nusabali

Pemilu Serentak Nasional dan Lokal Mesti Dipisahkan

  • www.nusabali.com-pemilu-serentak-nasional-dan-lokal-mesti-dipisahkan

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi mengatakan pemisahan waktu penyelenggaraan pemilu serentak nasional dengan daerah merupakan pilihan yang lebih manusiawi bagi pemilih.

JAKARTA, NusaBali

"Lima atau enam surat suara dalam satu pemilihan sangat membebani pemilih, pemilih terbebani memisahkan, mengetahui atau membandingkan siapa kandidat atau partai yang memiliki kebijakan terbaik," kata Dodi Ambardi di Jakarta, Kamis (5/12).

Kalau terlalu banyak pemilu yang diserentakkan, misalnya seperti Pemilu 2019 dengan lima pemilihan, yakni presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD tingkat kabupaten/kota, kata dia, membuat masyarakat gagal mencerna informasi setiap pemilihan, baik soal tahapan, kandidat maupun parpolnya. "Akhirnya karena beban jumlah informasi yang dikumpulkan oleh pemilih terlalu banyak, membuat mereka jadi tidak peduli dengan program kebijakan apa yang ditawarkan," kata dia.

Hal tersebut tentunya juga membuka ruang bagi masyarakat malah lebih mementingkan politik uang yang dijanjikan atau diberikan kandidat daripada harus repot menelaah informasi yang jumlahnya begitu besar. "Terlalu rumit bagi pemilih, untuk satu pemilu saja, misalnya DPR itu jumlah kandidatnya sudah begitu banyak, akhirnya membuat pemilih tidak peduli terhadap informasi kandidat,," ucapnya.

Oleh karena itu, sekali gelaran pemilu serentak seharusnya, menurut dia, cukup dibatasi tiga macam pemilu saja dengan jumlah surat suara yang harus dicoblos maksimalnya juga tiga surat suara. "Skemanya ya pemisahan pemilu serentak nasional dan daerah, pemilu yang diserentakkan jadi tiga di nasional yaitu presiden, DPR, dan DPD, serta tiga daerah yaitu Pilkada, DPRD Provinsi, dan DPRD tingkat kabupaten kota," ujarnya.

Guru Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris juga mengatakan sebaiknya pemilihan umum serentak tingkat nasional dan lokal waktu penyelenggaraannya dipisahkan. "Sebaiknya pemilunya itu memisahkan antara pemilu serentak nasional, presiden, DPR, DPD dengan pemilu serentak lokal DPR, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten dan kota," kata Syamsuddin Haris, di Jakarta, kemarin.

Pemilu serentak lokal digelar dua setengah tahun atau 30 bulan sesudah pemilu serentak nasional, sehingga memiliki jeda penyelenggaraan yang lebih baik dalam mengevaluasi setiap gelaran pemilu untuk melakukan perbaikan untuk penyelenggaraan berikutnya. "Dengan demikian setiap dua setengah tahun kita mengevaluasi, menilai kembali hasil pemilu lokal pada saat pemilu nasional, dan sebaliknya, mengevaluasi menilai kembali hasil pemilu supaya pemimpin-pemimpin hasil pemilu lebih akuntabel," kata dia.

Menggelar pemilu serentak hanya setiap lima tahunan, menurut dia, masanya terlampau panjang, ditambah lagi dengan pemilihan umum serentak yang digabungkan keseluruhannya akan membuat semuanya bertumpuk.

Kemudian, untuk Pemilu 2024 yang akan serentak menyelenggarakan pemilihan, menurut dia, tetap dapat dilakukan serentak, namun harus memikirkan skema terbaik agar tidak terlalu banyak model surat suara yang harus dicoblos pemilih. "Tetap serentak, yang diubah itu skemanya atau modelnya, jangan lagi pemilu serentak lima kotak, terlalu bertumpuk," ujarnya. *ant

Komentar