nusabali

MUTIARA WEDA: Definisi Agama

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-definisi-agama

Disebut dengan agama karena muncul dari mulut Sambhu, kemudian masuk ke telinga Girija dan disetujui oleh Vasuveda.

āgatang sāmbhuvaktrebyah gatancha girijā mukhe,

matancha vāsudevena tasmādāgama uchyate.
(Agamadvaitanirnaya)

TANTRA sastra mendifinisikan agama sebagai agata, gata dan mata. Agata artinya ajaran yang disampaikan langsung oleh Siva, Dia yang menjawab semua pertanyaan Parvati. Gata artinya ajaran yang disampaikan tersebut didengar langsung oleh Girija (Parvati), Dia yang bertanya. Mata artinya apa yang disampaikan oleh Siva dan apa yang didengar oleh Parvati itu disetujui oleh Vishnu. Itulah definisi agama. Dalam posisi ini, Siva adalah guru sementara Parvati sebagai murid. Tetapi, jika dibalik, Parvati yang menyampaikan ajaran, menjawab pertanyaan, sementara Siva bertanya dan mendengarkan ajaran itu serta Vishnu menyetujuinya disebut dengan nigama (nirgata, gata, dan mata). Jadi Tantra Sastra itu terdiri dari dua kitab utama, yakni agama dan nigama. Keduanya mengandung ajaran yang dapat dijadikan sebagai pembimbing para sadhaka (penekun spiritual) untuk mencapai Realisasi Diri.

Apa saja topik yang dibahas di dalam agama? Menurut Varahi tantra disebutkan ada tujuh topik utama, yakni penciptaan alam semesta (srsti), penghancuran alam semesta (pralaya), pemujaan kepada para Deva (devatanamarcanam), latihan spiritual (sadhana), ritual (purascarana), enam kekuatan magis (satkarma), dan meditasi (dhyanayoga). Mari pembahasan ini fokuskan pada definisinya saja. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kitab-kitab agama juga termasuk sruti seperti halnya Veda. Mengapa? Karena teks ini disampaikan langsung oleh Siva, Hyang Maha Kuasa. Teks ini termasuk wahyu, tidak hadir dalam bentuk pemikiran mendalam dari seorang Muni, melainkan Tuhan langsung yang menyampaikannya.

Teks ini juga sangat kuno, dan tidak tertutup kemungkinan sama kunonya dengan Trayi Veda yang dibawa oleh bangsa Arya, atau bahkan bisa lebih awal. Sepertinya teks ini penggunaannya tersebar di wilayah India Selatan termasuk di sebagian besar Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kitab agama di wilayah nusantara. Bahkan beberapa praktisi spiritual nusantara ada yang menyebut bahwa agama itu awalnya muncul dari tanah nusantara dan kemudian menyebar ke seluruh wilayah sekitarnya sampai India dan Tibet. Apa dasarnya? Para penekun spiritual ini tidak memberikan bukti sebagaimana arkeolog atau antropolog berikan. Mereka hanya mengatakan itu berdasarkan pengalaman spiritualnya langsung. Ada dari mereka yang mengatakan bahwa informasi tersebut dapat digali dari penyelidikannya langsung terhadap pertiwi. Melalui teknik tertentu, secara cipta, ia masuk ke dalam bumi dan kemudian melakukan penelusuran atau singkatnya bertanya kepada pertiwi mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu.

Sementara penekun yang lain dengan teknik yang berbeda mengatakan bahwa tanah nusantara merupakan cikal bakal dari ajaran Tantra dan menyebar ke seluruh pelosok beserta dengan ketinggian budayanya. Teknik yang mereka gunakan adalah dengan mewadahi spirit zaman kuno. Mereka mampu mengakses spirit tersebut dan kemudian spirit itu yang bicara langsung mengenai kejadian di masa lalu. Sementara ada juga yang dari mereka yang menggunakan teknik pembacaan sejarah. Semua kejadian di masa lalu tersimpan di dalam memori alam semesta. Mereka yang menggunakan teknik ini mampu membuka memori tersebut dan kemudian membacanya secara detail. Namun, semua ini tentu tidak bisa memuaskan mereka yang tidak mampu mengaksesnya secara pribadi. Pengalaman pribadi yang bersifat rahasia ini tidak bisa dijadikan sebagai bukti oleh semua orang. Namun, apapun itu, paling tidak ada wacana seperti itu yang nantinya bisa memantik niat orang untuk melakukan penyelidikan secara mendalam tentang hal ini.

Uniknya, kata ‘agama’ ini kemudian diadopsi menjadi bahasa Indonesia sebagai terjemahan dari ‘religion’. Sehingga, apapun sistem ajaran yang berada di bawah naungan religion disebut dengan agama, seperti agama Islam, agama Kristen, agama Buddha, agama Hindu, dan agama Konghucu. Jika mengacu pada akar dari ‘agama’ itu sepertinya mengalami perluasan makna. Siva tidak saja dimaknai dari tradisi awalnya, melainkan lebih luas dengan lintas tradisi dan budaya. Hal ini sesuai dengan diktum ‘ekam sadviprah bahuda vadanti’, pada prinsipnya kebenaran itu adalah satu (yakni Siva, pen..), hanya para Muni lah menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar