nusabali

Rumahnya Ambruk, Bayi 12 Hari Selamat dari Maut

  • www.nusabali.com-rumahnya-ambruk-bayi-12-hari-selamat-dari-maut

Seorang bayi perempuan berumur 12 hari nyaris tertimbun reruntuhan tembok rumahnya di Banjar Sorga, Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleng yang ambruk akibat gempa berkekuatan 5,1 SR, Kamis (14/11) petang.

SINGARAJA, NusaBali

Bayi mungil ini selamat dari maut setelah dilindungi ibundanya dari reruntuhan batu bata tembok kamar rumahnya. Bayi ini hanya mengalami luka gores di pelipis kanan.

Bayi yang selamat dari reruntuhan bangunan saat gempa di Desa Lokapaksa, Kamis petang pukul 18.21 Wita, ini merupakan anak ketiga pasangan Ketut Murah Yasa, 40, dan Ketut Wira Adnyani, 37. Awalnya, bayi berumur 12 hari ini bersama kedua orangtua dan dua kakaknya berada di luar rumah, setelah terjadi guncangan gempa pertama bersekala lebih kecil.

Kemudian, karena mengira gempa sudah reda, bayi ini diajak ibunya ke dalam kamar. Sedangkan sang ayah dan kedua kakaknya masih di luar rumah. Begitu Ketut Wira Adnyani masuk ke dalam kamar dan menaruh bayinya ini di tempat tidur, terjadi guncangan gempa cukup keras berkekuatan 5,1 SR.

Guncangan gempa ini memuat tembok sebelah barat rumah yang menempel dengan tempat tidur korban jebol setengah, hingga menimpa bayi dan ibunya. Beruntung, Ketut Wira Adnyani secara reflek melindungi bayinya dari reruntuhan tembok kamar, dengan menelungkupkan badan di atas di bayi.

“Saya baru tahu tembok kamar ambruk saat istri saya teriak memanggil-manggil dari dalam,” ungkap ayah si bayi, Ketut Murah Yasa, saat ditemui NusaBali di rumahnya yang ambruk, Jumat (15/11).

Begitu istrinya berteriak, Ketut Murah Yasa pun langsung ke dalam rumah seraua mengevakuasi bayi perempuannya yang baru berusia 12 hari. Pria berusia 40 tahun ini juga sekalian menarik istrinya, Ketut Wira Adnyani, yang juga terluka ke luar rumah. Istrinya ini terluka dalam kondisi masih sakit pasca operasi sesar untuk kelahiran bayinya.

Setelah tembok kamarnya ambruk diguncang gempa, Kamis petang, pasutri Ketut Murah Uasa dan Ketut Wira Adnyani berikut ketiga anaknya tidak berani tidur di dalam rumah. Mereka pilih tidur di bangunan Sakapat (bertiang 4) di halaman rumahnya. Sedangkan bayi umur 12 hari yang terluka gores pasca nyaris tertimbun, sempat dilarikan ke RS Santhi Graha Seririt untuk memastikan kondisinya baik-baik saja.

“Saya khawatir, karena pelipis bayi saya ini sempat berdarah. Selain itu, bayi saya ini baru sehari sebelum gempa (Rabu) pulang dari opname di RSUD Buleleng karena disebut kekurangan cairan dan kuning. Saya takut bayinya syok. Kalau saya sudah tidak mikir apa-apa, yang penting bayi selamat,” tutur ibunda di bayi, Ketut Wira Adnyani.

Wira Adnyani bersyukur, karena setelah mendapatkan pemeriksaan dan observasi dari tim medis RS Santhi Graha, bayinya yang dilahirkan pada 4 November 2019 itu dinyatakan hanya mengalami luka gores ringan dan dibolehkan pulang. “Syukurlah bayi saya tidak apa-apa,” jelas Wira Adnyana sembari menyusui bayinya tersebut.

Wira Adnyani sendiri mengaku tidak menyangka tembok rumahnya akan roboh setengah akibat gempa. Gara-gara tembok kamarnya ambruk, Wira Adnyani sempat pingsan sejenak. Namun, antara sadar dan pingsan, dia secara reflek melindungi bayinya dari reruntuhan. “Saya antara sadar dan tidak, tapi saya ingat melindungi bayi. Akhirnya, punggung saya yang tertimba reruntuhan tembok,” jelas ibu rmah tangga berusia 37 tahun ini.

Tiga hari sebelum tertimpa bencana, Wira Adnyani mengaku sempat bermimpi buruk. Dalam mimpi yang terjadi saat masuk di RSUD Buleleng, Senin (11/11), Wira Adnyana melihat suaminya kerauhan ketika bersembahyang di merajan (pura keluarga). Sambil kerauhan, Ketut Murah Yasa mencabut sebilah keris, namun berhasil direbut oleh wira Adnyani. “Tiga hari setelah mimpi aneh, terjadi musibah seperti ini,” keluhnya.

Setelah temboknya ambruk menimpa istri dan anak akibat gempa, Ketut Murah Yasa mmutuskan untuk meratakan bangunan rumah permanen tersebut, Jumat kemarin, dengan dibantu kerabatnya. Ketut Murah Yasa mengaku tidak berani menempati kemali bangunan rumah ukuran 8 meter x 6 meter itu, lantaran sudah terlihat miring.

Pasca bencana gempa, Ketut Murah Yasa sekeluarga pilih memanfaatkan bangunan Sakapat di lahan kosong sebelah rumahnya untuk tempat tinggal sementara. Bangunan Sakapat itu ditutup dengan kain dan terpal sebagai dinding. “Ya, buat sementara saya ratakan dulu rumah ini. Kanggokan tinggal di bangunan Sakapat dulu sampai nanti ada rezeki,” jelas bapak tiga anak yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan ini.

Sementara itu, Kepala Desa (Perbekel) Lokapaksa, Wayan Ariadi, mengatakan sedikitnya 32 rumah warga di desanya yang rusak akibat bencana gempa. Selain rumah, juga ada sejumlah bangunan suci yang porakporanda. Termasuk kerusakan 3 palinggih di Pura Segara, Desa Adat Lokapaksa yang ampai roboh. “Dari 32 rumah yang rusak akibat gempa, 4 rumah di antaranya mengalami kerusakan berat hingga tak dapat ditempati lagi,” jelas Wayan Ariadi kepada NusaBali, Jumat kemarin.

Selaku kepala desa, Ariadi berharap ada bantuan emergency berupa sembako bagi warganya yang menjadi korban bencana gempa. “Yang paling mendesak dibutuhkan saat ini adalah bantuan sembako. Sebab, pasca bencana, warga kami masih sibuk melakukan bersih-bersih rumah, mereka belum bisa beraktivitas mencari nafkah,” tandas Ariadi. *k23

Komentar