nusabali

Krama Siapkan 6.000 Tipat dan Bantal

Desa Adat Kapal Kembali Gelar Perang Tipat Bantal

  • www.nusabali.com-krama-siapkan-6000-tipat-dan-bantal

Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, melaksanakan Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon atau dikenal dengan perang tipat bantal pada Redite Umanis Menail, Minggu (13/10) sekitar pukul 15.30 Wita.

MANGUPURA, NusaBali

Tradisi ini merupakan warisan turun temurun, bahkan sudah ada sejak tahun 1339, dan dilestarikan oleh krama desa adat setempat. Krama desa adat dari 18 banjar seluruhnya terlibat sebanyak 2.435 KK. Meliputi, Banjar Panglan Baleran, Banjar Panglan Delodan, Banjar Uma, Banjar Celuk, Banjar Cepaka, Banjar Basang Tamiang, Banjar Titih, Banjar Pemebetaan, Banjar Gangga Sari, Banjar Peken Baleran, Banjar Peken Delodan, Banjar Langon, Banjar Muncan, Banjar Gegadon, Banjar Tambak Sari, Banjar Belulang, Banjar Tegal Saat Baleran, dan Banjar Tegal Saat Delodan.

Bagi krama Desa Adat Kapal, perang tipat bantal bukan semata-mata mempertahankan tradisi yang sudah ada. Lebih dari itu krama Desa Adat Kapal percaya tradisi ini mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Sama seperti tahun sebelumnya, perang tipat bantal dilakukan di Jaba Pura Desa lan Puseh.

Selama kegiatan kondisi lalu lintas jalur Gilimanuk-Denpasar atau sebaliknya, khususnya di sepanjang Jalan Raya Kapal ditutup selama sekitar 20 menit. Kendaraan dialihkan ke jalur alternatif. Pertama, jalur dari Denpasar menuju Tabanan, Jembrana, dan Singaraja bisa menggunakan jalur alternatif seperti Lukluk - Penarungan - Gulingan - Beringkit. Kedua, untuk jalur dari arah Tabanan, Jembrana, dan Singaraja menuju Denpasar bisa menggunakan jalur alternatif seperti Pasar Cepaka - Lukluk atau Darmasaba - Sempidi. Untuk mengatur arus lalu lintas dan menjaga keamanan, sejumlah pihak dari kepolisian, TNI, dan pecalang desa adat dikerahkan.

Saat perang tipat bantal berlangsung, krama dibagi menjadi dua bagian yakni kubu Selatan dan kubu Utara. Kemudian antara krama Selatan dan Utara saling melempar tipat bantal. Ketika iringan baleganjur temponya dipercepat, krama makin semangat untuk saling timpug (lempar) tipat bantal. Walaupun kena lemparan tipat dan bantal, krama setempat tak marah. Justru suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang tampak.

Bendesa Adat Kapal Ketut Sudarsana, mengatakan tradisi perang tipat bantal bertujuan untuk memohon anugerah dari Yang Maha Kuasa agar desa dilimpahi sandang, pangan, dan papan. “Kenapa dalam upacara ini menggunakan tipat dan bantal, sebab tipat simbol dari predana (perempuan) dan bantal adalah simbol dari purusa (laki-laki). Dalam proses alam, pertemuan unsur purusa dan predana yang akan menghasilkan kehidupan baru,” tuturnya.

Sarana tipat dan bantal yang dikumpulkan untuk tradisi ini sekitar 60 ribu. “Tipat ada 30 ribu dan bantal juga 30 ribu. Jadi tipat dan bantal ini dibawa sendiri oleh krama untuk dihaturkan ke Pura Desa lan Puseh,” ungkap Sudarsana.

Sudarsana menjelaskan, tradisi perang tipat yang dilakukan krama Desa Adat Kapal sudah berlangsung turun temurun sejak tahun 1339 silam. Tradisi ini berawal dari kedatangan Patih Raja Bali Dinasti Singhasari terakhir yakni Ki Kebo Waruya yang menerima mandat dari Raja Bali yang bernama Asta Sura Ratna Bumi Banten untuk merenovasi Pura Purusada di Desa Kapal. Kemudian, setibanya di Desa Adat Kapal, Ki Kebo Waruya tergerak hatinya karena melihat kondisi desa yang mengalami musim paceklik.

“Melihat kondisi tersebut, beliau (Ki Kebo Waruya) kemudian memohon ke hadapan Ida Bhatara yang berstana di Candi Rara Pura Purusada agar berkenan melimpahkan waranugra atau anugerah. Beliau lalu diberikan petunjuk agar melakukan upacara Aci yang dipersembahkan kepada Bhatara Siwa dengan menggunakan sarana tipat dan bantal,” imbuhnya.

Lalu, Ki Kebo Waruya pun menamai upacara tersebut dengan Aci Tabuh Rah Pengangon. Aci berarti persembahan, tabuh berarti mengumandangkan, rah berarti tenaga, dan pengangon berarti nama lain Shang Hyang Siwa. Dengan demikian, artinya adalah persembahan atau wujud syukur ke hadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Siwa.

“Sejak saat itu hingga sekarang, krama Desa Adat Kapal tidak pernah meninggalkan Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon atau yang sering dikenal dengan nama perang tipat bantal. Apa yang dilaksanakan ini tidak saja untuk mempertahankan tradisi. Namun, sekaligus untuk memohon keselamatan,” ujarnya.

Sementara, Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa yang hadir pada kesempatan tersebut mengajak seluruh masyarakat untuk tetap melestarikan warisan leluhur. Terutama kepada generasi muda, Wabup Suiasa mengajak memahami filosofi dari kegiatan dimaksud. Apalagi, tradisi ini sudah sejak tahun 1939. “Sebagai pewaris, kita harus bisa melestarikan ini semua,” pesannya. *asa

Komentar