nusabali

Giliran Adik Ipar 'Serang' Sudikerta

Gus Herry Ngaku Disuruh Tutup Mulut Soal Aliran Rp 85 Miliar

  • www.nusabali.com-giliran-adik-ipar-serang-sudikerta

Hakim perintahkan jaksa hadirkan mantan Kepala BPN Badung, Tri Nugroho, dalam sidang terdakwa Ketut Sudikerta

DENPASAR, NusaBali

Mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 53, yang jadi terdakwa kasus dugaan penipuan Rp 150 miliar, semakin terpojok. Dua hari pasca ‘dihabisi’ anak buahnya yakni Gunawan Priambodo, kini giliran sang adik ipar Ida Bagus Herry Trisna Yuda alias Gus Herry yang ‘serang’ terdakwa Sudikerta dalam sidang lanjutan di PN Denpasar, Kamis (31/10) siang.

Sidang terdakwa Sudikerta serta dua terdakwa lainnya: I Wayan Wakil, 58, dan AA Ngurah Agung, 68, di PN Denpasar, Kamis kemarin, digelar selama 3 jam mulai siang pukul 14.00 Wita hingga sore 17.00 Wita. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Esthar Oktavi, ini masih mengagendakan pemeriksaan saksi. Diawali dengan meminta kesaksian Gus Herry, saksi yang notabene adik ipar terdakwa Sudikerta.

Kehadiran saksi Gus Herry di ruang sidang kemarin, langsung mendapat penolakan dari terdakwa Sudikerta melalui penasihat hukumnya, Nyoman Darmada cs. Pasalnya, Gus Herry masih memiliki kekerabatan karena merupakan adik kandung dari istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini.

Ditolak sang kakak ipar, Gus Herry bukannya mundur. Gus Herry malah menegaskan akan tetap bersaksi di sidang. "Sebagai warga negara yang baik, saya siap dan tetap akan memberikan keterangan," tegas Gus Herry.

Dalam kesaksiannya, Gus Herry membeber terkait aliran dana ke rekeningnya yang mencapai Rp 85 miliar. Tidak hanya itu, caleg DPRD Bali dari Golkar Dapil Tabanan saat Pileg 2019 ini juga langsung menyerang kakak iparnya yang duduk sebagai terdakwa.

Berawal saat kuasa hukum terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung yang di-komandoi Agus Sujoko menanyai saksi Gus Herry terkait keterangannya dalam BAP pertama, kedua, dan ketiga yang menyangkal aliran uang Rp 85 miliar dari terdakwa Sudikerta. “Dalam pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga oleh penyidik kepolisian, kenapa saksi tidak terbuka? Kok baru di pemeriksaan keempat, saksi dengan gamblang membeber aliran dana ini?” tanya Agus Sujoko.

"Saya ditekan," jawab Gus Herry. "Siapa yang menekan?" kejar Agus Sujoko. "Pak Sudikerta," sahut Gus Herry sambil menyerahkan lembaran kertas kepada majelis hakim yang berisi percakapan WhatsApp antara dirinya dan terdakwa Sudikerta (politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018).

Dalam percakapan yang dibacakan majelis hakim itu, berisi permintaan terdakwa Sudikerta kepada Gus Herry untuk ‘tutup mulut’ kepada penyidik terkait aliran uang Rp 85 miliar yang ada di rekeningnya.

Dalam keterangannya di sidang kemarin, Gus Herry mengaku sekitar tahun 2014 dirinya disuruh membuka rekening BCA oleh Sudikerta. Tapi, dia tidak sempat bertanya terkait perintah kakak iparnya itu. "Saya tidak berani bertanya, Apalagi, waktu itu dia (Sudikerta) masih menjadi Wakil Gubenur Bali. Saya hanya pikir membantu saudara," ungkap Gus Herry.

Selang beberapa hari kemudian, kata Gus Herry, ada dana Rp 85 miliar mengalir ke rekening BCA yang baru dibukanya itu. Namun, lagi-lagi Gus Herry mengaku awalnya tidak tahu asal muasal uang sebanyak itu. Kemudian, Gus Herry mengaku diperintahkan terdakwa Sudikerta untuk mentransfer uang tersebut ke beberapa pihak.

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) terungkap, setelah uang masuk ke rekeningnya pada 28 Mei 2014, Gus Herry melakukan pencairan Rp 30,5 miliar untuk terdakwa Sudikerta. Uang itu lalu dibagikan ke notaris Triska Damayanti sebesar Rp 14 miliar dan ke rekening milik Made G Putrawan Rp 14,5 miliar. Sedangkan Rp 50 miliar lagi dimasukkan ke deposito.

Menurut Gus Herry, pada 13 Juni 2014, terjadi penarikan deposito Rp 10 miliar. Uangnya mengalir ke rekening Sudikerta sebesar Rp 3 miliar, ke Wayan Santoso Rp 4 miliar, dicairkan ke Sanjaya (ajudan Sudikerta) sebesar Rp 2 miliar, dan diberikan ke terdakwa Wayan Wakil sebanyak Rp 300 juta.

Selanjutnya, kata Gus Herry, pada 18 Juli 2014, kembali terjadi penarikan deposito sebesar Rp 10 miliar. Uang tersebut kemudian mengalir ke deposito Winda (anak terdakwa Sudikerta) sebesar Rp 5 miliar, ke rekening Sudikerta Rp 500 juta, ke rekening Ida Ayu Sri Sumiantini (istri Sudikerta) Rp 2,5 miliar, penarikan tunai Rp 1,4 miliar, dan ke terdakwa Wayan Wakil sebanyak Rp 200 juta.

Sedangkan pada 5 Agustus 2014, kembali dilakukan penarikan deposito Rp 10 miliar, yang semuanya diserahkan Gus Herry ke terdakwa Sudikerta. Salah satu penggunaannya uang itu adalah untuk membeli kantor di Jalan Bypass Sanur, Denpasar Selatan yang sudah disita penyidik Polda Bali.

Terakhir, kata Gus Herry, dilakukan pencairan deposito pada 22 September 2014 sebesar Rp 20 miliar. Menariknya, dalam pencairan dana terakhir ini, muncul nama politisi Golkar yaitu I Wayan Muntra (mantan Ketua DPD II Golkar Badung 2015-2019), yang disebut mendapat aliran uang Rp 2,5 miliar untuk membayar dana pinjaman. “Semua itu atas perintah Pak Sudikerta. Saya tidak dapat bagian apa-apa. Sekarang uang Rp 85 miliar itu sudah habis,” tegas Gus Herry.

Sementara, terdakwa Sudikerta yang diminta tanggapannya terkait serangan sang adik ipar, enggan berkomentar banyak. "Nanti akan kami tanggapi dalam pembelaan," tegas mantan Wakil Bupati Badung 2005-2010 dan 2010-2013 ini di hadapan majelis hakim.

Dalam sidang di PN Denpasar dua hari sebelumnya, Selasa (29/10) siang, terdakwa Sudikerta juga ‘dihabisi’ anak buahnya, Gunawan Priambodo, Direktur Utama (Dirut) PT Pecatu Bangun Gemilang yang dihadirkan sebagai saksi. Gunawan Priambodo selama ini bertugas mengawasi dan menjalankan perusahaan yang diklaim milik terdakwa Sudikerta. Selain Gunawan Priambodo selaku Dirut, istri Sudikerta yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini juga bertindak sebagai Komisaris Utama PT Pecatu Bangun Gemilang. Dalam kesaksiannya di sidang hari itu, Gunawan Priambodo antara lain menyebut ada kongkali-kong untuk menyelamatkan istri terdakwa Sudikerta.

Sementara itu, saksi lainnya yang juga dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, I Ketut Sujaya cs, dalam sidang Kamis kemarin adalah mantan Kasi Pengukuran BPN Badung, I Komang Widana. Dalam keterangannya, Komang Widana---yang kini bertugas di BPN Singaraja, Bulelengmembenarkan adanya permohonan penggantian sertifikat dan permohonan pengukuran tanah.

Di akhir sidang, majelis hakim juga memerintahkan JPU untuk menghadirkan mantan Kepala BPN Badung, Tri Nugroho. "Kami sudah melakukan panggilan pertama. Barusan kami mendapat kabar bahwa Pak Tri Nugroho sedang bertugas. Pak Tri Nugroho sekarang menjabat Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian di Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” ujar JPU Ketut Sujaya menjawab perintah hakim. *rez

Komentar