nusabali

Sebagai Rangkaian Upacara Ngaben, Krama di Rantau Wajib Pulang

Tradisi Ritual Nyepi Desa Kembali Dilaksanakan Desa Adat Cempaga, Kecamatan Banjar, Buleleng

  • www.nusabali.com-sebagai-rangkaian-upacara-ngaben-krama-di-rantau-wajib-pulang

Nyepi Adat ini merupakan kelanjutan prosesi pangabenan di Desa Adat Cempaga, yang bermakna sebagai pembersihan wilayah sebelum Karya Agung Mawayon (Ida Batara Turun Kabeh)

SINGARAJA, NusaBali

Desa Adat Cempaga, Kecamatan Banjar, Buleleng melaksanakan Nyepi Desa pada Radite Paing Matal, Minggu (29/9). Nyepi Desa dilaksanakan secara berkala saat Tilem Katiga nemu tri wara Beteng, sebagai rangkaian upacara ngaben bagi krama Desa Adet Cempaga. Saat Nyepi Desa, seluruh krama yang bekerja di luar desa wajib cuti dan harus pulang ke Desa Cenpaga.

Pelaksanaan Sipeng (Catur Brata Penyepian) dalam Nyepi Desa di Desa Adat Cempaga ini dilaksanakan full 24 jam, mulai Minggu pagi pukul 06.00 Wita hingga Senin (30/9) pagi pukul 06.00 Wita. Selama itu pula arus lalulintas rute Desa Cempaga-Desa Temukus ditutup total.

Seluruh rangkaian Nyepi Desa di Desa Adat Beteng sudah dimulai sejak Sabtu (28/9) bertepatan dengan Tilem Katiga yang nemu tri wara Beteng. Tujuan Nyepi Adat sama dengan Nyepi Tahun Baru Saka yang dilaksanakan setahun sekali sehari pasca Tilem Kasanga. Bedanya, ritual pangrupukan untuk Nyepi Desa ini dilaksanakan subuh pukul 05.00 Wita, hanya 1 jam sebelum Sipeng (pelaksanaan Catur Brata Penyepian).

“Setelah pangrupukan, dilakukan Catur Brata Penyepian, yakni Amati Gni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), Amati Lelaguan (tidak bersenang-senag atau mengumbar hawa nafsu). Saat inilah leluhur yang diabenkan sudah distanakan sebagai Dewa Hyang dan pembersihan wilayah berlangsung,” ungkap Bendesa Adat Cempaga, I Nyoman Dira, saat ditemui NusaBali di Pura Segara Labuan Aji, Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Sabtu malam.

Menurut Nyoman Dira, saat Nyepi Desa berlangsung, seluruh krama Desa Cempaga diwajibkan melakukan Catur Brata Penyepian, baik Krama Negak (Ulu Desa, Ulu Deha), Krama Ngarep (krama yang dilihat dari struktur perkawinan), Krama Dandan (pendatang yang sudah berdomisili dan medesa adat), Krama Tamiu (pendatang yang sudah berdomisili namun tidak masuk desa adatd), maupun Tamiu (pendatang yang hanya tinggal sementara).

Seluruh aktivitas juga dihentikan, termasuk kegiatan di lembaga pemerintahan dan sekolah yang ada di Desa Cempaga. Krama yang bekerja di luar desa diwajibkan meminta cuti atau izin di tempatnya bekerja saat Nyepi Adat. “Jalan di perbatasan juga kami tutup, tentunya setelah berkoordinasi dengan Catur Desa, pihak kecamatan, dan Polsek Banjar,” papar Nyoman Dira.

Menurut Nyoman Dira, tradisi Nyepi Desa sudah dilakukan Desa Adat Cempaga secara turun temurun. Nyepi Desa merupakan rangkaian dari upacara pangabenan krama setempat. Tradisi ini hanya dilakukan pada Tilem Katiga yang bertepatan jatuh pada Beteng. Karenanya, tradisi ini tidak dapat ditentukan pelaksanaannya secara berkala. Desa Adat Cempaga terakhir kali sebelumnya melaksanakan tradisi Nyepi Adat 2 tahun lalu.

“Nyepi Adat ini merupakan kelanjutan proses pangabenan di Desa Adat Cempaga. Ini juga bermakna sebagai prosesi pembersihan wilayah sebelum Karya Agung Mawayon atau Ida Batara Turun Kabeh,” jelas Nyoman Dira.

Nyoman Dira menyebutkan, Nyepi Desa dikaitkan dengan rangkaian pangabenan krama setempat, karena menurut dresta, pangabenan di Desa Adat Cempaga tidak langsung diselesaikan hingga nganyut (membuang abu ke laut), ngulapin (upacara menjemput kembali roh), dan maajar-ajar (nyegara gunung).

Menurut Nyoman Dira, seluruh krama di Desa Adat Cempaga yang meninggal dan diabenkan keluarganya, baik ngaben pribadi maupun ngaben massal, hanya sampai upacara di setra. Setelah itu, prosesi lanjutan seperti ngayut, ngulapin, dan nyegara gunung baru dilakukan saat Nyepi Desa. “Jadi, setiap krama yang akan melakukan pangabenna, harus meminta izin dulu kepada prajuru desa, apakah ada peluang dan dewasa ayu atau tidak?” tandas Nyoman Dira yang sudah puluhan tahun jadi Bendesa Adat Cempaga.

Sementara itu, rangkaian Nyepi Desa di Desa Adat Cempaga kali ini diawali pada Tilem Katiga, Sabtu pagi pukul 07.00 Wita. Saat itu, krama lanang (laki-laki) bertugas ngamedalang raja duwe (Sesuhunan Ida Batara), melaksanakan upacara prayascita, dan mebat bawi (memotong babi). Sedankan krama istri (perempuan) bertugas membuat makanan dan persiapan upacara hingag pecaruan di Pura Kahyangan Tiga.

Setelah seluruh upacara di desa usai, pada pergantian waktu sore ke petang, krama bergerak ke Pura Segara Labuan Aji yang berlokasi di Desa Temukus untuk melaksanakan persembahyangan bersama dan upacara matelah-telah (panganyutan) di tepi pantai. Prosesi ini berlangsung hingga tengah malam. Saat itu pula, krama dan prajuru adat melangsungkan ritual ngulapin untuk mereka yang sudah meninggal dan diabenkan, lalu dibawa pulang untuk distanakan di Pura Bale Agung.

Kemudian, rangkaian upacara berlanjut ke masing-masing pekarangan rumah krama, dengan ritual pangrupukan (pecaruan), 1 jam sebelum pelaksanaan Catur Brata Penyepian. *k23

Komentar