nusabali

Puluhan Hektare Padi Terancam Gagal Panen

  • www.nusabali.com-puluhan-hektare-padi-terancam-gagal-panen

Produksi beras terjaga, namun petani tetap mengalami kerugian atas biaya modal dan operasional yang dikeluarkan saat masa tanam.

SINGARAJA, NusaBali

Musim kemarau panjang yang masih berlangsung saat ini terus menambah luasan persawahan yang terancam gagal panen. Sedikitnya 44 hektare luasan tanaman padi yang diklaim tak dapat dipanen di musim tanam kedua tahun ini, pasca terdampak kekeringan. Sebaran terbanyak ada di subak wilayah Kecamatan Buleleng.

Puluhan hektare lahan padi itu tergolong dalam kategori puso atau kerusakan paling parah hingga tak menghasilkan buah, dari total 170,45 hektare lahan sawah yang terdampak kekeringan sesuai dengan data Dinas Pertanian per 13 Agustus lalu.

Selain 44 hektare lahan yang dikategorikan puso, juga ada yang mengalami kerusakan ringan 93,45 hektar, sedang 26 hektare dan berat, 6,4 hektare. Kepala Dinas Pertanian, I Made Sumiarta, Minggu (25/8) kemarin menjelaskan potensi gagal panen di setiap musim kemarau memang selalu menghantui setiap tahunnya.

Dari luasan total lahan sawah di Buleleng yang mencapai 9.497 hektare, jika dibandingkan yang terdampak kekeringan memang tidak terlalu berpengaruh. Sumiarta pun menjaminkan bencana yang dialami petani ini tak berpengaruh banyak pada produksi beras di Buleleng. Hanya saja dengan kondisi ini petani tetap mengalami kerugian atas biaya modal dan operasional yang dikeluarkan saat masa tanam.

“Rata-rata satu hektare itu modalnya sekitar lima sampai enam juta, dengan produksi gabah kering giling 6-8 ton per hektare. Jadi kalau dikalkulasi kerugian sekitar Rp 220 juta dan kehilangan 352 ton produksi gabah dalam masa tanam kali ini,” jelas Sumiarta. Pihaknya pun berharap musim kekeringan segera berakhir sehingga pada musim tanam ketiga pada bulan Oktober mendatang, petani kembali bisa mendapatkan hasil panen yang maksimal.

Bencana kekeringan yang hampir tak pernah absen setiap tahunnya melanda lahan pertanian di Buleleng ini sebenarnya sudah dicarikan jalan keluar oleh Dinas Pertanian. Melalui penyuluh lapangannya, Dinas Pertanian juga sudah sering kali memberikan solusi dan pengetahuan tambahan kepada petani untuk meminimalisir kerugian. Yakni dengan menghindari menanam padi di musim kemarau terutama di daerah-daerah yang memang kesulitan air.

Lahan pertanian pun dianjurkan dimanfaatkan untuk menanam tanaman yang lebih tahan dengan panas dan memerlukan tak banyak air seperti tanaman kacang hijau dan kacnag-kacangan lainnya. “Penyuluh kami sudah sering sosialisasikan dan menyuluhkan strategi pertanian di musim kemarau, hanya saja sejauh ini tak semua petani mau dan tetap mencoba-coba menanam pada musim kemarau, ini yang masih menjadi kendala kami di lapangan,” jelas Sumiarta. Terlebih dari puluhan lahan yang dipastikan tak dapat dipanen itu tidak ada yang terdaftar Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).

Hal tersebut menurut Sumiarta karena kesadaran petani untuk melindungi tanamannya dari risiko masih sangat rendah. Dari puluhan subak yang ad adi Buleleng hanya 5 subak saja yang ikut dalam program AUTP. Padahal jika mengasuransikan padinya, petani cukup membayar Rp 31 ribu per hektare dalam satu kali tanam, dengan klaim Rp 6 juta dengan tingkat kerusakan 75 persen ke atas atau dalam kondisi puso. “Sebenarnya sangat ringan jika dibandingkan dengan hasil yang didapat saat panen, tapi memang kesadaran petani kita yang masih sangat rendah,” jelas dia.*k23

Komentar