nusabali

Tata Kelola Pariwisata Harus Dibenahi

Bali Jauh Ditinggalkan Bangkok

  • www.nusabali.com-tata-kelola-pariwisata-harus-dibenahi

Sebagai daerah tujuan wisata dunia, Bangkok menjadi pilihan teratas dunia. Sedangkan Bali  berdasarkan Mastercard Global Destination Cities Index hanya di posisi 19.

DENPASAR, NusaBali

Pelaku dan tokoh pariwisata  menyatakan Indonesia, khususnya Bali harus segera membenahi tata kelola dan manajemen pariwisata Bali. Hal tersebut menyusul tercecernya peringkat Bali, sebagai daerah tujuan wisata terpopuler versi Mastercard Global Destination Cities Index 12 bulan terakhir, Bali berada di peringkat ke -19,  dengan 8,5 juta wisman. Jauh tercecer dengan Bangkok, Thailand yang berada di peringkat pertama sebagai tujuan wisata terpopuler.

“Ibarat orang berlari, kita merasa sudah cepat. Tetapi orang lain ternyata lebih cepat lagi,” analog Ketua Badan Penasebat Asita Bali, Bagus Sudibya, Senin (9/9). Bagus Sudibya mengatakan kondisi tersebut karena Bali (stakeholder pariwisata) asyik lari sendiri. Namun seperti abai dengan laju dan perkembangan para pesaing. Dia mencontohkan Vietnam, salah satu negara ASEAN yang perkembangan pariwisatanya dinilai jauh melesat. Papar Bagus Sudibya, di era Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman, Vietnam hanya berani memasang target wisman 100.000 orang per tahun. Sedang Indonesia, dalam hal ini Bali menargetkan 1 juta wisatawan. “Jadi ketika itu Bali sudah menargetkan  sepuluh kali lipat dari Vietnam,” ungkapnya mengingat masa 1988-1993 di bawah Soesilo Soedarman.

Artinya kondisi pariwisata  Vietnam, masih tercecer jauh dari Indonesia termasuk Bali, menargetkan 20 juta wisman tahun 2019. Itu pun kemudian dikoreksi menjadi 18 juta. Sedangkan untuk Bali ditargetkan 7 juta wisman. Namun pelaku industri pariwisata Bali angka 6,5 juta wisman merupakan jumlah yang dinilai paling realistis.

Karena itulah, harus ada pembenahan terhadap kondisi pariwisata Indonesia, khususnya Bali. Pembenahan dilakukan di segala lini. Dan tidak bisa dilakukan secara instan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Namun paling tidak sebagai penawar jangka pendek, bisa dilakukan dari sisi penerbangan. “Kemenhub, Kemenkeu, maskapai airlines, dan stakeholder terkait duduk bersama membahasnya,” saran tokoh pariwisata asal Karangasem, yang juga Dewan Penasehat di Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali.

Jelasnya, pemerintah melakukan intervensi, tentu dengan perhitungan seksama dengan jangka waktu tertentu, mensubsidi maskapai (Garuda) menghidupkan kembali penerbangan langsung ke kota-kota di Amerika dan Eropa dan tempat lainnya, yang dulu sempat menjadi pasar pariwisata Bali. “Subsidi dicanangkan sebagai biaya promosi,” terangnya.

Menurut Bagus Sudibya, sebelum krisis moneter (krismon) 1998, ada sekitar 10 kota di Eropa dan Amerika yang ada penerbangan langsung ke Indonesia. Di antaranya London (Inggris), Amsterdam (Belanda), Paris (Prancis), New York ( AS) dan lainnya. Namun setelah krismon 1998 menghantam, jaringan tersebut putus. “Ini yang mesti ditumbuhkan untuk membangun kredibilitas,” saran Bagus Sudibya.

Intinya kata Bagus Sudibya, semua pemangku kepentingan industri pariwisata Bali, harus berani  self correction melakukan otokritik, untuk  berbenah, sehingga Indonesia, khususnya Bali tidak semakin tercecer. Rumusnya menurut Bagus Sudibya,  sederhana dan sangat umum. “Akan lebih gampang memasarkan produk yang kualitasnya bagus, dibanding yang kurang bagus,” ujarnya. Batasan produk bagus tersebut, juga tidak ruwet, tidak relatif. Itulah yang harus dilakukan dengan produk wisata Bali, dalam hal ini. *k17

Komentar