nusabali

Tinggalkan Karier Mapan ke Gerobok Bakso

  • www.nusabali.com-tinggalkan-karier-mapan-ke-gerobok-bakso

Digaji tinggi tak membuat Tri puas, sarjana teknik kimia ini memilih menekuni bisnis bakso yang sama sekali tak dikenalnya. Hasilnya? Miliaran rupiah diraupnya.

Pedagang bakso kerap dipandang sebelah mata karena dinilai berbisnis skala usaha kecil dan menengah (UKM). Namun faktanya, banyak pedagang bakso yang sukses sampai punya mobil mewah hingga rumah megah. Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO) Indonesia Tri Setyo Budiman mengungkapkan banyak pedagang bakso di Indonesia sukses secara materi. "Banyak loh pedagang bakso yang sukses, kaya raya punya mobil mewah, rumah besar, hanya karena jualan bakso," ujar Tri.

Tri sendiri adalah salah satu contoh sukses di bidang perbaksoan dengan omzet miliaran. Tapi siapa sangka jika wirausahawan sukses asal Madura ini adalah seorang sarjana teknik kimia lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Tapi pria kelahiran 24 Juli 1961 memilih untuk terjun di dunia wirausaha dengan membuka gerai bakso yang ia namakan ‘Bakso Ino’.

Sebelumnya Tri memiliki jabatan yang cukup tinggi saat ia menjadi karyawan di sebuah perusahaan asal Amerika Serikat, yaitu ‘William Russel Grace Company’. Tri merupakan seorang manajer pemasaran yang kala itu digaji cukup besar, Rp 7,5 juta  dan mendapat beberapa fasilitas seperti tunjangan rumah dan mobil dinas. Tapi, ia malah memutuskan untuk pensiun dini dari perusahaan tersebut dan terjun ke dunia wirausaha yang mana harus ia bangun dari nol lagi.  "Saya merasa potensi dan kemampuan saya tujuh. Tapi, hanya dihargai dua oleh perusahaan," ucapnya.

Berbekal uang pensiun dari perusahaan, Tri kemudian membuat sebuah gerobak bakso. Bakso seperti layaknya masakan Padang telah memberi makan jutaan orang. Tidak ada rasa bosan orang mau memakan bakso kuah. Kuliner ini juga tidak dibatasi waktu, bisa dijadikan makan siang, atau makan malam lewat lontong atau mie.

Hal yang mengundang simpati sekaligus menggelitik adalah, saat ia mencoba menyalakan api dari kompor, gerobaknya ludes terbakar. Sebabnya karena tungku api dibawah pancinya dekat dinding gerobak.  Tidak menyerah dibuatlah satu gerobak lagi. Mantan pegawai perusahaan ini rela berbecek ria, berjualan dari kampung ke kampung jalan kaki. Tri lalu mulai berjualan keliling kampung. Hingga semua orang tau bahwa Tri kini berjualan bakso. "Akhirnya orang sekampung tahu saya berjualan bakso, dan baksonya enak," celetuknya.

Prinsip Tri mudah sebelum ia masuk ke kampung orang, maka kuasai kampung kita dulu. Strategi ini dibilang sangat efektif membangun citra. Dia berkeliling di kampungnya yakni di Jalan Empang Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan. Ini strategi marketing jitu, yaitu ia membagikan bakso ke seluruh orang di kampung. Dia memperkenalkan produk olahan baksonya. Strategi efektif, tidak lama berkeliling, Tri lantas membuka gerai bakso di kampung.

"Begitu satu cabang bisa hidup, cash flow-nya bagus, saya langsung buka di tempat lain," paparnya. Polanya memang dibuat oleh Tri seperti perusahaan ekspansif. Begitu arus kas lancar langsung dibukakan gerai bakso di tempat lain, salah satunya di pusat perbelanjaan di Jakarta.

Ketika ditanyakan asal-muasal nama Bakso Ino, ia mengatakan, Ino diambil dari nama panggilan anak laki-laki satu-satunya, Platino Mulya Budiman. “Kalau mau jujur, Ino itu sebenarnya adalah konsep visi saya ke depan, yaitu Indonesia Number One. Kita punya cita-cita yang sudah jauh ke depan di mana Ino jadi pemain bakso yang nomor satu di Indonesia, dengan harapan juga bisa go international,” tuturnya.

Mungkin pertama kali gerai bakso Ino bertempat di garasi, tetapi sekarang dimana- mana. Ia bahkan masuk ke tempat strategis lain, yakni rest area jalan tol, mal, dan stand alone. Jumlah cabang membengkak dibawah bendera PT Perdana Putra Utama. Kalau dulu cuma jadi pegawai, kini, nama Tri tercatat sebagai Direktur Utama.

Namun masalah pertama muncul dari banyaknya cabang. Dia menyadari satu hal bahwa kualitas bakso bisa menurun. Pasalnya mengolah 300 kilogram daging sapi berbeda cuma satu kilogram. Memproduksi 200 butir bakso bisa jadi rasanya akan berbeda tiap cabang. Termasuk kearoganan koki membuat bakso sesuai selera sendiri.

Tidak bisa seperti itu karena Tri sudah bekerja keras dari nol. Karena dia telah menemukan resep tepat hasil penelitian panjang. Semua sudah diperhitungkan olehnya mulai berapa kilogram daging sapi, tepung, berapa lama memasak, serta lama waktu supaya kenyal. "Itu semua pakai penelitian," tegas Tri.

Untuk itulah dia membuat tempat produksi bakso sendiri. Semacam pabrik bakso kecil- kecilan bertempat di rumah. Termasuk bumbu masak racikan. Bakso serta bumbu nanti tinggal didistribusikan ke seluruh cabang. Bumbu sendiri merupakan hasil penelitian lanjutan Bakso Ino.

Tri membuat bumbu bubuk serta pasta. Takaran disamakan agar sama rasa. Dia buat sedemikian agar koki tidak memelintir rasa. Kemahiran Tri tidak cuma di pembuatan rasa. Dia juga kreatif membuat aneka variasi bakso. Di dapur, menjadi tempatnya berkreasi bersama alat masak.

Ia mulai membuat bakso urat, bakso gepeng dan variasi lain. Juga termasuk masakan lain yang dijajakan, yaitu gado- gado, soto betawi, sop iga, rawon, nasi goreng seafood, kwetiaw, cap- cay, dan fuyungshai. Dia lalu mencoba masakan barat seperti spageti, bologne, chicken wing, dan french fries. "Total ada 40 masakan yang bumbunya dibuat seragam di dapur sentral," papar Tri.

Seluruh kedai itu harus mengikuti standarisasi Tri. Daftar menu juga dibuat sesuai perintahnya, jangan sampai ada gerai berjualan lontong sayur. Tidak terkecuali semua diperlakukan sama meski hasil patungan. Ya usaha ini didirikan bermodal investasi bersama teman. Tentu karena pembuatan satu gerai bakso saja pastilah tidak murah.

Tri menyebut nilai investasi Rp 400 juta buat gerai di Cijantung dan Kalibata, Rp 800 juta di Rest Area Km 19 Tol Cipularang, sampai Tebet yang senilai Rp 1,2 miliar. Semuanya ternyata bisa balik modal hanya 2- 3 tahun. Untuk Rest Area Km 19 merupakan paling laris dibanding gerai lain. Per- bulan tidak kurang 15 ribu pengunjung menikmati bakso. Total dia mengantungi Rp 50 juta per- gerai, atau sekitar Rp1,5 miliar per- bulan. Maka kalau dihitung 15 gerai cabang saja, Tri diperkirakan mengantungi tidak lah kurang Rp.22,5 miliar.*

Komentar