nusabali

Dewan Soroti OPD Penghasil Tak Maksimal

  • www.nusabali.com-dewan-soroti-opd-penghasil-tak-maksimal

Komisi I dan III DPRD Tabanan menilai kinerja OPD penghasil, terutama Badan Keuangan Daerah tidak ada inovasi, monoton, dan loyo.

TABANAN, NusaBali

Komisi I dan III DPRD Tabanan menggelar rapat kerja gabungan, Selasa (1/10). Pada rapat kerja itu, dewan menyoroti OPD unit penghasil, terutama Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) yang kinerjanya dinilai tidak memiliki inovasi dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD). Bahkan dewan menilai OPD unit penghasil ‘loyo’.

Anggota Komisi I DPRD Tabanan I Gusti Nyoman Omardani menilai OPD unit penghasil tidak memiliki inovasi, hanya kerja monoton dan loyo. Pasalnya selama ini tidak ada terobosan baru dalam kinerja untuk meningkatkan PAD. “Kalau terus seperti ini, tahun depan kondisi PAD pasti tidak berubah,” ujarnya.

Dikatakan jika ada regulasi yang menghambat dalam peningkatan PAD, harus disampaikan ke dewan supaya bisa sama-sama mencari solusi dan penyelesaian. Sehingga keran-keran baru dan terobosan bisa dilakukan. “Ini kan sama sekali mereka tidak ada yang melapor, bekerja hanya berkutat di wajib pajak (WP) yang sudah ada, monoton sekali kerjanya, loyo mereka gak ada inovasi apapun,” tandasnya dalam rapat tersebut.

Oleh karena itu agar tak terkesan omong kosong, tahun depan harus ada terobosan baru dalam peningkatan PAD. Terutama dalam membuka keran-keran baru untuk menambah PAD.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua DPRD Tabanan Made Dirga yang saat itu memimpin rapat kerja. Dirga juga menilai OPD penghasil tidak memiliki inovasi, sehingga kinerja menjadi kurang maksimal. “Mengatasi ini (PAD) tak maksimal, kami akan buat pansus (panitia khusus),” tegas Dirga.

Terkait hal tersebut, Kepala Bakeuda Tabanan Dewa Ayu Sri Budiarti mengaku telah bekerja maksimal. Dan Bakeuda bukan satu-satunya penghasil PAD. “Kami tiap hari turun mendata wajib pajak baru. Dari data  

2018 yang sebelumnya hanya 375 wajib pajak, sekarang ada peningkatan sampai 450 wajib pajak,” tegasnya.

Diakuinya dari sembilan pajak retribusi yang menjadi ranah Bakeuda, hanya PBB yang belum memenuhi target. Hal tersebut karena pembayaran pajak bagi perusahaan yang nilainya dua juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah ke atas terkadang memerlukan regulasi dan persetujuan dari pusat.

“Untuk membayar PBB, perusahaan ini biasanya mengoptimalkan uangnya untuk operasionalnya terlebih dahulu, dan PBB dibayar di akhir tahun seperti bulan November dan Desember. Kami yakin akhir tahun terpenuhi untuk realisasi target pendapatan PBB,” tandasnya.

Untuk diketahui, pajak daerah di 2019 ditargetkan Rp 105.593.392.500, namum realisasi pada 25 September 2019 hanya sebesar Rp. 67.450.816.423. *des

Komentar