nusabali

Tokoh Agama-Adat Dukung Stop Reklamasi

Reklamasi di Pelabuhan Benoa Dianggap Menggerus Taksu Bali

  • www.nusabali.com-tokoh-agama-adat-dukung-stop-reklamasi

PHDI Bali dan Majelis Utama Desa Adat tidak pernah dimintai konsultasi oleh pihak PT Pelindo III terkait reklamasi di Pelabuhan Benoa

DENPASAR, NusaBali
Tokoh adat dan agama di Bali kompak dukung keputusan Gubernur Wayan Koster untuk hentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa, Kecamatan Denpasar Selatan yang dilakukan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Pasalnya, kegiatan reklamasi seluas 85 hektare ini telah menggerus taksu Bali berkaitan dengan aspek lingkungan maupun kesucian pura.

Dukungan stop reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa tersebut tercetus dalam jumpa pers bersama yang digelar Majelis Utama Desa Adat (MUDA) Provinsi Bali, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali, dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (26/8).

Majelis Agung (Ketua MUDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Su-kahet, yang sekaligus Ketua FKUB Provinsi Bali, mengatakan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa yang telah merusak lingkungan dan menggerus taksu Bali ini sebelumnya tidak pernah dikonsultasikan dengan MUDP. Konsultasi dengan PHDI Bali sebagai bahan pertimbangan dalam membangun proyek di Pulau Dewata, juga tidak pernah dilakukan pihak PT Pelindo III.

Karena itu, Putra Sukahet selaku Bendesa Agung Provinsi Bali tidak saja mendukung keputusan Gubernur Koster yang mengeluarkan surat agar PT Pelindo III stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. Putra Sukahet juga akan turut mengawal persoalan ini.

Menurut Putra Sukahet, sudah sejak lama pihaknya mengamati aspirasi masyarakat. Reklamasi di Pelabuhan Benoa seluas 85 hektare itu telah menuai banyak polemik di masyarakat, karena berdampak pada kerusakan ekosistem dan hutan mangrove. Berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, dari sisi pelaksanaan teknis, reklamasi Pelabuhan Benoa juga bermasalah.

“Jadi, kami dukung keputusan yang diambil Gubernur Wayan Koster. Karena kami memang sudah mengamati sejak awal polemik-polemik yang terjadi dan aspirasi masyarakat. Reklamasi yang dilakukan oleh Pelindo III di Pelabuhan Benoa itu memang banyak menuai masalah, baik dari sisi perizinannya, dampak lingkung, maupun teknisnya,” terang Putra Sukahet, yang semasa walaka bernama I Dewa Gede Ngurah Suwastha.

Putra Sukahet menyebutkan, selama aktif di MUDA---yang dulu bernama Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP)---, pemilik proyek reklamasi di Bali tidak pernah datang berkonsultasi, apalagi meminta rekomendasi maupun persetujuan. Reklamasi di Pelabuhan Benoa bahkan sudah mulai dikerjakan sejak tahun 2012. Selama 7 tahun berjalan, tdak pernah ada yang namanya datang untuk berkonsultasi ke MUDA Provinsi Bali.

“Kita sangat sayangkan, pembangunan-pembangunan ini tidak berkonsultasi dengan majelis desa adat dan PHDI terlebih dulu. Tapi, kita juga tidak bisa konfrontatif dengan pemerintah. Jadi, kebijakan Gubernur Bali (untuk hentikan reklamsi) kali ini sangat tepat, kami mendukung sepenuhnya,” tegas Putra Sukahet, yang baru sebulan menjabat Bendesa Agung Provinsi Bali, menggantikan Jro Gede Wayan Suwena Putus Upadesa.

Paparan senada juga disampaikan Ketua PHDI Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi. Menurut Prof Sudiana, pihak PT Pelindo III tidak ada yang datang ke PHDI Bali untuk berkonsultasi masalah reklamasi di Pelabuhan Benoa. Namun, PHDI Bali sudah memberikan pandangan-pandangan umum kalau reklamasi tidak boleh dilakukan di laut.

“Kalau saja mereka memang datang ke PHDI untuk berkonsultasi, maka akan kita sampaikan bahwa itu (reklamasi di laut) tidak benar. Kami sebenarnya mau menyampaikan ini kepada Gubernur Bali. Tapi, kecepetan Gubernur yang memutusnya,” tandas Prof Sudiana.

Menurut Prof Sudiana, jika dilihat dari konsep Tri Mandala (konsep tata ruang tradisional Bali), bhisama kesucian pura, banyak hal yang tidak tepat dalam pelaksanaan reklamasi tersebut. PHDI Bali, MUDA Provinsi Bali, dan FKUB Provinsi Bali pun sangat menyayangkan reklamasi yang dilaksanakan PT Pelindo III, karena sangat jauh dari syarat-syarat Tri Mandala. Bahkan, sangat jauh dari apa yang menjadi visi misi Gubernur Bali ‘Nangun Sad Kerthi Loka Bali’.

Dari sisi bhisama kesucian pura, kata Prof Sudiana, reklamasi di Pelabuhan Benoa ini juga dikhawatirkan akan berdampak pada radius kesucian pura, terutama yang dekat dengan lokasi reklamasi, seperti Pura Sakenan di Desa Adat Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan.

“Palemahan di laut yang ada di Pelabuhan Benoa ini, sesuai dengan bhisama kesucian pura, tidak boleh direklamasi sewenang-wenang. Dari sisi lingkungan, saya lihat sendiri banyak sekali pohon di hutan Mangrove yang mati. Kemudian, ini kan juga dekat dengan Pura Sakenan. Ini dikhawatirkan juga akan berpengaruh nanti pada radius kesucian pura,” katanya.

“Karena itu, apa yang disampaikan oleh Gubernur Bali berkaitan dengan pemberhentian reklamasi itu, bagi kami sudah sangat tepat. Karena kalau tidak dihentikan, menurut analisis kami, nanti reklamasi ini akan merambah sampai ke selatan, hingga berpengaruh pada arus laut dan sebagainya. Kalau ini terjadi, tidak saja pura-pura di pinggir pantai yang akan tergerus, bahkan desa yang ada di sekitar Pelabuhan Benoa itu juga tergerus,” lanjut tokoh umat yang juga Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.

Prof Sudiana menegaskan, sebenarnya laut juga merupakan kawasan suci. Berdasarkan kepercayaan umat Hindu di Bali, laut adalah sthana Dewa Baruna (penguasa laut). Selain itu, laut juga merupakan sumber tirta amerta dan berhubungan dengan prosesi melasti, yakni penyucian alam semesta.

“Menurut kepercayaan Hindu, datangnya kesehatan dan penyakit itu dari segara (laut). Ketika segara terganggu, maka alam ini akan terganggu pula. Nah, dari sisi bhisama kesucian pura, laut tidak boleh direklamasi,” tandas Prof Sudiana.

PHDI Bali juga meminta PT Pelindo III jangan meremehkan masyarakat Bali yang terus berupaya menjaga alam lingkungan sebagai bagian dari pengamalan Tri Hita Karana. Karena itu, PHDI dan MUDA juga meminta Gubernur Bali agar pemberhentian reklamasi di Pelabuhan Benoa ini ditindaklanjuti dengan upaya penertibannya. Jika tidak, kata Prof Sudiana, pemberhentian reklamasi ini hanyalah pemberhentian tanpa tindak lanjut.

“Masyarakat Bali sangat concern agar alam lingkungan Bali masih tetap bisa asri dan nyaman. Kita mati-matian menjaga bagaimana kawasan hulu dan kawasan hilir supaya tidak terganggu. Tapi, ini ada reklamasi yang tidak tepat dilaksanakan di Pelabuhan Benoa. Maka, kita juga minta Pelindo mengembalikan Mangrove, karena itu adalah paru-paru kita di Bali,” tegas Prof Sudiana.

Selain stop reklamasi di Pelabuhan Benoa, menurut Prof Sudiana, PHDI juga meminta Gubernur Koster tegas menertibkan proyek-proyek yang melanggar tata ruang dan radius kesucian pura di Pulau Dewata. Jika, maka akan terjadi tebang pilih. Karena itu, seluruh elemen masyarakat Bali dan stakeholder juga harus ikut mengawalnya.

“Gunung mau dibongkar, laut mau diurug (reklamasi), maka taksu Bali akan hilang. Taksu di Bali itu, gunung adalah kepalanya, laut adalah kakinya. Kalau ini dihancurkan, Bali akan kehilangan jejak, kehilangan taksu. Semuanya akan rugi. Yang membangun akan rugi material, masyarakat Bali juga rugi karena rusak alamnya.” *ind

Komentar