nusabali

PULD DPD RI Terima 41 Pengaduan dari Daerah

  • www.nusabali.com-puld-dpd-ri-terima-41-pengaduan-dari-daerah

Sejak dibentuk per Agustus 2018 lalu, Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) DPD RI menerima 41 aspirasi dan pengaduan dari 23 stakeholder daerah.

DENPASAR, NusaBali

PULD DPD RI memberikan catatan bahwa produk hukum yang diadukan rata-rata tanpa perancangan yang jelas, terdapat konflik kewenangan yang membuat kesulitan dalam menyusun Perda, dan kurang maksimalnya daerah menjaring aspirasi masyarakat.

Hal ini diungkapkan Ketua PULD DPD RI, Gede Pasek Suardika, dalam diskusi ‘Perumusan Prosedur Pemantauan dan Evaluasi Ranperda srta Perda’ di Kantor Perwakilan Bali DPD RI, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, Minggu (25/8).

Pasek Suardika membeberkan, aspirasi dan pengaduan kepada PULD DPD RI meliputi isu yang terkait dengan kewenangan propinsi dan kabupaten/kota  (17 pengaduan), terkait pendidikan (2 pengaduan), pembentukan Undang-undang/kelembagaan daerah (6 pengaduan), kewenangan DPD RI dalam pemantauan dan evaluasi Ranperda dan Perda ( 4 pengaduan), pengelolaan sumber daya alam (6 pengaduan), tata ruang (4 pengaduan), dan perizinan (2 pengaduan).

Menurut Pasek Suardika, DPD RI diberikan kewenangan dan tugas baru sesuai dengan Pasal 249 ayat (1) huruf j UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dam DPRD, di mana PULD memiliki tugas pokok untuk melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda).

Kewenangan itu mulai melakukan telaah, analisis, hingga pengkajian terhadap temuan hasil pemantauan Ranperda dan Perda. PULD juga berwenang melakukan pembahasan dan penyusunan rekomendasi DPD RI mengenai pemantauan dan evaluasi Ranperda dan Perda.

“Dalam melaksanakan amanat tersebut, PULD DPD RI sangat hati-hati. Jangan sampai pelaksanaan kewenangan yang baru bagi DPD RI ini tumpang tindih dengan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum HAM, serta DPRD Provpinsi dan DPRD Kabupaten/Kota,” beber anggota DPD RI Dapil Bali 2014-2019 ini.

Senator asal Singaraja, Buleleng yang notabene mantan Ketua Komisi III DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Demokrat ini menyatakan perlu dicari cara terukur agar PULD DPD RI dapat menjadi jembatan harmonis dalam urusan legislasi antara pusat dan daerah. “Karena bisa saja terjadi ketidakcocokan antara pusat dan daerah, sehingga PULD perlu menjadi jembatan,” kata Pasek Suardika.

Pasek Suardika mengatakan, dalam rangka mengidentifikasi masalah dan mencari titik temu dari ketidakcocokan antara legislasi pusat dan daerah, PULD DPD RI telah melakukan diskusi dengan Kemendagri dam Kemenkum HAM, serta para pakar dan akademisi dari perguruan tinggi di daerah. Kewenangan baru DPD RI ini bukan untuk memperpanjang birokrasi penyusunan Perda di daerah, melainkan berusaha mencari titik harmoni antara daerah dengan pusat, karena sama-sama demi dan atas nama kepentingan rakyat.

“Kita tahu, perda dibuat demi percepatan pembangunan kesejahteraan daerah. Namun, jangan sampai ada copy paste (menjiplak) dalam penyusunan Perda antar daerah. Misalnya, Perda di Jawa Barat tentu berbeda dengan Perda di Bali atau Sumatra Utara. Sebab, masing-masing daerah kita memiliki karakter berbeda,” tegas Pasek Suardika yang kini Wakil Ketua Umum DPP Hanura.

Disebutkan, PULD DPD RI menjalankan kewenangan ini untuk mensinergikan kepentingan daerah dan pusat. Selain itu, menjaga agar legislasi daerah tidak bertentangan dengan kewenangan legislasi nasional. “PULD tidak ingin kewenangan ini digunakan untuk menghalangi, namun justru memperkuat daerah-daerah.”

Menurut Pasek Suardika, dalam mekanisme pemantauan dan evaluasi Raperda & Perda, semuanya memperhatikan kedudukan, tugas, dan wewenang yang dimiliki PULD dan anggota DPD RI. “Semuanya mengacu dengan peraturan perundang-undangan dan mengacu best practice yang dilakukan oleh parlemen,” ujar mantan wartawan NusaBali ini.

Dalam diskusi-diskusi yang berkembang, kata Pasek Suardika, PULD DPD RI dikenalkan pada pre legislative scrutiny dan post legislative scurtiny (PLS), yang sangat mungkin diadopsi dalam pedoman mekanisme pelaksanaan pemantauan dan evaluasi tersebut. Metode PLS ini telah banyak digunakan oleh parlemen di negara-negara Eropa dan Asia, untuk memantau dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan.

Salah satu yang dapat diuji dengan metode PLS, kata dia, adalah peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan 3-5 tahun. Hasil pemantauan dan evaluasi Ranperda dan Perda disusun dalam laporan pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan laporan tersebut, PULD RI dengan dibantu tim mendukung kemudian menyusun draft rekomendasi.

Rekomendasi PULD DPD RI adalah rekomendasi komprehensif terkait dengan sistem hukum nasional, bukan rekomendasi Perda per Perda. “Hasil rekomendasi dari  pemantauan dan evaluasi Ranperda dan Perda ini wajib dipublikasikan kepada masyarakat di daerah, untuk memenuhi azas keterbukaan dan transparansi,” terang Pasek Suardika. *nat

Komentar