadi masalah bagi ibu. “Saat dokter membuat “lubang” dalam tubuh seseorang, hal-hal buruk bisa saja terjadi, seperti kerusakan organ, pendarahan, maupun infeksi. Setelah operasi, wanita juga mengalami banyak rasa sakit,” katanya dilansir dailymail.

Lebih ke alasan itulah, Caughey merekomendasikan ibu hamil untuk menjalani persalinan normal bila tak memiliki komplikasi kehamilan seperti posisi bayi sungsang, adanya masalah dengan jantung bayi, dan kondisi lain yang tak memungkinkan bayi untuk dilahirkan secara normal. Ia juga menyarankan para wanita untuk bekerja sama dengan dokter serta bidan untuk mendapatkan proses kelahiran yang terbaik untuknya. */beragam sumber

Komentar