nusabali

Atraksi Rejang Kesari 400 Penari Meriahkan Festival Jatiluwih III 2019

  • www.nusabali.com-atraksi-rejang-kesari-400-penari-meriahkan-festival-jatiluwih-iii-2019

Festival Jatiluwih III 2019 di Amphiteater D'Uma Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, 20-22 September, telah dibuka resmi, Jumat (20/9) pagi.

TABANAN, NusaBali

Pembukaan Festival Jatiluwih III 2019 dimeriahkan atraksi kolosal Tari Rejang Kesari dengan melibatkan 400 penari. Pembukaan Festival Jatiluwih III 2019, Jumat pagi pukul 10.00 Wita, dilakukan oleh  Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerja Sama Pariwisata, Prof Dr Ir I Gede Pitana MSc. Selain Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, acara pembukaan dihadiri pula Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Benny Susianto, Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama, Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga, Wakil Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, dan undangan VIP lainnya.

Sebelum festival Jatiluwih III dibuka resmi, lebih dulu dipentaskan atraksi kolosal ‘Tari Rejang Kesari 400 Penari’, yang melibatkan para penari dari ibu-ibu PKK Desa Jatiluwih (150 orang) dan desa-desa wilayah Kecamatan Penebel lainnya (250 orang). Selain itu, ada juga beberapa penari remaja dari kalangan siswi SMA/SMK.

Pantuan NusaBali, atraksi kolosal ‘Tari Rejang Kesari 400 Penari’ tersebut dilakukan di jalur tracking DTW Jatiluwih. Seluruh penari mengenakan busana kebaya dan kain (kamben) warna kuning, lengkap dengan selendang warna putih.

Hiasan rambut bagi penari yang sudah berumah tangga (ibu-ibu PKK) memakai sanggul, dilengkapi 5 untai padi yang diikat benang tri datu dan bunga sandat, sebagai filosofi hijaunya padi. Sedangkan untuk para penari remaja, rambutnya dipusung oncer dengan dilengkapi 5 ikat untai padi dan bunga sandat asli.

Atraksi kolosal ‘Tari Rejang Kesari 400 Penari’ ini memang dipentaskan untuk memuliakan Dewi Sri, manifestasi lambang kesuburan. Para penari dibagi tiga kelompok di mana mereka menari dari sisi utara, timur, dan selatan. Mereka menari dengan menyusuri jalur tracking DTW Jatiluwih. Bahkan, Bupati Putu Eka Wiryastuti juga ikut berbaur menirukan gerakan Tari Rejang Kesari, meski tidak mengenakan busana serba kuning. Bupati Eka Wiryastuti meliuk-liuk bersama Kepala Ke-jaksaan Negeri (Kajari) Tabanan, Ni Wayan Sinaryati.

Setelah atraksi Tari Rejang Kesari berlangsung selama 15 menit, barulah Festival Jatiluwih III 2019 dibuka secara resmi oleh Prof Dr Gede Pitana, akademisi dari Falkultas Pertanian Unud asal Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Tabanan selaku Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerja Sama Pariwisata.

Bupati Putu Eka Wiryastuti mengatakan, Tari Rejang Kesari dipentaskan saat pembukaan Festival Jatiluwih III 2019, sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada Dewi Sri yang sudah memberikan kesejahteraan umat tidak hanya di Tabanan, tapi juga seluruh Bali. "Jadi, ini simbol rasa syukur yang kita tampilkan dengan tarian yang menunjukkan seni dan budaya," ujar Eka Wiryastuti.

Eka Wiryastuti menyebutkan, Festival Jatiluwih III akan berlangsung selama tiga hari hingga 22 September 2019, dengan menampilkan berbagai potensi pertanian, mulai dari produk olahan pertanian, sajian kuliner, hingga aktivitas panen tradisional dan pengolahan lahan pertanian secara tradisional.

“Mari kita jadikan event ini sebagai wahana untuk upaya pelestarian, wahana peningkatan produktivitas berbagai sektor, wahana promosi dan memperkenalkan DTW Jatiluwih sebagai salah satu destinasi wisata menarik yang ada di Kabupaten Tabanan. Selain itu, kita jadikan event ini sebagai wahana pemberdayaan dan mensejahterakan masyarakat,” tandas Srikandi PDIP asal Banjar Tegeh, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti yang sudah dua periode menjabat Bupati Tabanan ini.

Dalam kesempatan itu, Eka Wiryastuti atas nama Pemkab Tabanan beserta seluruh masyarakat Tabanan, mohon kepada Kemeterian Pariwisata agar mempromosikan Festival Jatiluwih ini untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.

Sementara itu, Prof Dr Gede Pitana menyatakan Festival Jatiluwih III 2019 bertema ‘Memuliakan Dewi Sri’ ini sudah lebih bagus dari festival sebelumnya. Ini dilihat dari kererlibatan masyarakat yang semakin kompak. Selain itu, manajemen festival juga lebih rapi dibandingkan dua kali hajatan sebelumnya yang terkesan masih amburadul.

Prof Pitana menilai pameran maupun stand kuliner di festival Jatiluwih III juga semakin profesional dan telah memenuhi standar untuk skala pariwisata. "Ini jauh lebih baik dari sebelumnya, bahkan bisa jadi ‘Top Ten Indonesia’," puji Prof Pitana.

Menurut Prof pitana, peningkatan kualitas pelaksanaan festival sebagai ajang promosi ini terjadi karena masyarakat setempat merasakan pariwisata telah memberi banyak manfaat bagi mereka. "Minggu lalu saya datang melihat situasi baik subak, banjar, desa adat, maupun petani individual di Jatiluwih ini. Mereka semua mendapat manfaat langsung dari ekonomi pariwisata. Mereka mulai merasakan bahwa pariwisata adalah masa depan mereka," terang mantan Mahasiswa Teladan Unud 1980-an ini.

Meski demikian, Prof Pitana juga melihat masih ada sejumlah hal yang perlu dibenahi dalam Festival Jatiluwih ini. Salah satunya, keberadaan Patung Dewi Sri berbahan bambu yang berdiri di tengah kawasan DTW Jatiluwih. Menurut dia, patung Dewi Sri kurang tinggi untuk bisa dilihat dari kejauhan. "Harusnya diberi tatakan bawahnya, sehingga Patung Dewi Sri lebih tinggi dan terlihat dari kejauhan untuk menarik rasa penasaran wisatawan dari jauh," saran salah satu putra terbaik Bali yang digadang-gadang layak jadi calon Menteri Pariwisata dalam Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin 2019-2024 ini. *des

Komentar