nusabali

Komponen Pariwisata Diminta Tidak Reaktif

Media Asing Rekomendasi Tak Kunjungi Bali Tahun 2020

  • www.nusabali.com-komponen-pariwisata-diminta-tidak-reaktif

Komponen pariwisata Bali menilai rekomendasi dari media wisata Amerika Serikat, Fodor’s Travel, agar tidak mengunjungi Pulau Dewata tahun 2020, adalah sesuatu yang berlebihan.

DENPASAR, NusaBali

Meski demikian, Bali diingatkan tidak terlalu reaktif menanggapi rekomendasi media asing tersebut. Ketua BPD PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, yang notabene Wakil Gubernur Bali, mengatakan apa yang direkomendasikan Fodor’s Travel sebagai sesuatu yang berlebihan. Sebab, yang dijadikan dasar rekomendasi di antaranya masalah sampah, ancaman krisis air, dan lingkungan. Lain soal kalau yang direkomendasikan tersebut menyangkut bencana alam, ancaman kese-lamatan jiwa, dan musibah bahaya lainnya.

“Saat ini, Pemprov Bali bersama komponen masyarakat Bali, termasuk kalangan pariwisata, justru sudah dan sedang melakukan langkah-langkah penanggulangan dan solusi terkait masalah sampah dan lingkungan,” ujar Cok Ace di Denpasar, Selasa (19/11).

Langkah yang diambil Pemprov Bali, kata Cok Ace, antara lain, larangan penggunaan sampah plastik sekali pakai yang diatur dengan Peraturan Gubernur (Pergub). Juga tengah dilakukan penanganan dan solusi terkait isu-isu lingkungan, seperti masalah sampah TPA Suwung. “Jadi, terlalu berlebihan kalau itu (masalah sampah dan lingkungan) dijadikan dasar rekomendasi untuk tidak mengunjungi Bali,” sesal tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini.

Cok Ace kemudian menyebut fakta bahwa Bali beberapa kali mendapat pengakuan sebagai daerah tujuan wisata terbaik dunia. Karena itu, Cok Ace curiga apa yang ‘dikampanyekan’ Fodor’s Travel bisa ditunggangi para kompetitor Bali dalam industri pariwisata global.

Meski demikian, Cok Ace mengingatkan semua pihak tidak perlu terlalu reaktif atas munculnya rekomendasi Fodor,s Travel. “Kita harus melihat dari dua sisi. Pertama, tidaklah mungkin melarang orang berpendapat atau menulis. Kedua, ini sebagai kritik dan masukan untuk menjadikan Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional yang lebih baik lagi,” tegas Wagub yang juga mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.

Cok Ace berkeyakinan posisi Bali sebagai salah satu tujuan utama wisata dunia tidak akan terpengaruh dengan ‘kampanye’ Fodor,s Travel tersebut. Dengan catatan, semua pihak melakukan pembenahan dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada wisatawan. “Dalam pariwisata, kita kan menjual jasa,” katanya.

Tokoh pariwisata yang dikenal sebagai pragina (penari) Calonarang ini pun mengajak semua komponen pariwisata tetap optimistis, berbuat, dan berjuang agar Bali tetap sebagai tujuan wisata internasional. Sebab, Bali memiliki persyaratan untuk itu, yakni keunikan budaya yang tiada duanya. “Kita harus tetap optimis.”

Sementara itu, Ketua DPD Asita Bali I Ketut Ardana menyatakan rekomendasi media wisata Amerika Serikat tersebut merupakan koreksi bagi Bali untuk membenahi persoalan-persoalan seperti sampah, lingkungan, kemacetan lalulintas, dan masalah lainnya. “Itu untuk introspeksi,” ujar Ardana saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Selasa kemarin.

Terkait masalah lingkungan, kata Ardana, umumnya wisatawan mancanegara memang peduli kepada lingkungan. “Karena itu, ketika mereka menilai kita terkesan tidak peduli terhadap lingkungan, mereka akan memberikan koreksi,” tandas Ardana.

Rekomendasi media luar memasukkan Bali sebagai ‘no list’, sebagai tempat untuk tidak dikunjungi, menurut Ardana, merupakan pelajaran bagi pemerintah, industri pariwisata, dan stakeholder lainnya. Itu artinya, masalah-masalah seperti lingkungan, air, dan kriminalistas yang mengemuka harus diperbaiki. “Hanya dengan aksi nyata dan pembenahan itulah, kita bisa mengkonter,” papar tokoh pariwisata asal Desa/Kecamatan Manggis, Karangasem ini.

Sedangkan tokoh pariwisata lainnya, Gede Wiratha, menengerai rekomendasi media wisata Fodor's Travel ini bertalian dengan isu-isu dan sentimen politik dalam negeri Amerika Serikat menjelang Pilpres 2020. “Makanya diciptakan isu seperti itu. Faktanya, Bali kan menjadi tujuan wisata nomor 1 dunia tahun 2018 dan nomor 4 di tahun 2019,” jelas Gede Wiratha.

Terlepas dari tengara rekomendasi larangan berwisata ke Bali tahun 2020 bertalian dengan sentimen politik jelang Pilpres AS, menurut Wiratha, rekomendasi Fodor's Travel menjadi momentum bagi Bali untuk membenahi hal-hal yang memang diisukan tersebut. “Ini ada bagusnya untuk koreksi dan perbaikan,” tandas mantan Ketua Kadin Bali ini.

Selain itu, kata Wiratha, rekomendasi Fodor's Travel ini juga menjadi kesempatan yang harus dimanfaatkan Bali guna mendapatkan atensi khusus dari pemerintah pusat. Perhatian tersebut sehubungan dengan tanggung jawab Bali sebagai daerah tujuan wisata nomor satu dan penghasil devisa dari pariwisata terbesar bagi Indonesia.

Salah satunya, kata Wiratha, pungutan retribusi wisman. Jika di daerah lain dipungut 10 dolar AS, maka wisatawan asing yang datang ke Bali (lewat bandara) bisa dipungut 250 dolar AS. Uang hasil retribusi wisatawan tersebut sebagai biaya   tanggung jawab memelihara adat, budaya, lingkungan, dan lainnya, sehingga Bali tetap menjadi tujuan wisata nomor satu.

“Selama ini, Bali tidak mendapatkan itu. Padahal, sebagai daerah tujuan wisata dunia, Bali harus bersaing dengan tujuan utama wisata dunia lainnya, seperti Paris dan London,” papar Wiratha.

Dengan retribusi 250 dolar AS per kepala wisatawan asing, menurut Wiratha, bisa menjadikan Bali sebagai tujuan wisata berkelas. Secara tidak langsung ini akan mendorong keinginan pemerintah mempercepat pertumbuhan tujuan wisata ‘10 Bali Baru’. Misalnya kalau wisatawan ingin dengan retribusi 10 dolar AS, bisa masuk daerah lain. Karena untuk masuk Bali, kena 250 dolar AS. Selaku sale holder bukan stakeholder, Wiratha mendukung Gubernur Bali untuk memperjuangkan retribusi wisatawan 250 dolar AS dalam bentuk Keppres. *k17

Komentar