nusabali

Penampilan Bali Jadi Obyek Berfoto Penonton di Pawai PKN 2019

  • www.nusabali.com-penampilan-bali-jadi-obyek-berfoto-penonton-di-pawai-pkn-2019

Pawai seni budaya menjadi penutup rangkaian Pekan Kebudayaan Nasional tahun 2019 yang telah berlangsung selama 7-13 Oktober 2019 di Istora Senayan, Jakarta. Sebanyak 26 provinsi ikut ambil bagian dalam pawai yang berlangsung Minggu (13/10) malam itu, disaksikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendy.

Jakarta, NusaBali
Menariknya, penampilan dari Bali menjadi penampilan yang ditunggu-tunggu oleh penonton. Sepanjang jalan yang menjadi rute pawai dari Istora Senayan hingga kantor Kemendikbud sejauh 5 kilometer, penonton terlihat sibuk merekam penampilan dari Bali melalui ponsel pintar maupun kamera perekam. Sebagian dari mereka ada juga yang berswafoto dengan peserta pawai dari Bali.

Duta kesenian Bali dalam pawai tersebut tampil di urutan ke-10. Para seniman yang didominasi anak-anak muda Bali ini fokus menampilkan pertunjukkan terbaik di hadapan ribuan pasang mata yang menonton di sepanjang jalan. Ada dua sanggar yang terlibat dalam Garapan ‘Candra Bhawa’ ini yakni Sanggar Puri Saraswati, Singapadu, Gianyar pada kelompok penari dan Sanggar S'mara Murti, Celuk, Gianyar, pada kelompok penabuh.

Diawali dengan pukulan kendang dan cengceng, perhatian penonton langsung tertuju pada garapan seni dari Bali. Dalam garapan tersebut, ada beberapa ikon yang ditampilkan dalam ritus Sanghyang Dedari, Sanghyang Jaran, Barong, Garuda Emas. Penata tari atau koreografer garapan, Made Sugiarta mengungkapkan, ikon-ikon ini saling berkaitan, dan memiliki makna masing-masing berkaitan dengan keyakinan dan kenegaraan.

“Dalam garapan ini kami terinspirasi dari gejolak yang ada di alam semesta. Dari gejolak itu, di Bali dilakukan ritual pengruwat sehingga dihadirkan ritus Sanghyang Dedari (kesucian), Sanghyang Jaran (kesadaran), Barong (persatuan), kemudian Garuda Emas (Pancasila). Secara keseluruhan, garapan ini mencoba merepresentasikan cahaya bulan sebagai simbol keindahan. Pesannya, untuk melebur keangkaramurkaan hanya dapat dilakukan dengan persembahan keindahan,” ujarnya.


Garapan seni ‘Candra Bhawa’ ini terlihat padat dan singkat saat berdisplay, namun tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan. Berpijak pada tema sentral Pekan Kebudayaan Nasional yakni ‘Cakra Mandala Nusantara’ dan juga mengacu tema pawai ‘Eksotika Candra Kirana Indonesia’, garapan ini juga disertai dengan gending pemersatu bangsa berjudul ‘Persada Nusantara’ yang diciptakan langsung oleh pendiri Sanggar S’mara Murti, I Nyoman Suryadi. Tujuannya untuk mengingatkan kembali persaudaraan dan stop saling hujat. Garapan berdurasi dua menit itu tak pelak mengundang decak kagum penonton.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Wayan ‘Kun’ Adnyana mengatakan, keikutsertaan seniman muda Bali dalam ajang Pekan Kebudayaan Nasional merupakan wujud kontribusi Bali dalam pemajuan kebudayaan nasional sebagaimana amanat Undang-Undang No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Hal ini sejalan dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali Pemprov Bali yang fokus pada pemajuan kebudayaan sebagai prioritas pembangunan. Selain itu, juga untuk membangun membangun karakter bangsa sesuai dengan Tri Sakti Bung Karno yakni Berkepribadian dalam Kebudayaan.

“Oleh karena itu, komitmen pemerintah provinsi Bali, khususnya dalam Pekan Kebudayaan Nasional ini mengambil bagian di semua nomor, baik itu lomba permainan tradisonal, temu taman budaya, dokumen warisan budaya tak benda, hingga pawai. Posisi penting itu secara visioner dikembangkan dengan menjaga, melestarikan, tradisi seni klasik dan seni rakyat. Itu yang sepenuhnya dihadirkan dalam Pekan Kebudayaan Nasional,” ungkapnya sebelum pawai dimulai.

Di sisi lain, Kadis Kun menilai keterlibatan Bali ikut dalam Pekan Kebudayaan Nasional, secara politis menjadi ajang pembuktian bahwa komponen budaya di Indonesia ini siap menjaga kebhinekaan Indonesia melalui pondasi kebudayaan Nusantara Indonesia. “Jadi anasir apapun yang berupaya untuk merongrong atau melawan ikrar kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika pasti kita hadapi bersama. Kebudayaan sebagai pondasi bagaimana Indonesia diikat dalam suatu ikrar yang berpondasi pada Pancasila 1 Juni 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika,” tandasnya.ind

Komentar