nusabali

Lima Emak-Emak Tak Diberi Ampun

Divonis Bervariasi Kasus Korupsi Rp 15 M di LPD Kapal

  • www.nusabali.com-lima-emak-emak-tak-diberi-ampun

Terdakwa Ni Luh Rai Kristianti, 50, mendapat tuntutan paling tinggi yaitu 7 tahun dan juga mengganti kerugian negara Rp 5 miliar lebih atau pidana penjara selama 3,5 tahun.

DENPASAR, NusaBali

Banjir air mata menghiasi sidang putusan kasus korupsi LPD Kapal, Mengwi, Badung senilai Rp 15 miliar. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar tak memberi ampun kepada lima emak-emak yang terlibat korupsi. Dalam putusannya, dua terdakwa tidak mendapat potongan hukuman dari hakim dan sisanya hanya diberi potongan hukuman 6 bulan dari tuntutan jaksa.

Putusan untuk kelima terdakwa yang semuanya merupakan debt collector di LPD Kapal ini dibacakan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (3/9) selama dua jam mulai pukul 16.30 Wita hingga 18.30 Wita. Kelima terdakwa terbukti melakukan korupsi bersama-sama hingga mengakibatkan LPD Kapal mengalami kerugian Rp 15 miliar.

Putusan pertama dibacakan untuk terdakwa Ni Luh Rai Kristianti, 50, yang mendapat tuntutan paling tinggi yaitu 7 tahun dan juga mengganti kerugian negara Rp 5 miliar lebih. Dalam putusan yang dibacakan hakim pimpinan Engeliky Handajani Day menyatakan terdakwa Kristiani terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan subsidair. Pasal 3 jo Pasal 18 UU UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Ni Luh Rai Kristianti selama tujuh tahun penjara dikurangi masa penahanan ditambah denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan,” tegas hakim. Selain itu, terdakwa asal asal Lingkungan Banjar Celuk, Kapal ini juga diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 5 miliar.

“Dengan ketentuan jika tidak mampu membayar maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan,” lanjut hakim membacakan putusan.

Putusan tersebut tanpa potongan hakim dan sama dengan tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Wisnu yang dibacakan sebelumnya. Atas putusan tersebut JPU menyatakan pikir-pikir. Hal yang sama dinyatakan terdakwa Kristiani melalui kuasa hukumnya, Benny Hariono dkk. “Kami pikir-pikir Yang Mulia,” tegasnya.

Putusan yang tinggi juga dijatuhkan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi kepada terdakwa Ni Kadek Ratna Ningsih, 37, yang dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidar 5 bulan kurungan. Wanita asal Banjar Tegal, Kelurahan Kapal ini juga diwajibkan membayar kerugian negara Rp 2,5 miliar atau diganti pidana penjara selama 2 tahun. Putusan ini juga sama dengan tuntutan JPU.

Sementara tiga terdakwa lainnya yaitu Ni Wayan Suardiani, 36, dihukum pidana penjara selama2,4 tahun ditambah denda Rp 50 juta diganti pidana kurungan dua bulan. Serta membayar uang pengganti Rp 240 juta lebih atau diganti pidana penjara selama 1,5 tahun.

Untuk terdakwa Ni Nyoman Sutiasih, 36, diganjar pidana penjara selama tiga tahun dan pidana denda Rp 50 juta atau diganti kurungan selama lima bulan penjara. Sutiasih juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 400 juta. Apabila tidak dibayar diganti pidana penjara selama 1,5 tahun.

Sementara Ni Made Ayu Arsianti, 42, divonis paling rendah yaitu 1 tahun penjara denda sebesar Rp 50 juta atau pidana kurungan selama dua bulan. Terdakwa Ayu tidak dibebankan membayar uang pengganti karena sudah menyetorkan uang pengganti ke kas negara.

Kelima terdakwa sebagai debt collector berkerja sama dengan mantan Ketua LPD Desa Adat Kapal, Made Ladra, 53, yang sudah divonis 3,5 tahun dalam kasus yang sama. Seperti diketahui dugaan keterlibatan lima orang perempuan kolektor ini terkuak saat LPD Desa Adat Kapal mati suri. Sehingga dilakukan verifikasi, hingga dibentuk konsultan publik dan dilakukan audit. Dari sana disimpulkan ada 11 temuan prinsip yang menyebabkan LPD Kapal mati suri.

Pertama adanya pemufakatan jahat pengurus LPD Kapal hingga menikmati fasilitas kredit dalam jumlah yang besar. Banyak kredit LPD yang jatuh tempo, namun tidak dilakukan upaya penyelamatan. Adanya rekayasa pemberian kredit (window dressing) kepada mantan kolektor LPD atas nama Ni Luh Rai Kristianti Rp 8,5 miliar dengan bunga 1%.

Adanya kredit topengan, atau kredit atas nama (fiktif). Selain itu ada kredit tempilan, pemberikan kredit tanpa proses 5C, adanya pemalsuan dokumen gaji pegawai, adanya aset diambil alih atau digadikan, terjadi potongan uang asuransi, adanya kebijakan yang merugikan LPD, beban kantor dan lainnya, termasuk terdakwa Ladra dengan menggunakan programer atas nama Martinus Baha mengubah data di LPD yang dipimpinnya. Hasil audit BPKP Wilayah Bali menemukan kerugian LPD Kapal Rp 15,35 miliar. *rez

Komentar