nusabali

Meramu Dua Selera Jadi Cita Rasa Unik

Goenawan Mohamad–Hanafi Pameran di Komaneka Ubud

  • www.nusabali.com-meramu-dua-selera-jadi-cita-rasa-unik

Goenawan Mohamad–Hanafi Pameran di Komaneka Ubud

GIANYAR, NusaBali

Sosok Goenawan Muhamad (GM) amat dikenal sebagai penyair, esais, jurnalis, dramawan, dan kritikus kebudayaan. Karenanya masih amat unik dan menaik jika GM makin kentara saat bergulat dalam percaturan seni rupa. Keunikan ini tersirat kuat dalam pameran 46 lukisan bertajuk ‘57 x 76’, karya kolaboratif pelukis Hanafi dan GM di Komaneka Fine Art Gallery, Jalan Monkey Forest, Ubud, Gianyar, 15 September – 15 Oktober 2019.

Pameran dibuka oleh Jejeneng Mpu Keris (JMK) yang pemilik Museum Neka, Ubud, Pande Wayan Suteja Neka, Minggu (15/9) malam. Pameran kolaboratif Hanafi-GM tentu menjadi kebanggaan banyak pihak, terutama Managemen Komaneka Fine Art Gallery dalam menangkap gairah estetik dua insan beda usia ini. Hanafi yang jebolan Sekolah Seni Rupa Indonesia Jogjakarta 1979 malang melintang menjadi pelukis yang konsisten dengan karya abstraktif. Di lain sisi, bersama GM, dia berani ‘melebur kedirian’ demi menjaga kelangsungan estetika dalam paduan karya. Di sela-sela pembukaan pameran, Minggu kemarin, Hanafi mengakui, 46 lukisan yang digarapnya bersama GM adalah narasi sekaligus capaian bersama (Hanafi-GM). ‘’Ini (46 karya yang dipamerkan) bukan lagi soal teknik atau warna, tapi tentang imaji dari gejala gambaran paduan dua narasi. Tapi, ini boleh disebut kegagalan yang mencengangkan karena kreativitas tak lagi hanya milik individu perupa,’’ jelas pelukis kelahiran Purworejo, 5 Juli 1960.

Direktur Komaneka Fine Art Gallery Ubud Koman Wahyu Suteja sependapat bahwa tanda ‘x’ dalam judul pameran ini tidak hanya menguatkan makna suatu pertemuan atau dialog. Tapi juga peleburan visi artistik dua sosok yang telah lama malang melintang dalam kancah kesenian di Indonesia. Ketika menggarap proyek ini, Hanafi dan GM masing-masing berusia 57 dan 76 tahun.

Kurator pameran, Agung Hujatnikajennong menyebut kolaborasi Hanafi - GM sebagai proyek yang bersifat aleatoris (lemparan dadu) yang bertumpu pada ketidakmenentuan atau kebetulan yang acak. Ada metode kolaborasi artistik menganggap ketakterdugaan sebagai sesuatu yang mengatasi determinasi kesadaran dan kehendak subjek. Dalam proyek ini, kolaborasi menjadi subversi atas paradigma artistik yang menempatkan individu sebagai pusat penciptaan. Menurutnya, proyek ‘57 x 76’ ini tentu tidak akan terjadi tanpa adanya saling pengertian di antara Hanafi dan GM. “Menariknya lagi, proyek ini tidak terlalu bertumpu pada diskusi-diskusi, apalagi perdebatan yang berkepanjangan di antara mereka,’’ jelasnya.

Jelas Agung , ‘57 x 76’ seperti mencoba mengajarkan tentang dua seniman memunculkan irisan gagasan dan pemikiran yang subjektif, melalui gambar, simbol dan tanda-tanda, dan terbuka satu sama lain. Hirarki kesenimanan hilang, tak ada lagi Hanafi dan GM sebagai individu. Maka, menikmati lukisan- lukisan dalam 57 x 76 lebih pas jika diibaratkan dengan dua atau lebih (rangkaian) nada dari satu atau lebih jenis instrument musik yang dihadirkan secara bersamaan. Pameran ini terselenggara atas kerja sama antara Komaneka Fine Art Gallery dan Studiohanafi. Pameran ini kelanjutan dari pameran dengan tajuk yang sama, yang berlangsung di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pada 2018.

Hanafi terlibat dalam puluhan pameran tunggal dan kelompok di dalam dan luar negeri sejak awal 1990-an. Dia termasuk seniman yang paling sering berkolaborasi dengan praktisi seni lain, terutama dari sastra, teater dan arsitektur. Pameran tunggalnya antara lain: The Maritime Spice Road (Konsulat Jenderal New York, Amerika Serikat, 2017); Pintu Belakang Derau Jawa (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2016); Migrasi Kolong Meja (Komaneka Fine Art Gallery, Ubud, 2013), dan; Of Spaces and Shadows (Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, 2009).

Sedangkan GM yang lahir di Batang, 29 Juli 1941, aktif berpameran tunggal dan kelompok sejak 2016. Meminati persoalan-persoalan seni dan budaya secara luas, GM banyak menulis esai tentang seni rupa. Beberapa pameran tunggalnya, antara lain, Kata, Gambar (Dia Lo Gue, Jakarta, 2017), Another Stage (Aksara, Jakarta, 2017), dan Don Quixiote dan Hal-hal yang Belum Sudah (Galeri Semarang, Semarang, 2019). GM menerbitkan buku kumpulan esai seni rupa, Pigura tanpa Penjara (2019). *lsa

Komentar