nusabali

Penemu Alat Panen Air Hujan sebagai Solusi Mengatasi Krisis Air

Letkol Corps Topografi (Purn) I Gusti Kompiang Purna, Mantan Kabag Personalia Direktorat Topografi TNI AD

  • www.nusabali.com-penemu-alat-panen-air-hujan-sebagai-solusi-mengatasi-krisis-air

I Gusti Kompiang Purna sudah membuat 4 unit alat pemanen air hujan, masing-masing 3 unit di Jakarta dan 1 unit di Bali. Peralatan ini sudah mendapatkan Hak Paten dari Direktorat Jenderal Haki Kemenkum HAM, 30 November 2006

GIANYAR, NusaBali

Tak banyak orang tahu, Bali ternyata memiliki putra daerah penemu Alat Pemanen Air Hujan (APAH), yang bisa mengatasi krisis air. Dia adalah Letkol Corps Topografi (Purn) I Gusti Kompiang Purna, 74, seorang prnawirawan TNI AD asal Banjar Taman Kaja, Kelurahan/Kecamatan Ubud, Gianyar.

Secara ringkas, peralatan APAH temuan I Gusti Kompiang Purna mempunyai fungsi untuk meningkatkan cadangan air tanah dan air permukaan. Peralatan ini terdiri dari tangki air yang ditempatkan pada konsentrasi air hujan yang berasal dari atap bangunan. Air dari atap disalurkan melalui talangan beton.

Air kemudian masuk ke dalam tangki melalui ruang sarangan air yang dilengkapi dengan media penyaringan air, sehingga terhindar dari kotoran atau limbah lainnya. Pada bagian dasar tangki dilengkapi dengan ruang yang dibatasi oleh sekat berlubang, yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran yang lebih halus sehingga tidak ikut mengalir ke pipa pengisap.

Air dalam tangki yang sudah bersih lalu dialirkan ke bak kontrol, melalui pipa distribusi air tanah. Bak kontrol dilengkapi meteran air, yang berfungsi untuk mengontrol aliran air ke pipa pengisap dan mencatat volume air yang telah didistribusikan. Air dialirkan ke dalam tanah melalui sumur bor yang dilengkapi pipa pengisap.

Dengan meningkatnya cadangan air tanah, maka permukaan air tanah menjadi naik dan menimbulkan mata air-mata air melalui rekahan ke permukaan tanah dan bergabung dengan air di atas permukaan tanah, sehingga dapat meningkatkan cadangan air permukaan. Cara ini lebih cepat dibandingkan pengembalian air tanah dengan menanam pohon atau membuat biopori. Sebab, satu pohon baru bisa melakukan fungsinya jika sudah berusia puluhan tahun.

Alat pemanen air hujan APAH temuan I Gusti Kompiang Purna terdiri dari 2 jenis. Pertama, APAH untuk di kawasan pemukiman. Kedua, APAH untuk kawasan di luar pemukiman. Sejauh ini, Kompian Purna sudah membuat 4 unit alat APAH, masing-masing 3 unit di Jakarta dan 1 unit di Bali. Peralatan APAH ini sudah mendapatkan Hak Paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kemenkum HAM, 30 November 2006 lalu, dengan Sertifikat Paten Nomor ID S0000899 dari Menteri Hukum HAM.

Menurut Kompiang Purna, dirinya tergerak mencipatakan alat pemanen air hujan bernama APAH, karena melihat fakta terjadi krisis air di berbagai daerah. Krisis air terjadi karena masifnya penggunaan air bawah tanah, tanpa dibarengi dengan penyimpanan air ke dalam tanah. Salah satu faktor kurangnya resapan air ke bawah tanah adalah terjadinya alih fungsi lahan menjadi bangunan permanen dan halaman rumah dipaving.

Fenomena krisis air ini bukan hanya terjadi di Bali, tapi juga di sampir semua kawasan di Indonesia. Semasa aktif dinas di TNI AD, Kompiang Purna sudah melanglangbuana keliling Indonesia. Dia menyaksikan separuh dari 34 provinsi di Indonesia mengalami kekeringan.

Dari fakta tersebut, Kompiang Purna mulai konsentrasi menciptakan alate pemanen air hujan APAH, yang dirintisnya sejak mengikuti pendidikan militer Kejuruan  Perwira Geografi tahun 1980. “Saya juga banyak belajar dari buku,” ungkap kompiang Purna saat ditemui Nusa-Bali di kediamannya, Jalan Sri Wedari Nomor 5 Banjar Taman Kelod, Kelurahan/ Kecamatan Ubud, Rabu (23/10) lalu.

Bapak 3 anak dari pernikahannya dengan I Gusti Ayu Sriati ini baru benar-benar konsentrasi melakukan penelitian setelah purna tugas tahun 2000. Setelah Kompiang Purna berjibaku melakukan penelitian selama 6 tahun lebih, akhirnya komponen demi komponen berhasil dia jadikan suatu sistem.

Hanya saja, kata dia, hasil karyanya saat itu belumlah sempurna. “Setelah peralatan APAH ini dipatenkan, saya masih lakukan penyempurnaan hingga tahun 2009,” terang purnawirawan TNI AD dengan jabatan terakhir sebelum pensiun sebagai Kepala Bagian Perso-nalia Direktorat Topografi Angkatan Darat (tahun 2000) ini.

Percobaan pertama dipasang Kompiang Raka di depan rumahnya kawasan Jalan Cempaka Putih Barat XI Gang I Nomor 8 Jakarta Pusat. “Di Jakarta, pondasinya dibuat agak tinggi, karena langganan banjir. Alat APAH ini saya pasang memang untuk mengatasi banjir. Sebaliknya, di Bali saya pasang alat ini untuk mengatasi krisis air saat musim kemarau,” cerita pensiuan TNA AD kelahiran Ubud, 1 Agustus 1945 ini.

Kompiang Purna sudah beberapa kali melakukan presentasi atas temuannya tersebut. Hanya saja, respons dari pihak terkait masih kurang maksimal. “Banyak yang bertanya ini itu, saya jawab. Terakhir mereka ingin melihat langsung alatnya. Juga sudah saya pasang di rumah sebagai contoh,” katanya. “Yang di rumah masih dalam proses pembuatan, karena saya juga baru pulang kampung ke Bali. Semasa re-maja, bekerja, dan penelitian itu dilakukan di Jakarta selama puluhan tahun.”

Di rumahnya kawasan Banjar Taman Kelod, Kelurahan Ubud, Kompian Purna punya miniatur alat APAH setinggi 2 meter. Sedangkan aslinya, dibangun di depan rumahnya dengan tangki beton setinggi 5 meter dan diameter 0,8 meter. “Ini menampung 1,5 meter kubik air hujan. Ada pipa yang menyalurkan air ke bawah tanah, ada pula pipa yang mengalirkan air untuk keperluan rumah tangga. Bahkan, bisa juga untuk mengisi air kolam hotel,” jelas Kompiang Purna.

Kompiang Purna berharap teknologi ciptaannya dapat menggugah pengelola hotel, vila, maupun akomodasi pariwisata yang selama ini secara terus menerus mengambil air bawah tanah. “Harusnya, mereka yang mengambil, wajib memanen dan menyimpan air,” katanya. *nvi

Komentar