nusabali

Sekujur Tubuh Gatal, Digaruk Jadi Luka

Derita Adnyani, Bocah Penderita Kelainan Kulit

  • www.nusabali.com-sekujur-tubuh-gatal-digaruk-jadi-luka

Nasib pilu dialami Ni Komang Anjani,6, bocah asal Lingkungan Besang Kangin, Kelurahan Semarapura Kaja, Kecamatan Klungkung.

SEMARAPURA, NusaBali

Dia menderita sakit kelainan genetik sejak lahir yakni tidak memiliki lapisan kulit paling luar (Epidermis).
Karena kelainan itu, kulit Anjani menjadi sangat sensitif, bahkan jika terkena gesekan bisa memicu luka.

Tak hanya itu, Anjani juga merasakan gatal pada sekujur tubuhnya. Mau tidak mau dia harus menggaruk rasa gatal itu hingga memicu luka. Hingga saat ini belum ditemukan obat yang mujarab untuk menyembuhkan penyakit tersebut, baik secara medis maupun non medis (alternatif). Sejak masih bayi sampai sekarang untuk meringankan iritasi kulitnya hanya diberikan sebuah salep.

Pantauan NusaBali, di rumah Komang Anjani, Lingkungan Besang Kangin, Kelurahan Semarapura Kaja, Kamis (17/10), Anjani hanya diam di kamar. Dia tampak minder jika keluar kamar dan bertemu banyak orang, padahal niatnya untuk sekolah sangat tinggi. Tapi mimpi itu terpaksa harus dikubur dalam-dalam oleh Anjani, mengingat hal itu sulit terwujud karena kelainan genetik pada kulitnya. “Anak saya ingin sekolah seperti anak-anak pada umumnya, tetapi karena situasinya seperti ini belum memungkinkan, keluar kamar saja anak saya jarang, terlebih ada banyak orang,” ujar ayah Anjani, yakni I Nengah Suteja.

Pria yang kesehariannya sebagai pegawai (PNS) di Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Klungkung ini, menceritakan Anjani merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Anjani lahir di RS Permata Hati, Klungkung, dengan proses persalinan operasi caesar, 17 Mei 2013, dengan berat 3,2 kg. Saat lahir tidak memiliki lapisan paling luar. “Kata doker anak saya mengalami kelainan gen dan faktor perkawinan keluarga. Tiga hari kemudian anak saya dirujuk ke RSUP Sanglah, di sana opname tiga bulan, karena tidak kunjung membaik saya bawa anak saya pulang paksa,” ujar Suteja.

Suteja dan sang istrinya ada hubungan keluarga karena orangtua mereka merupakan kakak-adik. Sementara itu anak pertama dan keduanya dalam kondisi normal, selain faktor perkawinan keluarga, rentang kelahiran ketiga anaknya masing-masing berjarak sekitar 10 tahun. “Anak saya yang pertama dan kedua lahir dengan kondisi normal,” katanya.

Akibat kelainan itu, kata dia, Anjani lebih banyak menghabiskan hari-harinya dalam kamar, terkadang muncul persaan minder saat bertemu orang banyak di luar kamar, bahkan bisa sampai menangis. Ketika ke luar kamar Anjani juga mendapatkan pengawasan orangtua untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjatuh. “Dulu anak saya sempat jatuh, luka yang ditimbulkan sangat parah karena kulitnya sensitif,” katanya.

Kata Suteja, kulit anaknya kerap mengelupas dan jari-jari tangan serta kaki juga merekat dengan kulit. Rasa sakit tak tertahankan juga dirasakan Anjani saat mau BAB (buang air besar) karena rasa perih, untuk itu Anjani bisa menahan BAB hingga enam hari. Setelah BAB dengan sendirinya Anjani otomatis menangis sejadi-jadinya. “Pengobatan medis dan alaternatif sudah ditempuh, tapi belum membuahkan hasil. Untuk saat ini saya hanya berikan salep atas petunjuk dokter spesialis kulit,” katanya. *wan

Komentar