nusabali

Pertama Kali, Wanita Menari Keris Gunakan Keris Pusaka

Pujawali di Pura Penataran Agung Puncak Gunung Kembar Kenusut

  • www.nusabali.com-pertama-kali-wanita-menari-keris-gunakan-keris-pusaka

Pada pujawali penutup karya di Pura Penataran Agung Gunung Kembar Kenusut, di Banjar/Desa Adat Jumenang, Desa Bukit, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, yang puncaknya pada Anggara Umanis Wayang, Selasa (12/11), untuk pertama kalinya ada wanita menari Tari Keris.

AMLAPURA, NusaBali

Adalah Ni Wayan Dewi Astini, 30, yang menari dalam kondisi hilang kesadaran saat berlangsungnya melasti ke Pantai Ujung Pesisi pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (9/11).

Bendesa Adat Jumenang I Wayan Sulendra Yasa didampingi Penyarikan I Nyoman Santi Martoni, menuturkan, jauh sebelum Pura Penataran Agung Gunung Kembar Kenusut dipugar, puluhan tahun lalu di saat pujawali selalu disertai adanya Tari Keris (daratan). Penarinya adalah krama lanang (laki-laki). Namun beberapa puluh tahun terakhir, menurut Wayan Sulendra Yasa, Tari Keris sempat ‘punah’ alias tidak pernah dibawakan.

Tetapi saat upacara melasti ke Pantai Ujung Pesisi, Banjar Ujung Pesisi, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (9/11), mendadak muncul penari keris dari krama istri (wanita). “Ini pertanda Sang Maha Pencipta memberkati kerahayuan untuk umat sedharma,” ucapnya.

Wayan Sulendra Yasa menjelaskan, saat perjalanan iring-iringan pangayah mundut (mengusung) seluruh pralingga dan pratima Ida Bhatara dari Pura Penataran Agung Puncak Gunung Kembar Kenusut sekitar pukul 07.30 Wita, setelah melintasi Banjar Kalanganyar, Desa Seraya Barat, sekitar pukul 08.30 Wita, pangayah Ni Wayan Dewi Astini saat mendengar suara gamelan tiba-tiba hilang kesadaran dan kerauhan.

Pecalang desa yang mengusung keris pusaka milik Desa Adat Seraya (mewilayahi Desa Seraya Barat, Desa Seraya Tengah, dan Desa Seraya Timur), yang selama ini dilinggihang (distanakan) di Pura Pesimpenan, Banjar Kalanganyar, Desa Seraya Barat, menyerahkan keris pusaka panjang sekitar 45 cm, kepada Ni Wayan Dewi Astini.

Begitu menerima keris pusaka tersebut, Ni Wayan Dewi Astini langsung menari, sesekali menancapkan ujung keris pusaka ke dadanya. Ibu dua anak itu menari dengan mata terpejam, digerakkan kekuatan bawah sadarnya.

Sembari menari, Ni Wayan Dewi Astini terus berjalan bersama iring-iringan menuju tempat melasti di Pantai Ujung Pesisi. Setiap kali melintas di perkampungan, krama menggelar upacara banten pamedek atas iring-iringan pralingga dan pratima Ida Bhatara, selama itu pula Ni Wayan Dewi Astini menari. Begitu juga setiba di Pantai Ujung Pesisi, Ni Wayan Dewi Astini terus menari. Sehingga diperkirakan dia menari total selama sekitar dua jam.

Setelah Ida Bhatara distanakan, barulah Ni Wayan Dewi Astini mengakhiri tariannya. Dia sadar kembali setelah jro mangku memercikkan tirta ke wajahnya.

Usai menari, Ni Wayan Dewi Astini dari Banjar/Desa Adat Jumenang, tetapi menikah ke Banjar Kalanganyar, Desa Seraya Barat, Kecamatan Karangasem, menuturkan, awalnya saat mendengar suara gamelan pikirannya tergerak untuk ngayah. Kemudian dia tidak sadarkan diri. “Selama menari saya tidak tahu, saya tidak lihat siapa-siapa. Usai menari, saya tidak merasa lelah, biasa saja,” kata ibu dari dua anak, istri I Wayan Sukerta, ini.

Ni Wayan Dewi Astini yang sehari-hari bekerja sebagai petani, ini mengatakan setiap ada upacara di Desa Adat Seraya, para wanita telah biasa menari keris. Tetapi untuk di Pura Penataran Agung Gunung Kembar Kenusut, baru kali ini ada penari keris dari kaum istri (perempuan).

Dituturkannya, yang utama baginya adalah ngayah, agar dikaruniai keselamatan lahir dan batin. Sebelum ngayah sebagai penari keris, dia tidak merasakan ada firasat apapun. Awalnya hanya ikut melasti, tetapi indera keenamnya menggerakkan hingga sempat hilang kesadaran, dan menari dalam kondisi kerauhan.

Rangkaian pujawali itu sendiri merupakan penutup Karya Mamungkah lan Nubung Daging digelar tahun 2016. Panyineban berlangsung pada Saniscara Paing Kelawu, Sabtu (23/11). *k16

Komentar