nusabali

Menanti Kebijakan Hayati Taman Hotel

Krisis Tanaman Upakara Sulit Dibendung

  • www.nusabali.com-menanti-kebijakan-hayati-taman-hotel

Lanskap atau kebun hotel, jangan hanya sekadar tanaman untuk hiasan semata. Tetapi tanaman yang mempunyai fungsi upakara.

DENPASAR, NusaBali
ALIH fungsi lahan yang  semakin masif, menjadikan Bali mengalami krisis tumbuh-tumbuhan, termasuk bahan upakara. Karena sawah, tegalan, bet (tetumbuhan bebas,Red), teba (halaman belakang rumah), pangkung, jurang hingga ambal-ambal pekarangan kian terkikis untuk berbagai kepentingan.

Padahal lahan sawah, tegalan, dan lainnya yang ‘bebas’ tersebut adalah ruang tempat tumbuhnya segala macam tanaman, tentunya juga aneka tumbuhan upakara keagamaan di Bali. “Fenomena ancaman kelangkaan tumbuhan bahan upakara itu makn terasa,” ujar I Ketut Sumadi, akademisi dari IHDN Denpasar, Jumat (27/9).

Dia mencontohkan aneka ragam buah kelapa upakara, mulai dari yang disebut Nyuh Udang, Nyuh Gading, Nyuh Bulan, Nyuh Sudamala, Nyuh Mulung, Nyuh Rangda dan jenis-jenis Nyuh spesifikasi yang merupakan bahan upakara. “Nyuh- nyuh itu kan sudah agak susah kita jumpai secara leluasa,” ujar Direktur Pascasarjana IHDN asal Banjar Batuyang, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, Gianyar.

Kata dia, itu baru satu jenis dari tumbuhan keluarga palma. Anggota lainnya, buah kinang/Punyan Buah, Jake (enau), pohon Peji, Rontal dan yang lain. Belum lagi  jenis tumbuhan bebali  lainnya. Di antaranya Beringin, Nagasari, Sokasti, Rijasa, Intaran Canging, Delundung, Majegau, Sandat, Cempaka. Termasuk  jenis tumbuhan keseharian, jenis- jenis pisang sudah termasuk sebagai tanaman langka, khususnya di perkotaan.

Kelangkaan jenis-jenis tetumbuhan tersebut, kata Sumadi, itu lah persoalan ke depan bagi Bali di

balik semakin penyusutan sumber daya hayati. Karena tanaman tersebut, apa itu buah, daun, batang dan bagian lainnya, merupakan material atau bahan upakara. Artinya aneka tumbuhan tersebut mesti tetap terjaga keberadaannya.

Padahal jenis tanaman upakara, bukan sekedar keberadaan benda-nya saja. Tetapi juga ada makna dan spirit atau perlambang dibalik itu. Misalnya Nyuh Brahma, dipakai sebagai sarana panglukatan, membersihkan kekotoran diri secara niskala. “Itu kan ada dalam lontar Taru Pramana,”  ujarnya.

Untuk menyiasati itu, Sumadi menyarankan kawasan kawasan hotel atau resort, vila dan lainnya, bisa menjadi pengganti  lahan yang hilang. Para pemilik usaha itu alangkah baik menyediakan ruang menanam tumbuhan upakara.  “Hotel atau industri pariwisata lainnya, mesti menjadi pelestari dari aneka jenis tanaman upakara,” kata Sumadi.

Lanskap atau kebun hotel, jangan hanya sekadar tanaman untuk hiasan semata. Tetapi tanaman yang mempunyai fungsi upakara. Untuk palma atau palem, yang ditanam sebaiknya jenis- jenis nyuh atau kelapa upakara. Bukan jenis palem lain, yang hanya berfungsi sebagai hijauan semata. Hal ini akan saling bermanfaat. Hotel atau industri pariwisata membutuhkan kelestarian ekosistem sosial budaya dan keagamaan di lingkungannya. Sebaliknya krama di lingkungan membutuhan tetumbuhan upakara, pada saat lahan habitat tumbuhan semakin menyusut. “Jadi bisa dibangun hubungan saling membutuhkan. Partisipasi hotel, bisa dalam bentuk punia dalam konteks ini. Menjalin hubungan yang saling membutuhkan antara masyarakat dan hotel atau industri pariwisata terkait pelestarian tanaman untuk banten di Bali dinilai positif kalangan sulinggih. “Kalau memang positif, kenapa  tidak,” ujar Ida Pedanda Istri Putri Jelantik Kemenuh dari Griya Kemenuh Tri Gading, Banjar Tegehe, Buleleng.

Hanya saja, perlu diseriusi lebih jauh, dalam bentuk yang lebih nyata. Apa itu dalam perjanjian, atau barangkali dengan perangkat aturan lain. Karena bagaimana pun hotel maupun industri pariwisata kan juga punya ketentuan, menyangkut privasi, keamanan dan lainnya. “ Kan tidak sembarangan bisa langsung memetik, begitu misalnya,” ujar Ida Pedanda. Selain itu, hotel tentu juga punya ketentuan soal pemanfaatan lahan untuk perkebunan, sebagai palemahan untuk  melestarikan tanaman untuk banten. “Jadi perlu ada pengaturan lebih jauh, agar jelas,” ujar Ida Pedanda. *nt

Komentar