nusabali

Indonesia Terancam Krisis

Ekonomi Global Hadapi Perlambatan

  • www.nusabali.com-indonesia-terancam-krisis

Neraca perdagangan Indonesia  mencatatkan yang terburuk sepanjang sejarah. Ditambah kondisi sekarang, ketika banyak negara protektif terhadap pasarnya sebagai antisipasi perlambatan ekonomi global.

JAKARTA, NusaBali
Head of Research Data Indonesia Herry Gunawan menilai, ekonomi Indonesia berisiko tinggi dan terjadi krisis dalam menghadapi efek dari perlambatan ekonomi global. Apalagi berbagai indikator ekonomi juga mengalami kelesuan. Akibatnya, tekanan dari perekonomian global akan sangat mudah memberikan efek negatif.

Kondisi perlambatan perekonomian global, antara lain terjadi akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China yang hingga saat ini masih berlangsung. “Indonesia sangat mudah terpengaruh, karena daya tahan di dalam negeri juga lemah,” ujar Herry, dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (17/9).

Dia menjelaskan, yang berpeluang terpukul pertama adalah ekspor Indonesia. Saat ini saja, kinerja perdagangan internasional Indonesia belum menggembirakan. Pada Agustus 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa ekspor Indonesia yang sebesar 14,28 miliar dolar AS turun 9,99 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Secara kumulatif, yaitu Januari-Agustus 2019, turun 8,28 persen dibandingkan periode serupa tahun sebelumnya.

“Bahkan pada April 2019, neraca perdagangan Indonesia  mencatatkan yang terburuk sepanjang sejarah. Ditambah dalam kondisi sekarang, ketika banyak negara protektif terhadap pasarnya sebagai antisipasi perlambatan ekonomi global, kondisinya bisa makin buruk,” ujar Herrykepada Republika.co.id.

Akibat nyata dari kondisi yang dihadapi sekarang, Herry memaparkan, indeks manufaktur Indonesia mengalami penurunan yang cukup tajam. Pada Agustus, posisinya sebesar 49,0 dari 49,6 di bulan selanjutnya.

“Data itu menunjukkan bahwa kondisi industri manufaktur Indonesia sedang sangat lesu,” ujar Herry Gunawan.

Selain itu, Herry juga menyampaikan bahwa tekanan terhadap perekonomian bukan hanya datang dari neraca perdagangan yang buruk sehingga pada akhirnya menurunkan kualitas neraca pembayaran, tetapi juga posisi keuangan pemerintah yang kurang menggembirakan. Realisasi penerimaan negara hingga Juli 2019 hanya 49 persen dari total target. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sudah mencapai 52 persen.

Lemahnya penerimaan ini, Herry Gunawan pun menegaskan, sangat mempengaruhi kas pemerintah atau yang biasa disebut dengan keseimbangan primer (primary balance). Sejak 2012, keseimbangan primer sudah minus. Keseimbangan primer sendiri adalah penerimaan dikurangi belanja tanpa memasukkan pembayaran utang.

“Dengan kantong (pemerintah) yang minus itu, jalan yang mungkin diambil pemerintah adalah utang baru dan menurunkan subsidi,” ungkap Herry.

Upaya lain untuk menambal kas yang negatif tersebut, Herry menjelaskan adalah dengan berutang. Hingga Juli 2019, utang pemerintah pusat sudah mencapai Rp 4.604 triliun. Sebagian besar, yaitu 83 persen dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). *

Komentar