nusabali

Pangalantaka Kalender Bali Ditetapkan sebagai WBTB

Disbud Buleleng Berencana Bangun Menara Teropong Bintang

  • www.nusabali.com-pangalantaka-kalender-bali-ditetapkan-sebagai-wbtb

Acuan dasar penentuan hari Purnama dan Tilem yang disebut Pangalantaka dalam ilmu astronomi Bali ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

SINGARAJA, NusaBali

Dengan telah ditetapkannya Pangalantaka Kalender Bali menjadi WBTB, tahun depan Dinas Kebudayaan Buleleng akan mengajukan proposal pembangunan menara teropong bintang di wilayah perbatasan Desa Sembiran dan Desa Pacung, Kecamatan Tejakula.

Penetapan sebagai WBTB setelah pengajuan tahun lalu oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng. Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng  Gede Komang, usai penyerahan sertifikat WBTB di Puri Seni Sasana Budaya, Sabtu (30/11), mengatakan pengusulan Pangalantaka Kalender Bali karena dinilai langka. Pangalantaka Kalender Bali memiliki perhitungan khusus.

Sertifikat WBTB itu kemudian diberikan kepada seorang ahli astronomi asal Buleleng yang juga menyusun kalender Bali, Gede Marayana.

“Pangalantaka ini diusulkan karena langka dari segi tika atau uger-uger dalam menentukan Purnama dan Tilem pada kalender Bali, sehingga perlu dilestarikan. Pak Gede Marayana sering menyinggung perbintangan bahkan melakukan penelitian, bahwa di Ponjok Batu, Desa Pacung, merupakan posisi bintang paling pas yang dipakai dalam ilmu astronomi Bali,” kata Gede Komang.

Hal tersebut lalu diajukan ke Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan diteruskan ke Kemendikbud, hingga Pangalantaka Kalender Bali ditetapkan sebagai WBTB.

Gede Komang mengatakan dengan telah ditetapkannya Pangalantaka Kalender Bali menjadi WBTB, tahun depan Dinas Kebudayaan Buleleng akan mengajukan proposal pembangunan menara teropong bintang di wilayah perbatasan Desa Sembiran dan Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Fasilitas pendukung ilmu astronomi Bali itu dapat dimanfaatkan oleh banyak orang untuk tahu lebih dalam tentang ilmu astronomi Bali.

“Anggarannya berkisar Rp 300 juta – Rp 400 juta, rencananya nanti pakai tanah negara di pinggir pantai luasnya 10 are. Mudah-mudahan nanti disetujui pusat,” imbuh dia.

Sementara itu, ahli wariga Gede Marayana menjelaskan bahwa Pangalantaka atau ilmu astronomi Bali yang dipakai menentukan Purnama (bulan penuh) dan Tilem (bulan mati), merupakan ilmu dasar menentutan tatanan hari baik, wuku, purnama, dan tilem dalam kurun waktu 100 tahun.

“Pangalantaka ini adalah ilmu leluhur kita di Bali, dari perhitungan menentukan hari baik, hari raya, hingga piodalan dari sini. Sehingga saya sangat mensyukuri astronomi Bali yang diberi nama wariga, lokal genius Bali dapat ditetapkan sebagai WBTB,” ujarnya.

Dia sangat bersyukur Pangalantaka Kalender Bali ditetapkan sebagai WBTB untuk dokumen dan patokan generasi muda sebagai generasi penerus. “Dengan penetapan ini, sistem Pangalantaka utamanya uger-ugernya tetap lestari sehingga menjadi pedoman untuk mendapatkan ala ayuning dewasa,” ucap dia.

Gede Marayana mengawali minatnya mempelajari ilmu astronomi Bali (wariga) pada 1979. Ketertarikannya muncul saat pelaksanaan Eka Dasa Rudra, upacara yang dilaksanakan seratus tahun sekali. Dia pun penasaran tentang cara menentukan jatuhnya hari raya yang akan dilaksanakan seratus tahun lagi. Selain itu, dia lahir di keluarga petani yang sangat bergantung pada ilmu perbintangan untuk menentukan kapan waktu tanam dan proses pertanian yang baik.

“Kalau keturunan bapak saya dulu memang suka cari dewasa juga, tetapi pakai perhitungan sementara dan dipakai sendiri. Akhirnya saya baca-baca lontar dan mulai melakukan penelitian,” ujar anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan almarhum I Nyoman Pasek dan Ni Nyoman Wangi yang tamatan Sekolah Teknik Mesin (STM) Singaraja.

Dia melakukan penelitian selama 14 tahun (1979 – 1993). Bapak dari empat anak ini pun akhirnya menemukan diagram Pangalantaka dengan mengaplikasikan ilmu pengukuran tanah dengan perhitungan wariga.

“Selama saya pelajari mendalam dengan membaca lontar dan referensi lain, ternyata ilmu kalender itu sebenarnya hitungannya sangat sistematis. Akhirnya dari penelitian saya 14 tahun tercipta diagram Pangalantaka,” kata pensiunan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng, ini.

Diagram Pangalantaka ciptaan Marayana ini bisa dipakai untuk menghitung dan menentukan purnama dan tilem selama seratus tahun ke depan dengan rumus yang diciptakannya. Rumus itu sempat diujicobakan beberapa lama, hingga pada tahun 1993 dia dengan dorongan tokoh masyarakat menerbitkan kalender pertamanya dengan sistem Pangalantaka hasil penelitiannya.

Pria asal Bajar Dinas Galiran, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, ini pun mengaku bersyukur dapat menerbitkan kalender asal Buleleng. Dirinya yang awalnya tak memiliki disiplin ilmu wariga, melalui pendidikan khusus bertekad melanjutkan jasa Gusti Bagus Sugriwa, penyusun kalender Bali asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng yang mengakhiri karirnya di tahun 1969. Keahlian dalam menyusun kalender murni diakui suami Ni Made Kerti, ini didapat secara otodidak dan hanya sebatas hobi.

Sementara itu diakui olehnya pelestarian wariga memang terkendala soal regenerasi. Generasi muda saat ini memang belum banyak yang menunjukkan minatnya. “Saat ini memang belum muncul. Karena hobi kan tidak bisa dipaksakan, tapi saya yakin lambat laun pasti saja ada. Istilah Balinya itu taksunya yang akan mencari,” imbuh Ketua Listibiya Buleleng, ini.

Namun dirinya tak khawatir ilmu Pangalantaka itu bakal musnah dan lenyap. Karena ilmu hasil penelitian pria kelahiran 1948 ini sudah dibukukan, sehingga mudah dipelajari, tak perlu menggali kembali.  

Keberhasilan I Gede Marayana menciptakan diagram Pangalantaka membuatnya aktif diundang menjadi pembicara di berbagai tempat, hingga perguruan tinggi ternama seperti Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia juga saat ini menjadi dosen terbang di STAHN Mpu Kuturan khusus mengajar wariga.

Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana menyambut baik usulan pembangunan menara teropong bintang seperti direncanakan oleh Disbud Buleleng, meskipun belum mendapat laporan resmi dari Dinas Kebudayaan. Dikatakannya, bila usulan pembangunan menara teropong bintang itu terwujudi, hal itu bisa menjadi panduan perbintangan di Bali.

“Walaupun belum ada penyampaian, tetapi intinya sangat bagus. Bila itu sampai terwujud, tentu ini akan menjadi pusat pendidikan perbintangan di Bali. Nanti bisa dipadukan dengan kearifan lokal, karena dulu nelayan dan petani selalu mengandalkan perbintangan ketika melaut atau bercocok tanam,” ujar Bupati Agus Suradnyana. *k23, k19

Komentar