nusabali

Diiringi Gambelan Kulkul, dengan Lelontekan Pohon Ketugtug

Keunikan Upacara Nangluk Merana yang Digelar Desa Adat Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan

  • www.nusabali.com-diiringi-gambelan-kulkul-dengan-lelontekan-pohon-ketugtug

Bendesa Adat Apuan, Ketut Cakra, mengatakan gambelan kulkul dan lelontakan pohon ketugtug saat ritual nangluk merana yang disertai sorak sorai krama subak, berfungsi untuk mengusir hama

TABANAN, NusaBali

Desa Adat Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan untuk keempat kalinya sejak tahun 1998 menggelar upacara Nangkluk Merana. Upacara ritual yang digelar pada Soma Paing Menail, Senin (14/10), untuk mencegah terulangnya gagal panen bagi krama subak ini, terbilang cukup unik. Pasalnya, prosesi ritual diiringi gambelan kulkul, dengan lelontekan dari pohon ketugtug.

Upacara nangluk merana yang diikuti 300 krama subak dari Desa Adat Apuan dan Desa Adat Jelantik (keduanya masuk kedinasan Desa Apuan, Kecamatan Baturiti), Senin kemarin, dimulai pagi sekitar pukul 09.00. Diawali dengan prosesi ritual mendak (menjemput) Ida Sesuhunan Ratu Alit---yang berwujud Rangda---di Pura Puncak Peninjoan, Desa Adat Apuan. Kemudian, Ida Sesuhunan Ratu Alt kapundut menuju Pura Bukit Sari, Desa Adat Apuan untuk persiapan upacara nangkluk merana.

Setelah itu, barulah Ida Sesuhunan Ratu Alit kapundut untuk ngunya (keliling) dengan diringi gambelan dari kulkul menuju persawahan di subak kawasan Desa Apuan seluas 100 hektare. Dalam prosesi ritual ngunya ini, 300 krama pengiring harus jalan kaki sejauh 12 kilometer. Seluruh rangkaian upacara nangluk merana baru selesai sore sekitar pukul 16.00 Wita.

Bendesa Adat Apuan, I Ketut Cakra, menerangkan upacara nangkluk merana ini dilaksanakan karena petani di Desa Apuan sempat mengalami gagal panen padi dan palawija akibat serangan hama tikus, 3 bulan lalu. Akibatnya, petani yang berada di 4 subak berbeda, yakni Subak Apuan, Subak Bugbugan, Subak Jelantik, dan Subak Pengotan tidak mendapatkan hasil apa pun.

Karena itu, krama subak sepakat untuk melaksamakan upacara nagluk merana, agar ke depan tidak terulang kasus gagal panen. "Atas kejadian gagal panen sebelumnya, krama subak memohon kepada Ida Sehuhunan Ratu Alit," ujar Ketut Cakra di sela upacara nagluk merana, senin kemarin.

Ketut Cakra menyebutkan, upacara nangluk merana ini diikuti krama subak dari dua desa adat bertetangga di Desa Apuan, yakni Desa Adat Apuan dan Desa Adat Jelantik. Saat proses upacara nangluk merana ini, Ida Sehunan Ratu Alit diiringi gambelan dari kulkul. Sedangkan sarana lontekan menggunakan pohon ketugtug atau pohon bongkot.

Menurut Ketut Cakra, iringan suara kulkul dan lelontekan pohon ketugtug ini bermakna untuk mengusir hama. Karena itu, saat ritual ngunya (keliling sawah) yang diiringi gambelan kulkul dan lelontekan pohon ketugtug, seluruh 300 krama mesuryak (bersorak). "Sorak-sorai ini juga bertujuan untuk mengusir segala jenis hama, agar padi dan palawija yang sudah ditanam tidak diserang lagi," tegas Ketut Cakra.

Hama terutama tikus, kata Ketut Cakra, tidak hanya ditemukan di sawah, tetapi juga di dalam rumah. Karena itu, seluruh krama Desa Adat Apuan lanjut nunas tirta, Senin malam pukul 19.00 Wita, untuk dibawa pulang. Sampai di rumah masing-masing, tirta tersebut dipercikkan ke seluruh sudut ruangan dan pekarangan, agar hama tikus tidak muncul dan menganggu pertanian. "Sedangkan krama Desa Adat Jelantik sudah duluan nunas tirta serupa untuk dibawa pulang, siang sekitar pukul 14.00 Wita,” imbuh Ketut Cakra.

Upacara nagluk merana itu sendiri, kata Ketut Cakra, dilaksanakan secara berkala, tergantung peristiwa serangan hama. Setahu Ketut Cakra, upacara nangkuk merana di Desa Adat Apuan baru 4 kali dilaksanakan sejak tahun 1998.

Pada 1998, upacara nangluk merana digelar setelah tanaman pagi gagal panen akibat terserang hama wereng. Kemudian, pada tahun 2000, kembali digelar upacara nagluk merana setelah terjadi gagal panen akibet serangan hama walang sangit, Setahun berikutnya, pada 2001, kembal terjadi gagal panen akibat serangan hama tikus, sehingga digelar upacara nangluk merana.

"Kini pada 2019, kembali terjadi gagal panen akibat serangan hama tikus, hingga tanaman padi dan palawija yang gagal panen mencapai sekitar 100 hektare. Itu sebabnya, kami kembali menggelar upacara nangluk merana," beber Ketut Cakra.

Setelah digelar upacara nangluk merana di mana hama sudah diberikan lelaban (upacara), menurut Ketut Cakra, diharapkan tidak lagi menganggu pertanian di subak-subak kawasan Desa Apuan. Saat ini, tanaman padi yang ditanam petani setempat baru berumur seminggu.

"Kami harapkan dengan upacara nangluk merana ini, hama tidak kembali menyerang tanaman padi dan palawija, sehingga petani mendapatkan hasil. Kalau upacara nangluk merana yang dilakukan sebelum-sebelumnya, sangat manjur," papar Ketut Cakra. *des

Komentar