nusabali

Berwisata Sembari Belajar Nyurat Aksara di Daun Lontar

  • www.nusabali.com-berwisata-sembari-belajar-nyurat-aksara-di-daun-lontar

Seribuan siswa SD dan SMP menggelar berwisata bersama dan belajar menulis (nyurat) aksara Bali di daun lontar di Objek Wisata Museum Pustaka Lontar, Banjar Dukuh, Desa Adat Dukuh Penaban, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, Sabtu (5/10) pagi.

AMLAPURA, NusaBali

Ida I Dewa Gede Catra sebagai tokoh penulis di daun lontar dengan sabar memberikan bimbingan, seluruh peralatan telah tersedia di tempat itu.

Rombongan berkekuatan 1.061 siswa yang datang, dalam waktu bersama, masing-masing berasal dari: SD Negeri 2 Karangasem sebanyak 73 sisa, SDN 10 Karangasem sebanyak 44 sisa, SDN 11 Karangasem sebanyak 56 siswa, dan SMPN 1 Amlapura sebanyak 888 siswa.

Rombongan SMPN 1 Amlapura misalnya dipimpin langsung Kasek I Komang Suweca, mengajak seluruh siswanya rekreasi sambil belajar sesuai tagline Museum Pustaka Lontar ‘Melajah Sambil Melali’. Setiba di Museum Pustaka Lontar, diterima Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Surya, memperkenalkan kondisi setempat, lengkap dengan fungsi-fungsi bangunan, misalnya bale Lantang untuk belajar menulis aksara Bali, kemudian ada lagi bale dengan ukuran lebih panjang untuk aktivitas pendidikan mengenal budaya Bali, dan sebagainya.

Siswa yang datang kemudian diajari majajahitan berbahan janur, menari, pesantian, tarik tambang, ekstra Pramuka, dan terakhir menulis aksara Bali di daun lontar.

Siswa dengan tekun menuntaskan program satu persatu, hingga paham seluruh materi yang diajarkan. "Ini mengisi kegiatan belajar di luar sekolah, usai menggelar penilaian tengah semester," jelas Kasek SMPN 1 Amlapura, I Komang Suweca.

Misalnya menulis aksara Bali di daun lontar yang sangat langka dan kesannya sulit diimplementasikan, diajari memulai dari pegang pisau (pengrupak), daun lontar hingga teknis menekan pisau, agar mampu menancapkan pisau hingga memunculkan aksara Bali.

Ida I Dewa Gede Catra yang mengajari, dengan teliti. Sebab, menulis itu lebih banyak dipengaruhi perasaan. Syukurnya Ida I Dewa Gede Catra pensiunan guru, mampu memahami karakter siswa. "Menulis di daun lontar tak usah takut salah. Setelah mengalami kesalahan, maka akan menghasilkan tulisan yang berkualitas. Terpenting berani mencoba," katanya.

Di samping itu siswa juga dapat pemahaman dari Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, tata cara mengolah daun lontar hingga siap pakai, jenis pisau digunakan, tempat menyimpan tulisan di lontar, dan cara merawatnya.

Juga ditayangkan film digitalisasi lontar yang telah dilakukan pihak Museum Pustaka Lontar. Di mana seluruh naskah dalam lontar direkam, kemudian disimpan dalam bentuk file. "Suatu saat lontar secara fisik hilang, bisa kembali disalin sesuai aslinya," jelas Jro Nengah Suarya.

Jro Nengah Suarya tak bosan-bosannya mengajak seluruh siswa yang berminat belajar menulis di daun lontar dan mengenali tata cara menulis di lontar. Sebab, hal itu merupakan budaya Bali yang paling utama. Penyelamatan naskha-naskah kuno bernilai sejarah, ada pada lontar. "Kita mesti menyelamatkan aset sejarah melalui memahami isi lontar," katanya. *k16

Komentar