nusabali

Sudikerta 'Dihabisi' Anak Buah di Sidang

Saksi Gunawan Sebut Kongkalikong untuk Menyelamatkan Istri Sudikerta

  • www.nusabali.com-sudikerta-dihabisi-anak-buah-di-sidang

Mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 53, yang jadi terdakwa kasus dugaan penipuan Rp 150 miliar, dihabisi anak buahnya dalam sidang lanjutan di PN Denpasar, Selasa (29/10) siang.

DENPASAR, NusaBali

Sang anak buah, Gunawan Priambodo, yang dihadirkan sebagai saksi, justru bongkar peran terdakwa Sudikerta, aliran dana haram, hingga kongkalikong untuk menyelamatkan istrinya. Dalam sidang di PN Denpasar, Selasa kemarin, Gunawan Priambodo dihadirkan bersama saksi notaris Ni Nyoman Sudjarni, untuk memberi keterangan terhadap terdakwa Sudikerta dan dua terdakwa lainnya: I Wayan Wakil, 58, dan AA Ngurah Agung, 68. Dalam sidang yang berlangsung selama 4 jam mulai siang pukul 14.00 Wita hingga petang pukul 18.00 Wita itu, saksi Gunawan langsung membeber awal mula perkenalan dirinya dengan terdakwa Sudikerta dan pendirian PT Pecatu Bangun Gemilang.

“Saya kenal dengan Pak Sudikerta dari tahun 2010. Dulu saya dengan Kacang Dua Kelinci Bangun hotel. Saat launching, saya dikenalkan dengan Pak Sudikerta dan mulai bekerjasama,” kenang Gunawan.

Gunawan menyebutkan dirinya adalah Direktur Utama (Dirut) PT Pecatu Bangun Gemi-lang, yang bertugas mengawasi dan menjalankan perusahaan yang diklaim milik Sudikerta, politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Sedangkan istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, bertindak sebagai Komisaris Utama di perusahaan tersebut.

Gunawan mengaku tidak terlibat di awal membuat kesepakatan antara PT Pecatu Bangun Gemilang dan PT Marindo Investama milik korban Alim Markus. Dia baru dilibatkan saat pertemuan di notaris Wimphry di Surabaya, Jawa Timur untuk menandatangani kesepakatan kerjasama antara PT Pecatu Bangun Gemilang dan PT Marindo Investama. Dalam kesepakatan tersebut, PT Pecatu Bangun Gemilang mendapat saham 45 persen, sementara PT Marindo dapat saham 55 persen.

“Dalam pertemuan tersebut, ada Pak Sudikerta dan Wayan Santosa. Saya dan istri Pak Sudikerta menunggu di luar ruang notaris. Waktu masuk, saya hanya disuruh menandatangani akta kesepakatan yang dibacakan notaris Wimphry,” ungkap Gunawan.

Disebutkan, dalam kerjasama tersebut, akan disetorkan saham awal senilai Rp 272 miliar. Dalam perjanjian disebutkan PT Marindo akan menyetorkan dana awal sebesar 55 persen atau sekitar Rp 149 miliar. Untuk tahap awal, PT Marindo akan menyetorkan uang Rp 59 miliar ke rekening PT Pecatu Bangun Gemilang. Sisanya, Rp 85 miliar didapatkan melalui pinjaman di bank dengan jaminan tanah yang berada di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang sudah diserahkan PT Pecatu Bangun Gemilang.

Setelah uang Rp 59 miliar masuk ke rekening PT Pecatu Bangun Gemilang, Gunawan sebagai Dirut hanya sempat menandatangani 4 lembar cek. Satu di antaranya untuk membayar pajak jual beli tanah Rp 1,9 miliar. Setelah itu, semua buku cek diserahkan ke terdakwa Sudikerta. Menurut Gunawan, Sudikerta pula yang mengatur aliran uang yang di antaranya mengalir ke Henry Kaunang Rp 10 miliar, Wayan Santosa Rp 2 miliar, dan Kepala BPN Badung (waktu itu) Tri Nugroho Rp 5 miliar. “Setelah itu, saya tidak tahu ke mana saja aliran uang, karena buku cek saya serahkan ke Sudikerta. Saya baru tahu aliran uang setelah ada print out dari bank,” tegas Gunawan.

Dia menyebut transfer kedua dari PT Marindo Investama sebesar Rp 85 miliar yang masuk ke rekening PT Pecatu Bangun Gemilang, juga tanpa sepengetahuannya. Sebab, seluruh buku tabungan dan buku cek sudah dibawa Sudikerta. Bahkan, Gunawan mengaku dari pemeriksaan penyidik Polda Bali, ada 26 spesimen tandatangan dalam cek yang dikeluarkan dan itu tidak sesuai dengan tandatangannya. “Dari print out bank setelah uang Rp 85 miliar masuk, rekening langsung ditutup dan uang dipindah ke rekening IB Trisna Yudha yang merupakan adik ipar Pak Sudikerta,” papar Gunawan seraya mengaku tidak tahu ke mana saja uang Rp 85 miliar tersebut mengalir.

Menjawab pertanyaan anggota majelis hakim, Heriyanti, soal kenapa sebagai Dirut PT Pecatu Bangun Gemilang selalu minta izin dan memberikan akses rekening kepada Sudikerta, menurut Gunawan, sejak awal dirinya ditunjuk menjadi Dirut, terdakwa mengatakan jika uang itu merupakan hasil penjualan tanah miliknya. “Karena uang itu uang penjualan tanah milik Pak Sudikerta, maka saya kasi saja semua ke dia. Karena dari awal dia bilang tanah ini miliknya yang dibeli dari I Wayan Wakil,” jelas Gunawan.

Gunawan juga sempat membeber keluh kesah Sudikerta yang memerlukan uang hanya beberapa hari jelang Pilgub Bali 2013. Saat itu, Sudikerta yang masih menjabat Wakil Bupati Badung menyerahkan sertifikat tanah seluas 3.300 meter persegi di Pantai Balangan untuk dicarikan uang. Gunawan pun mencarikan pembeli, yaitu Heri Budiman dari Kacang Dua Kelinci, yang akhirnya bersedia membayar Rp 14 miliar. Uang itu lalu digunakan Sudikerta untuk biaya kampanye.

Parahnya lagi, kata Gunawan, meski tanah tersebut sudah ditransaksikan ke Heri Budiman, namun Sudikerta kembali menjualnya ke PT Marindo Investama. “Waktu itu sudah saya ingatkan, kenapa dijual lagi? Kata Pak Sudikerta, ‘Nanti kita bayar balik (ke Heri Budiman, Red)’,” katanya.

Bukan hanya itu, Gunawan juga membongkar terkait beberapa kali perubahan struktur perusahaan untuk menyelamatkan istri Sudikerta. Disebutkan, perubahan struktur tahun 2016 karena situasi yang sudah mulai memanas. Saat itu, ada laporan Made Subakat yang mengatakan dua sertifikat atas tanah di Pantai Balangan.

“Waktu itu, nama istri Pak Sudikerta langsung dikeluarkan dari perusahaan. Sahamnya juga dititip ke saya. Tapi, karena saya tahu ada masalah hukum, empat hari setelah itu saya kembalikan lagi sahamnya dan diserahkan ke Wayan Wakil,” tutur Gunawan.

Sementara itu, terdakwa Sudikerta menanggapi dingin kesaksian Gunawan yang menyudutkan dirinya. “Nanti akan saya jawab dalam pledoi (pembelaan),” ujar Sudikerta di akhir sidang kemarin petang. *rez

Komentar