nusabali

Sejarah Perang Jagaraga Dikaji Ulang

Monumen Jagaraga Kurang Pemandu Wisata

  • www.nusabali.com-sejarah-perang-jagaraga-dikaji-ulang

Monumen Perang Jagaraga yang berlokasi di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan Buleleng yang berdiri kokoh sejak dua tahun silam ternyata masih sepi pengunjung.

SINGARAJA, NusaBali

Salah satu penyebab minimnya kunjungan tersebut karena masih nihilnya guide yang dapat memandu wisatawan saat berkunjung disana. Hal tersebut pun muncul dalam Fokus Group Discusion (FGD) dari Tim Kajian Sejarah Bali di Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Senin (16/9) kemarin.

Monumen Perang Jagaraja yang dilengkapi dengan ikon patung I Gusti Ketut Djelantik dan Jro Jempiring pemimpin pasukan saat melawan gempuran Belanda di Buleleng, sejauh ini sudah ditetapkan sebagai Daya Tarik Wisata (DTW) sejarah di Buleleng. Hanya saja dari hasil pengkajian oleh tim Pemerintah Provinsi Bali yang menggandeng Universitas Udayana (Unud), menyaksikan keberadaan monument belum maksimal, sebagai objek wisata sejarah maupun tempat edukasi bagi pelajar dan mahasiswa.

Anggota Tim Kajian Peristiwa Sejarah Bali, Ida Ayu Putu Mahyuni, ditemui usai FGD menjelaskan setelah didengarkan pendapat dari instansi terkait termasuk dari pemerintah Desa Jagaraga, akan diarahkan untuuk pemberdayaan monumen sebagai wisata sejarah dan sarana edukasi bagi pelajar lebih maksimal.

“Kami memberikan saran saja, ada beberapa hal masih diperlukan di sana, seperti guide khusus yang mengetahui bagaimana sejarah perang Jagaraga tersebut yang belum ada di sana. Nanti lebih pada pemberdayaan baik menjadi wisata sejarah sarana edukasi pelajar dan generasi muda serta tentang pemahaman nilai perang Jagaraga itu sendiri,” jelas  Ida Ayu Putu Mahyuni.

Selain itu tim kajian juga menggarisbawahi, keberadaan benteng perjuangan berkonsep ‘Supit Surang’ yang masih ada hingga saat ini. Hanya saja kondisinya masih terkesan kotor dan kumuh sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah desa maupun pemkab Buleleng, terkait dengan peninggalan sejarah yang sangat penting tersebut.

Sementara menurut sejarawan yang juga Dosen Undiksha, Made Pageh, menyebut jika keberadaan Monumen Jagaraga bisa dijadikan tempat untuk mewariskan nilai dalam sebuah peristiwa besar di Buleleng. Namun tidak cukup hanya dengan membangun monumen. Menurutnya Perang Jagaraga yang terjadi dari tahun 1846-1849 dengan tiga kali penyerangan oleh Belanda merupakan peristiwa yang besar. Bahkan istri I Gusti Ketut Djelantik, Jro Jempiring, seorang mahapatih kerajaan Karangasem melanjutkan perjuangan suaminya memimpin pasukan hingga titik darah penghabisan.

Dengan peristiwa besar yang diwarisi warga Desa Jagaraga saat ini merupakan momentum yang sangat baik untuk dijadikan peluang pengembangan desa. “Sekarang tidak cukup hanya membangun monumen, tetapi bagaimana kedepannya keberadaan monumen ini bisa memberikan informasi sejarah yang akurat terkait perjuangan besar yang pernah terjadi di sana sehingga harus ada sejumlah terobosan yang dilakukan untuk menarik orang datang,” ungkap Made Pageh.

Menurutnya dengan peluang besar pengembangan wisata sejarah, masyarakat dan pemerintah desa memiliki peluang besar untuk ikut membangun dan memelihara lingkungan sekitarnya sehingga benteng yang saat ini belum tersentuh dan ditata dapat mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang mengatakan, apa yang tertuang dalam diskusi itu nantinya akan ditindak lanjuti bersama dengan instansi terkait di Pemkab Buleleng. Dirinya juga tidak menampik jika saat ini, memang kunjugan wisatawan mancanegara ke Monumen Jagaraga masih sepi, karena tidak adanya pemandu wisata.

“Usulan dan saran yang ada hari ini akan menjadi pemikiran kami Pemkab Buleleng kedepannya untuk menyempurnakan lagi apa yang masih diperlukan di pengelolaan dan penataan di Monumen Jagaraga, sehingga ke depannya benar-benar menjadi wisata sejarah yang bisa memberikan informasi sejarah yang kongkrit dan tepat,” jelas dia. *k23

Komentar