nusabali

1.493 Desa Adat Digelontor Rp 447,9 M

Bendesa Adat Dapat Insentif Rp 18 Juta Setahun

  • www.nusabali.com-1493-desa-adat-digelontor-rp-4479-m

Tiap desa adat dapat anggaran Rp 300 juta setahun, peruntukannya Rp 80 juta untuk belanja rutin dan Rp 220 juta buat belanja program

GIANYAR, NusaBali

Pemprov Bali di bawah pimpinan Gubernur Wayan Koster alokasi anggaran masing-masing Rp 300 juta kepada desa adat tahun 2020, yang peruntukannya maksimal Rp 80 juta untuk belanja rutin dan minimal Rp 220 juta buat belanja program. Secara keseluruhan, ada ang-garan Rp 447,9 miliar yang digelontorkan untuk 1.493 desa adat di Bali.

Anggaran untuk desa adat ini diungkapkan Gubernur Koster saat membuka kegiatan Pesamuhan Agung Desa Adat miwah Desa Sejebag Jagat Bali di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar pada Soma Wage Dukut, Senin (25/11). Pesamuhan Agung kemarin dihadiri sekitar 2.000 orang dari kalangan bendesa adat, perbekel, lurah, majelis desa adat, hingga perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota se-Bali.

Gubernur Koster menyampaikan, Pesamuhan Agung Desa Adat miwah Desa Sejebag Jagat Bali ini digelar berkaitan dengan penyelenggaraan program di desa adat, konsolidasi serta koordinasi desa adat dan desa/kelurahan sebagai lembaga terdepan. Disebutkan, program penguatan adat dilandasi Perda Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Tujuannya, memperkuat kedudukan, tugas, dan kewenangan desa adat, serta mengatur secara menyeluruh berbagai aspek yang berkaitan dengan desa adat.

Selanjutnya, Perda Bali Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, berisi pembentukan OPD baru yaitu ‘Dinas Pemajuan Masyarakat Adat’. “Dinas baru ini secara khusus mengurus desa adat. Ini pertama kali dalam sejarah Pemerintahan Provinsi Bali,” jelas Koster. Kalau dulu, kata Koster, urusan desa adat masuk ke Dinas Kebudayaan, yang menanganinya pun cuma Eselon IV.

Selain itu, lanjut Koster, diterbikat Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali. Pergub 34/2019 ini untuk  mengatur, memperjelas, dan mempertegas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat, Anggaran Pendapatan Desa Adat bersumber dari Pendapatan Asli Desa Adat, Alokasi Dana Desa Adat dari Pemprov Bali, Bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Sumbangan Dana Punia.

Pergub 34/2019 ini juga mengatur Anggaran Belanja Desa Adat terdiri atas Belanja Rutin dan Belanja Program. “Anggaran untuk desa adat ditransfer langsung ke rekening masing-masing desa adat, tidak lagi memakai mekanisme Bantuan Keuangan Khusus (BKK),” tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Menurut Koster, Pemprov Bali mengalokasikan anggaran desa adat sebesar Rp 300 juta per desa adat dalam APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2020. Total Rp 447,9 miliar digelontor untuk 1.493 desa adat di Bali. Penggunaan Dana Desa Adat ini diatur dalam Petunjuk Teknis yang terdiri dari Belanja Rutin maksimum Rp 80 juta dan belanja proram minimal Rp 220 juta.

Pos belanja rutin ini meliputi pertama, insentif untuk Bandesa Adat sebesar Rp 1,5 juta per bulan atau Rp 18 juta per tahun. Kedua, insentif untuk prajuru adat maksimal Rp 45 juta permulaan, yang besarannya ditentukan secara musyawarah. Ketiga, biaya operasional sebesar Rp 17 juta per tahun.

Sedangkan belanja program minimal Rp 220 juta, meliputi program parahyangan, pawongan, dan pelemahan. Programnya secara umum dibagi dua kelompok. Pertama, program wajib provinsi yakni kegiatan menggali dan membina seni wali, seni bebali, dan seni tradisi yang ada di desa adat, kegiatan pasantian, kegiatan pembinaan/pelatihan seni sekaa sebunan di desa adat, kegiatan Bulan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, serta kegiatan pembinaan dan pengembangan PAUD/TK Hindu Berbahasa Bali (Pasraman). “Kedua, program proritas masing-masing desa adat yang diputuskan melalui paruman desa adat,” papar Koster.

Pemprov Bali juga melakukan pembangunan Kantor Majelis Desa Adat Provinsi berlantai tiga senilai Rp 9,5 miliar. Kantor Majelis Desa adat Provinsi Bali ini dibantun di bekas Gedung Bawaslu Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, yang akan dimulai pembangunannya awal tahun 2020. Anggaran Rp 9,5 miliar itu bersumber dari CSR. Menurut Koster, bangunan gedung berlantai tiga ini untuk Sekretariat Bersama Majelis Desa Adat, Majelis Kebudayaan, dan Forum Perbekel Provinsi.

Juga ada pembangunan Kantor Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota berlantai tiga senilai masing-masing Rp 7,5 miliar; yang dananya bersumber dari CSR, APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, yang rencananya dibangun 2020-2022. Bangunan ini untuk Sekretariat Bersama Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota dan PHDI Kabupaten/Kota. Kantor akan dibangun di atas lahan milik Pemprov Bali, kecuali Kabupaten Badung menggunakan lahan Puspem Badung. Lahan yang sudah siap yakni di Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem, Klungkung, dan Tabanan.

Khusus untuk Kantor Majelis Desa Adat Kabupaten Gianyar, kata Koster, pembangunannya dibiayai sendiri oleh APBD Gianyar. “Sedangkan Kantor Majelis Desa Adat Kabupaten Bangli sudah ada, namun akan dilanjutkan dengan pengembangan. Sementara untuk Kantor Majelis Desa Adat Kota Denpasar, lahannya belum dapat dan masih diupayakan,” katanya.

Pada bagian lain, Gubernur Koster menyatakan pada 2020 nanti akan dilakukan penguatan perekonomian berbasis desa adat, yang meliputi penguatan Labda Pacingkreman Desa (LPD) Adat---dulu bernama Lembaga Perkreditan Desa---, pembentukan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) dengan mengembangkan unit usaha sesuai potensi desa adat. Juga membentuk unit usaha berjejaring, biaya pembentukan awal bisa memakai Dana Desa Adat dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, modal dari LPD atau BPD Bali dengan bunga rendah maksimal 5 persen (di bawah KUR).

Gubernur Koster mewanti-wanti agar dilakukan sinergi antara desa adat dan desa/kelurahan. Senergi ini jadi satu keharusan, mengingat desa adat dan desa/kelurahan menangani masyarakat yang sama di masing-masing wilayah. Desa adat dan desa masing-masing memiliki sumber pendanaan dari degara (APBD/APBN).

Pada 2020 nanti, desa adat mendapat anggaran Rp 300 juta dari APBD Bali, sementara desa (dinas) mendapat anggaran rata-rata Rp 1 miliar lebih dari APBN. Jadi, total Dana Desa untuk 636 desa di Bali mencapai Rp 657,8 miliar. “Dalam kerangka sinergi itu, Prajuru Desa Adat perlu duduk bersama dengan Perbekel dan Perangkat Desa, guna melakukan pemilahan program yang dilaksanakan oleh desa adat dan desa, agar lebih terarah, fokus, efektif, efisien, tepat sasaran, dan bermanfaat untuk masyarakat,” jelas Koster. *lsa

Komentar