nusabali

Dewan Minta Jangan Semua Kos Disamakan

Perlu Ada Klasifikasi Sebelum Rumah Kos Kena Pajak

  • www.nusabali.com-dewan-minta-jangan-semua-kos-disamakan

Eksekutif juga diminta fokus terhadap pajak akomodasi wisata seperti vila dan sejenisnya yang disinyalir masih banyak tak berizin.

MANGUPURA, NusaBali

Rencana pemerintah menjaring lebih banyak lagi wajib pajak (WP) khususnya rumah kos mendapat tanggapan dari kalangan dewan. Wakil rakyat menilai perlu ada klasifikasi sebelum mengenakan pajak, sebab di lapangan ada rumah kos yang hanya bertarif Rp 250 ribu per bulan, sehingga dinilai memberatkan bagi pemilik.

“Kalau dipukul rata semua rumah kos kena pajak 10 persen, ini akan mematikan peluang usaha bagi masyarakat kecil. Biarkan masyarakat berkembang, masa kos dengan harga sewa Rp 250 ribu per bulan kena pajak,” kata Wakil Ketua DPRD Badung I Wayan Suyasa, Jumat (4/10) kemarin.

Pihaknya setuju semangat pemerintah untuk menggali potensi pendapatan demi mendongkrak PAD dan APBD Badung, namun harusnya ada klasifikasi rumah yang akan dikenakan pajak. “Jangan semua disamakan, misalnya rumah kos yang di atas Rp 500 ribu per bulan atau yang setara dengan hotel, baru bisa dikenakan pajak,” kata Suyasa.

Politisi Partai Golkar asal Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi ini, justru meminta supaya eksekutif fokus terhadap pajak akomodasi wisata seperti vila dan sejenisnya yang disinyalir masih banyak tak berizin. Padahal, ungkapnya, cukup menjamur di Kabupaten Badung. “Menurut saya, maksimalkan dulu itu (pajak vila dan hotel, red) daripada memungut rumah kos,” saran Suyasa.

Pihaknya khawatir, bila rumah kos yang kecil-kecil justru gulung tikar karena harus dikenakan pajak. “Makanya, perlu dipikirkan lagi. Buat klasifikasi rumah kos yang akan kena pajak,” tegasnya.

Ketua DPRD Badung I Putu Parwata juga menegaskan walau niat pemerintah baik, namun pihaknya meminta agar ada kajian secara mendalam. “Inisiatif ini baik tetapi mungkin harus melakukan kajian yang tepat. Berapa jumlah potensi dan seberapa potensi pajak kita akan dapat. Supaya tidak besar pasak daripada tiang. Perangkat kita siapkan tapi potensi tidak maksimal atau terlalu kecil, mubazir,” katanya.

Nah, sekarang justru yang paling penting adalah mendata potensi pajak hotel dan restoran di tingkat desa. Karena di desa pasti memiliki data lengkap akomodasi wisata, sehingga instansi terkait harus menyinkronkan data antara desa setempat dan instansi terkait. Dengan memaksimalkan pendataan itu, diharapkan tidak ada lagi yang namanya kebocoran pajak.

“Sebaiknya fokus terhadap potensi pajak yang sudah ada, sambil jalan mengkaji potensi pajak rumah kos,” tukas Parwata.

Sementara, Kepala Badan Pendapatan dan Pasedahan Agung Kabupaten Badung I Made Sutama, mengatakan pengenaan pajak rumah kos telah diatur dalam Perda Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Pada Pasal (1) point 8, tersurat rumah kos merupakan bagian dari hotel. Makanya, rumah juga dikenakan pajak. “Rumah kos di atas 10 kamar kita samakan dengan hotel. Makanya, kita kenakan pajak sama dengan pajak hotel sebesar 10 persen,” katanya. “Sampai sekarang, kalau dihitung keseluruhan sudah 198 rumah kos yang telah kita kenakan pajak, dimana 63 diantaranya baru kami data tahun 2019,” ungkap Sutama.

Disinggung terkait apakah memungkinkan untuk dibikin klasifikasi rumah kos yang akan dikenakan pajak, Sutama menjawab dengan normatif, jika tidak ada perbedaan pengenaan pajak terhadap rumah kos. “Jika dari awal ijinnya rumah kos, maka wajib bayar pajak,” tegasnya. *asa

Komentar