nusabali

Disudutkan Saksi Kunci, Sudikerta Melawan

Sidang Kasus Penipuan, Pemalsuan Surat dan TPPU

  • www.nusabali.com-disudutkan-saksi-kunci-sudikerta-melawan

Tiga saksi kunci dihadirkan dalam sidang kasus dugaan penipuan, pemalsuan surat dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, 53 di PN Denpasar, Selasa (22/10).

DENPASAR, NusaBali

Dari keterangan para saksi, terungkap peran sentral Sudikerta dalam perkara ini. Selain Sudikerta, turut dihadirkan dua terdakwa lainnya, I Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung. Sementara tiga saksi kunci yang dihadirkan yaitu Made Subakat, Wayan Santoso dan Henry Kaunang. Saksi Subakat yang diperiksa pertama mengaku tanah yang dijual tersebut adalah milik Pura Jurit Uluwatu. Sertifikat tersebut lalu dititipkan di notaries Nyoman Sudjarni oleh I Wayan Rame (ayah terdakwa I Wayan Wakil), AA Ngurah Agung dan Subakat.

Karena yang menitipkan tiga orang, sertifikat ini juga hanya bisa diambil oleh tiga orang tersebut atau hali warisnya. Pada 2013, Subakat mendapat informasi jika tanah tersebut ditransaksikan. Karena merasa tidak pernah mengambil sertifikat, Subakat melaporkan perkara ini ke Polda Bali dengan dugaan pemalsuan sertifikat. Dari sanalah akhirnya diketahui ada dua sertifikat atas tanah tersebut. “Saya tanyakan di notaries Sudjarni katanya sertifikatnya masih ada,” terangnya.

Sementara itu, Wayan Santoso dan Henry Kaunang yang diperiksa selanjutnya diketahui mendapat aliran dana dari penjualan tanah ini. Wayan Santoso sebagai Komisaris PT Pecatu Bangun Gemilang mengaku mendapat Rp 5 miliar. Sementara Henry Kaunang sebagai Komisaris PT Marindo Investama mendapat aliran Rp 10,5 miliar. “Ini uang fee atas penjualan tanah dari Sudikerta,” ujar Henry Kaunang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Sujaya dkk lalu mengorek keterangan dari dua saksi yang ditunjuk bos PT Maspion, Alim Markus untuk mencari tanah di Bali. Kedua saksi mengaku pertama kali bertemu Sudikerta di Puspem Badung usai Alim Markus audensi dengan Bupati Badung, AA Ngurah Agung.

Saat itu, Alim Markus dan tim yang bertemu Sudikerta ditawari tanah di Balangan seluas 41.000 m2. Saat itu Sudikerta mengatakan jika tanah tersebut adalah miliknya. Namun setelah dicek oleh tim, ternyata tanah tersebut masih bersengketa di Mahkamah Agung (MA). “Waktu itu kami tidak mau transaksi sebelum semua perkara selesai,” jelasnya.

Lalu pada pertemuan berikutnya di Surabaya, I Ketut Sudikerta datang dengan membawa putusan MA yang memenangkan Pura Jurit. Bahkan saat itu politisi senior Golkar ini juga mengatakan tanah sudah dikuasai. “Sudikerta juga menjanjikan membantu mengurus perijinan nantinya,” beber Henry.

Tergiur dengan promosi Sudikerta, lalu dilakukan transaksi dengan sistem kerjasama dimana PT Pecatu Bangun Gemilang yang diklaim Sudikerta sebagai pemilik lahan mendapat 45 persen saham. Sementara PT Marindo Investama melalui Alim Markus menyetorkan uang Rp 60 miliar dan Rp 90 miliar yang didapat dari pinjaman Bank Panin dengan jaminan SHGB tanah.

Setelah transaksi barulah diketahui jika tanah ini bermasalah. Henry juga mengaku beberapa kali mencari Sudikerta untuk menyelesaikan masalah ini. Namun tidak pernah berhasil. “Saya sampai tunggu di depan rumahnya tapi tidak ketemu juga,” ujar Henry Kaunang yang merupakan mantan Presdir PT Maspion Surabaya ini.

Sudikerta yang mendapat kesempatan menanggapi langsung melawan dengan membantah hampir semua keterangan para saksi. Terutama terkait keterangan yang mengatakan jika dirinya yang pertama kali menawarkan tanah ke Alim Markus. “Saya tidak pernah menawarkan tanah apalagi mengaku memiliki tanah tersebut. Saya jelaskan saya pemilik tanah seluas 3.300 m2 dan sisanya 38.650 m2 milik Pak Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung,” bantahnya.

Sudikerta juga sempat berdebat panas terkait aliran dana ke Wayan Santosa Rp 5 miliar dan Henry Kaungan Rp 10,5 miliar. Sudikerta mengatakan jika fee penjualan tanah tersebut diatur oleh kedua saksi. Keterangan ini langsung dibantah Wayan Santoso dan Henry Kaunang yang menyebut Sudikerta langsung memberikan uang tersebut via transfer. “Mana bisa kami yang mengatur, semua diatur Pak Sudikerta,” bantah Henry Kaunang. *rez

Komentar