nusabali

Bendahara Tersangka, Eks Perbekel Lolos

Dugaan Korupsi APBDes Dauh Puri Kelod

  • www.nusabali.com-bendahara-tersangka-eks-perbekel-lolos

Mardika sebagai pelapor mengaku sangat kecewa dengan kinerja penyidik Pidsus Kejari Denpasar.

DENPASAR, NusaBali

Kasus dugaan korupsi APBDes Dauh Puri Kelod, Denpasar yang merugikan negara Rp 1,1 miliar mengeluarkan aroma tak sedap. Pasalnya, penyidik Pidsus Kejari Denpasar hanya menetapkan Bendahara Desa, Ni Luh Putu Ariyaningsih, 34, sebagai tersangka. Sementara eks Perbekel yang kini menjabat sebagai Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi PDIP, I Gusti Made Wira Namiartha lolos dari jerat hukum.

Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik pada Kamis (31/10). Dalam gelar perkara tersebut, penyidik hanya menetapkan satu tersangka yaitu Bendahara Desa Dauh Puri Kelod, Ni Luh Putu Ariyaningsih berdasarkan surat perintah penyidikan dari Kajari Denpasar nomor PRINT 02/N.1.10/Pd.t/10/2019 tanggal 31 Oktober 2019. Bendahara yang menjabat sejak 2012-2018 ini dijerat pasal 2 dan 3 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP.

Kasi Pidsus Kejari Denpasar, Nengah Astawa dan Kasi Intel dan Humas, AA Ary Kesuma yang dikonfirmasi Sabtu (2/11) membenarkan penetapan tersangka Bendahara Desa Dauh Puri Kelod, Ni Luh Putu Ariyaningsih. “Iya sudah ditetapkan tersangka setelah melalui gelar perkara. Memang kita belum umumkan secara resmi karena masih menunggu hasil pengembangan,” tegasnya via WhatsApp.

Penetapan tersangka dalam perkara korupsi APBDes yang merugikan negara mencapai Rp 1,1 miliar ini memang terkesan janggal. Bagaimana tidak, sebelumnya Kasi Pidsus Kejari Denpasar, Nengah Astawa mengatakan, dasar penyidikan yang dilakukan mengacu pada Permendagri 7 tahun 2007 yang sudah diganti dengan Permendagri 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Jika mengacu pada Permendagri tersebut, yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan dana desa adalah Kepala Desa atau Perbekel. Sementara itu, eks Perbekel I Gusti Made Wira Namiartha sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan oleh penyidik Pidsus Kejari Denpasar. Bahkan, dalam pemeriksaan anggota DPRD Kota Denpasar Fraksi PDIP ini secara terang-terangan mengakui menggunakan uang APBDes untuk kepentingan pribadi dan sudah mengembalikan uang yang digunakannya ke penyidik Rp 8,5 juta.

Ketika disinggung nama eks Perbekel Desa Dauh Puri Kelod, I Gusti Made Wira Namiartha yang lolos dari jerat hukum, Astawa berkelit. Dia mengatakan jika penyidik masih melakukan pengembangan dalam perkara ini. “Kita tunggu saja kelanjutannya,” ujarnya singkat.

Informasi lainnya, setelah penetapan Bendahara, Putu Ariyaningsih sebagai tersangka, penyidik akan memanggil lagi saksi-saksi sebelumnya untuk diperiksa.

Salah satu saksi yang rencananya diperiksa Selasa (5/11) yaitu pelapor yang merupakan aktivis, Nyoman Mardika. Dikonfirmasi terpisah, Mardika membenarkan akan menjalani pemeriksaan Selasa ini untuk tersangka Ni Luh Putu Ariyaningsih. “Surat panggilan sebagai saksi sudah saya terima. Rencananya Selasa besok saya diperiksa,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Terkait kejanggalan dalam penetapan tersangka, Mardika sebagai pelapor mengaku sangat kecewa dengan kinerja penyidik Pidsus Kejari Denpasar. “Ini jelas sangat aneh. Kalau hanya menetapkan satu tersangka, tidak perlu lama-lama menunggu audit BPKP. Kami di desa juga sudah tahu, kalau bendahara terlibat. Bahasa ekstremnya, Kejari Denpasar hanya menang gertak diawal dan lembek di akhir,” ujarnya kecewa.

Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi ini pertama kali dibongkar seorang warga yang juga aktivis, I Nyoman Mardika. Dalam kasus ini diduga ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1 miliar lebih. Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara SILPA APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, I Gusti Made Wira Namiartha, Bendahara serta Kaur Keuangan.

Hasil penyelidikan sementara diketahui dari kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,03 miliar, sudah ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta lebih. Yaitu dari mantan Perbekel Dauh Puri Klod I Gusti Made Wira Namiartha sebesar Rp 8,5 juta, Kaur Keuangan Rp 102 juta dan Bendahara Rp 144 juta. Sisanya sekitar Rp 770 juta ini masih raib dan belum diketahui keberadaannya. *rez

Komentar