nusabali

KPU Masih Akomodir Eks Koruptor

Peraturan KPU Tentang Pencalonan di Pilkada 2020

  • www.nusabali.com-kpu-masih-akomodir-eks-koruptor

Kendati masih mengakomodasi eks koruptor, KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau parpol mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.

JAKARTA, NusaBali

KPU akhirnya menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pilkada 2020. Dalam PKPU itu, mantan terpidana korupsi tak dilarang maju di Pilkada 2020.

Dilihat, Jumat (6/12), PKPU itu tercatat dengan Nomor 18 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. PKPU itu ditetapkan pada 2 Desember 2019. Dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Isi Pasal 4 ayat H tersebut masih sama dengan aturan sebelumnya yakni PKPU Nomor 7 tahun 2017 yang hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana.

"Bukan Mantan Terpidana bandar narkoba dan bukan Mantan Terpidana kejahatan seksual terhadap anak," demikian bunyi pasal 4 ayat h tersebut. Padahal, selama ini KPU terus memperjuangkan larangan bagi eks koruptor untuk mencalonkan diri di Pilkada 2020. Saat rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), KPU bahkan secara langsung mengusulkan larangan itu.

Kendati masih mengakomodasi eks koruptor, KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Aturan itu dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4. "(3) Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi," demikian bunyi pasal tersebut

"(4) Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi," lanjutnya dilansir detik.com.

Dalam pasal tersebut KPU meminta parpol untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi dalam seleksi bakal calon kepala daerah.

"Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi," demikian bunyi pasal 3A ayat 3.

Tak hanya untuk parpol, imbauan juga berlaku bagi calon independen. Dalam pasal 3 ayat 4, KPU menyebut bakal calon perseorangan yang mendaftar diutamakan bukan eks koruptor. "Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi," demikian bunyi pasal tersebut.

Terkait PKPU ini, Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan pihaknya saat ini berfokus pada tahapan pilkada yang telah berlangsung. Menurutnya, bila syarat larangan eks koruptor terlalu lama diperdebatkan, maka akan mengganggu tahapan.

"Kita intinya fokus pada tahapan saja, kalau ini terlalu menjadi dipersoalkan dan lain sebagainya ini kan bisa mengganggu tahapan pencalonan," ujar Evi, Jumat kemarin. Evi menjelaskan, terdapat beberapa syarat bagi calon perseorangan yang berubah sehingga PKPU diharuskan untuk cepat disahkan dan peserta pemilu dapat mengetahui persyaratan yang diberikan.


"Jadi sehingga kita yang paling penting, bagaimana peraturan KPU pencalonan ini cepat bisa keluar dan menjadi pedoman bagi tahapan pencalonan pemilihan kepala daerah 2020," kata Evi. "Apalagi dalam aturan KPU ini ada tahapan yang bisa berubah untuk calon perseorangan sehingga untuk beberapa substansi untuk calon perseorangan itu kan kita lakukan perubahan tentu ini harus cepat keluar," sambungnya.

Lebih lanjut Evi mengatakan, saat ini pencalonan pilkada untuk perseorangan telah berjalan sejak 26 Oktober. Tahapan tersebut yaitu pendaftaran hingga penyerahan syarat minimal dukungan. Evi menuturkan, pihaknya tetap melarang eks napi korupsi maju pilkada, namun hal ini dilakukan melalui imbauan kepada parpol. Dia juga berharap larangan tersebut nantinya dapat dimasukkan dalam UU Pilkada. "Iya kita berharap itu kan di masukan dalam UU. KPU tetap dalam prinsipnya melarang, ingin melarang napi untuk maju sebagai kepala daerah. Tapi kami minta kepada parpol, untuk mengutamakan yang bukan napi koruptor," ujar Evi. 7

Imbauan KPU soal Eks Koruptor Dinilai Percuma KPU tidak melarang mantan terpidana korupsi maju dalam Pilkada 2020 namun mengimbau agar mengutamakan bukan eks koruptor. Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay mengatakan imbauan tersebut percuma dilakukan.

"Imbauan akan menjadi percuma, dan bahkan pimpinan pusat parpol menandatangani form pencalonan dan pakta integritas di Bawaslu pada Pemilu lalu, tetap saja mereka mengajukan bakal calon yang pernah terpidana korupsi," ujar Hadar saat dihubungi, Jumat (6/12).

Namun, Hadar menilai larangan eks koruptor dapat dicantumkan bila terdapat perubahan pengaturan di Undang-undang Pilkada. Menurunya, bila tidak maka kejadian persoalan terkait larangan eks koruptor pada Pemilu 2019 akan terulang dan membuang tenaga.

"Saya kira sekarang kita perlu melihatnya lebih proporsional. Karena kalau KPU tetap memasukan tanpa perubahan pengaturan di tingkat UU, akan berulang apa yang terjadi saat pencalonan Pemilu 2019 lalu. Energi terbuang percuma," ujar Hadar.

Hadar mengingatkan, pada saat Pemilu 2019 larangan tersebut pernah dicantumkan oleh KPU dalam PKPU. Namun, hal tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) karena dianggap bertentangan dengan UU. "Menjelang Pemilu 2019 lalu, pengaturan di PKPU saja, akhirnya dibatalkan karena MA membatalkan pasal PKPU tersebut. Akhirnya parpol bisa mempertahankan bakal calon yang mantan terpidana korupsi," tuturnya dilansir detik.com.

Eks koruptor yang diakomodir di Pilkada 2020 juga menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK mengingatkan pentingnya rekam jejak setiap orang yang akan dipilih.

"Kalau ditanya bagaimana yang disebutkan politik cerdas berintegritas, itu adalah orang-orang yang memang track record-nya jelas, track record jelas saja nanti orang itu terjadi sesuatu, apalagi tidak jelas," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat kemarin.

Saut menilai rekam jejak calon kepala daerah sebaiknya memang dicantumkan. Selain itu, dia juga menyoroti soal rekrutmen dan kaderisasi partai untuk pencegahan korupsi. "Track record itu tentu sesuatu yang baik dong yang harus dicantumkan, tapi itu undang-undang, kami nggak masuk di situ. Tapi kalau ditanya isu pencegahan, itu yang disebut sistem integritas partai politik anda harus jelas, rekrutmen kayak gimana, kaderisasi gimana," ujarnya. *

Komentar