nusabali

Krama Ramai-ramai Mamunjung dan Magibung di Setra

Tradisi di Banjar Pengaji, Payangan, Gianyar Saat Pagerwesi

  • www.nusabali.com-krama-ramai-ramai-mamunjung-dan-magibung-di-setra

Rahina Suci Pagerwesi bagi krama Banjar Pengaji, Desa Melinggih Kelod, Payangan, Gianyar dimaknai sebagai momentum bersama keluarga.

GIANYAR, NusaBali

Setelah selesai melakukan persembahyangan di sanggah masing-masing, ratusan keluarga berbondong-bondong menuju kuburan atau setra. Seperti tampak saat Budha Kliwon Sinta, Rabu (11/12) ratusan krama Banjar Pengaji, Desa Melinggih Kelod, Payangan memenuhi setra setempat. Mereka berbondong-bondong datang menghaturkan sesajen yang disebut dengan banten punjungan kepada sanak keluarganya yang telah meninggal dan yang belum diaben. Tradisi itu dilakukan secara rutin setiap enam bulan sekali.

Salah satu warga, Made Rapu, menjelaskan tradisi memunjung memang sudah ada sejak leluhurnya terdahulu, yaitu setiap Buda Kliwon Sinta dilakukan bersama sanak keluarga ke kuburan keluarganya yang telah meninggal. “Ini memang tradisi sejak leluhur kami di Pengaji. Setiap Pagerwesi datang ke kuburan yang dilakukan oleh sanak keluarga yang masih hidup,” jelasnya sambil mempersiapkan sesajen, Rabu kemarin.

Made Rabu yang juga mantan Bendesa Adat setempat ini juga menyampaikan, yang ikut ke setra masih ada hubungan darah, selain itu juga yang dihaturkan boleh berupa banten, canang, maupun makanan yang disukai oleh keluarganya yang meninggal itu semasa hidupnya. Setelah dihaturkan, maka semua sesajen tersebut bisa dimakan bersama di depan kuburan.

Made Rapu menyampaikan prosesi awalnya terdiri atas melakukan mebanten terlebih dahulu di rumah masing-masing. Sekitar pukul 07.00 Wita sudah mempersiapkan diri ke kuburan untuk menghaturkan sesajen. Selain itu juga membawa foto anggota keluarga yang telah meninggal itu ditaruh di atas kuburan dan dihiasi juga dengan kamben dan destar bagi yang laki-laki, dan yang perempuan cukup dengan kamben dan kebaya yang ditaruh di atas kuburan.

“Setelah semua banten upakara siap, maka jero mangku akan menghaturkan banten dari Pura Mrajapati. Sedangkan kami yang ada di kuburan juga menghaturkan masing-masing sesajen yang ada. Setelah selesai kami makan bersama lungsuran tersebut di hadapan kuburan. Paling selesainya sampai pukul 09.00 Wita hingga 10.00 Wita sudah kembali lagi ke rumah masing-masing,” tandasnya.

Dalam kesempatan tersebut, jumlah kuburan yang ada 20 kuburan setelah dilakukannya ngaben massal beberapa tahun lalu. Sedangkan ngaben massal dilakukan ketika kuburan yang ada berjumlah 25 kuburan. Mengingat luas kuburan yang ada di sana cukup sempit. “Dulu sempat lima tahun sekali ngaben, tetapi lahan kuburan kurang, sehingga diubah setiap jumlah kuburan 25 setahunnya lagi pasti langsung ngaben massal,” imbuh Rapu.

Kuburan tersebut tepat berada di belakang Pura Dalem Pengaji, Desa Melinggih Kelod, Payangan. Untuk kuburannnya juga terdiri atas tiga bagian, pertama khusus untuk kuburan keluarga yang menak atau yang secara garis keturunan orang Brahmana, Ksatria maupun Waisya. Kedua terdapat khusus untuk keluarga yang secara garis keturunan Sudra, dan di sisi timur kuburan terdapat khusus kuburan anak-anak atau kuburan rare.

Kelian Adat Banjar Pengaji, I Wayan Suandi, menjelaskan tradisi tersebut memang telah dilakukan secara turun-temurun. Setiap warga yang memiliki keluarga meninggal dunia dan dikubur di setra pasti akan melakukan tradisi mamunjung tersebut. Dikatakan juga tanpa diberitahu, warga yang anggota keluarganya dikubur pasti datang ke setra, sambil membawa sesajen.

Dalam kesempatan itu dia mengaku secara konteks pihaknya memang belum menemukan sumber sastranya kenapa tradisi itu dilakukan di sana. Tetapi warga setempat meyakini tradisi itu sebagai penghormatan kepada leluhur maupun keluarga yang telah meninggal dunia. Sehingga pada Pagerwesi dijenguk dan dihaturkan sesajen dan diajak untuk makan bersama. *nvi

Komentar