nusabali

Cetuskan Pernikahan Tanpa Sampah Plastik

Inovasi Praktisi Lingkungan Ida Bagus Mandhara Brasika

  • www.nusabali.com-cetuskan-pernikahan-tanpa-sampah-plastik

Praktisi lingkungan Ida Bagus Mandhara Brasika terus menggali terobosan untuk  memerangi sampah plastik.

GIANYAR, NusaBali

Bahkan hari pernikahannya, Jumat (11/10) ini, dikonsep khusus agar meminimalkan sampah, khususnya sampah plastik. Mulai dari kartu undangan, dekorasi hingga makanan-minuman disajikan berbahan alami.

Tidak hanya itu, selama resepsi pernikahan,  segala kebutuhan listrik bersumber dari 15 panel tenaga surya yang dipasang di rumahnya, Jalan Cendrwasih Nomor 10,  Lingkungan Kelod Kauh, Kelurahan Beng, Gianyar.

Ditemui di sela-sela persiapan, Kamis (10/10) kemarin, pengantin yang akrab disapa Gus Nara ini mengatakan sejak lama mengidamkan sebuah prosesi pernikahan yang zero sampah. Keinginan itu tercetus mengingat selama ini, segala kegiatan upacara di Bali terutama pernikahan pasti menghasilkan gunungan sampah. Lebih memprihatinkan lagi, adalah peredaran sampah jenis gelas maupun botol plastik, sampah dari karangan bunga berbahan styrofoam dan sampah lainnya. “Maka dalam kartu undangan sudah saya kasi catatan agar tidak mengirimkan karangan bunga dari bahan plastik,” jelasnya.

500 kartu undangan yang dicetak menggunakan kertas yang mudah terurai. Kemasannya pun dibuat menarik berbahan bambu. “Jadi bisa bermanfaat karena slongsong bambu ini bisa digunakan kembali sebagai tempat dupa,” terangnya. Di hari bahagianya ini, Gus Nara mempersunting Made Yaya Sawitri, putri pertama dari pasangan Made Sulastra - Luh Suartini asal Desa Seririt, Buleleng. “Saya ketemu saat sama-sama kuliah di Inggris. Pacaran sekitar 2 tahun, kebetulan pemikiran kita sama terkait penanganan sampah plastik. Bersamanya, saya juga dirikan sociopreneur Griya Luhu ini,” jelasnya.

Lebih detail dijelaskan, pernikahan minim sampah ini diawali dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. “Hari H, tidak ada botol plastik. Yang ada, kami siapkan sejumlah dispenser untuk tempat air, kopi dan teh. Gelasnya juga hanya gelas kaca dan keramik, tidak ada gelas plastik,” ungkapnya. Termasuk jajanan dan makanan, diutamakan produk lokal Bali seperti bantal, sumping, pasung, dan sejenisnya. “Jadi nanti sampahnya hanya berupa daun, yang mudah terurai dalam tanah. Tidak ada sampah plastik,” tegasnya. Untuk makanan, diutamakan yang tradisional seperti ayam jejeruk, sambel kukus dan sayur rebung bambu.

Untuk dekorasi, seperti kebanyakan pernikahan kekinian, Gus Nara juga menggunakan dekorasi alami berhiaskan bunga dan janur. Sementara terkait panel tenaga surya, dikatakan sudah terpasang sejak dua bulan lalu. Bahkan sudah digunakan sebagai sumber energi listrik untuk keperluan rumah tangga. “Dayanya 1.300 watt. Cukup untuk kebutuhan listrik rumah tangga. Untuk pernikahan ini, saya tambahkan lagi lima panel. Astungkara kuat, apalagi akan ada musik,” jelasnya tim Pokja Sampah Pemprov Bali ini.

Sejak dua bulan penggunaan panel, pembayaran listrik ke PLN menjadi hemat 50 persen, dari biasanya sekitar Rp 600.000 per bulan, kini hanya bayar beban. Gus Nara berjanji bersama pasangannya bahwa sumbangsih para tamu undangan berupa uang, sebagian akan didonasikan untuk perawatan Orang Utan korban kebakaran hutan di Kalimantan.

Untuk diketahui, Gus Nara bersama istri membentuk sosiopreneur Griya Luhu. Seperti namanya, Griya Luhu berarti Rumah Sampah yang membuat konsep Bank Sampah berbasis aplikasi. Bersama tujuh  temannya, pria kelahiran 23 Juni 1992 ini
gencar melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan rapat-rapat PKK.

Gus Nara melalui komunitasnya juga membuat sedotan organik berbahan bambu buluh. Dia yakin, sedotan bambu ini cukup potensial dipakai maupun dipasarkan di Bali. Namun demikian, goal utama dari Griya Luhu yang bernaung di bawah Mandara Riset Indonesia (MRI) ini untuk mengurangi peredaran sampah pipet plastik. *nvi

Komentar