nusabali

Hutan Bermasalah, Sungai di Jembrana Mengering

  • www.nusabali.com-hutan-bermasalah-sungai-di-jembrana-mengering

Setiap musim kemarau, debit air sungai-sungai di Kabupaten Jembrana mengalami penurunan.

NEGARA, NusaBali

Kekeringan yang sangat berdampak terhadap kelangsungan pertanian itu juga sangat berkaitan dengan hutan lindung di Jembrana, yang masih banyak dirabas secara liar untuk dijadikan kebun (awen).  Sedangkan ketika musim hujan, kerusakan yang terjadi di hutan itu juga menjadi pemicu banjir.

Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, dan Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Jembrana I Wayan Widnyana, saat dikonfirmasi berkenaan kekeringan sungai di Jembrana, Rabu (18/9), menyatakan sumber air di Jembrana semuanya bersumber dari hutan. Jembrana sebagai wilayah paling buncit di ujung Barat Bali, kondisi topografis dan tanahnya juga berbeda dibanding daerah lain. Selain tidak memiliki tempat penampungan air secara alami berupa danau, daerah resapan air di Jembrana juga sangat minim. “Kalau air kita di Jembrana, semua bersumber dari hutan. Daerah resapan kita sedikit. Beda dengan Tabanan. Kalau Tabanan, daerah resapan kan luas,” ujarnya.

Di samping kondisi resapan air yang tidak begitu luas, sambung Widnyana, kekeringan sumber air di Jembrana juga sangat dipengaruhi masalah pengawen. Dimana, akibat pohon-pohon besar di hutan yang ditebang untuk membuat lahan perkebunan, yang kemudian ditanami seperti pisang, jeruk, durian, manggis, dan tanaman kebun lainnya, akhirnya membuat tidak ada pasokan air dari akar-akar pohon besar yang berfungsi untuk menampung air. Dampak ini juga dirasakan para warga yang mengandalkan air dari hutan, sehingga mengalami krisis air setiap musim kemarau.

“Tidak bisa dipungkiri, kalau hutan kita bermasalah. Terutama di daerah barat, sangat bermasalah. Satu sisi, kita andalkan air dari hutan, tetapi karena hutan rusak, ya akhirnya setiap musim kemarau, tidak ada air. Pas musim hujan, malah terjadi banjir,” ucapnya.

Pada musim kemarau seperti saat ini, kata Widnyana, dari 62 bendung di Jembrana, hampir semuanya tidak ada air. Begitu juga di bendungan, yakni Bendungan Palasari dan Bendungan Benel, debit airnya juga jauh menurun. “Jelas bendung-bendung kekeringan, karena memang tidak ada air dari hulu. Karena tidak ada air, petani tidak bisa turun menanam. Mungkin saat masa tanam pertama, hampir semua bisa turun menanam. Masa tanam kedua, sudah hanya sebagian yang turun. Begitu yang ketiga, sama sekali sudah tidak bisa turun menanam. Apalagi di daerah barat, yang hutannya sangat bermasalah,” jelas Widnyana.

Menurutnya, dalam kaitan persoalan hutan, sudah tidak ada wewenang dari kabupaten. Wewenang penuh ada di provinsi dan pusat. Selama ini, pihaknya di Pemkab Jembrana hanya berkoordinasi. *ode

Komentar