nusabali

Koster Stop Reklamasi Pelabuhan Benoa

  • www.nusabali.com-koster-stop-reklamasi-pelabuhan-benoa

Versi Gubernur Koster, reklamasi Pelabuhan Benoa telah merusak tanaman mangrove dan ekosistem seluas 17 hektare

Komisi I DPRD Bali Back Up Penuh Kalau Muncul Gugatan


DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster mengeluarkan keputusan tegas terhadap reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa, Kecamatan Denpasar Selatan. Gubernur Koster minta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Denpasar segera menghentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa, karena aktivitas pengurugan laut itu sudah merusak tanaman mangrove dan ekosistem lainnya seluas 17 hektare.

Permintaan resmi untuk hentikan aktivitas reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa tersebut dituangkan Gubernur Wayan Koster dalam surat bernomor 660.1/1801/Bid.P4.LH/Dis.LH tertanggal 22 Agustus 2019, yang ditujukan kepada Direktur Utama PT Pelondo III (Persero) Cabang Denpasar. Surat tersebut ditembuskan ke Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.

Selain merusak ekosistem mangrove seluas 17 hektare di sekitar kawasan Pelabuhan Benoa, reklamasi tersebut juga tidak sejalan dengan visi misi Gubernur-Wakil Gubernur Bali ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yang tujuannya menjaga kesucian dan keharmonisan manusia serta alam Pulau Bali secara sekala-niskala. Makanya, reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa harus dihentikan.

Hal ini diungkapkan Gubernur Koster dalam jumpa pers di Bale Gajah Rumah Jabatan Gubernur Bali, Komplek Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Minggu (25/8) siang. Dalam jumpa pers tersebut, Gubernur Koster didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja.

Gubernur Koster menyebutkan, aktivitas reklamasi di Pelabuhan Benoa sebelumnya sempat dimasalahkan dan disidak oleh Komisi I DPRD Bali (yang membidangi masalah hukum) dan Komisi III DPRD Bali (yang membidangi pembangunan dan lingkungan) tahun 2018 lalu. Kala itu, DPRD Bali meminta reklamasi dihentikan. Namun, permintaan itu tidak digubris pihak PT Pelindo III.

Kini, Gubernur Koster bersikap tegas minta PT Pelindo III stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. Bukan hanya itu, PT Pelindo III tidak melanjutkan kegiatan reklamasi dan pengembangan di aeral Dumping I dan Dumping III. Selain itu, PT Pelindo III juga diminta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem mangrove di kawasan tersebut. “Saya juga meminta Pelindo III melakukan penataan aeral dumping I dan dumping II, supaya tertata dengan baik,” tegas Koster.

Menurut Koster, kawasan yang direklamasi itu peruntukannya hanya sebagai ruang terbuka hijau (RTH), bukan untuk fungsi lainnya. Sementara, PT Pelindo III rencananya akan membangun berbagai fasilitas penunjang Pelabuhan Benoa dan fasilitas komersial di atas lahan hasil pengurugan laut. Termasuk juga Marine Tourism Hub bagi Kota Denpasar.

“Kami juga meminta Pelindo III kaji ulang rencana induk pengembangan (RIP) Pelabuhan Benoa, agar memperhatikan tatanan sesuai dengan visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’,” tandas Koster.

“Kami terbitkan surat ini karena ada sejumlah pelanggaran dalam pengurugan lahan. Selain itu, terjadi kerusakan lingkungan dalam pelanggaran tersebut. Ada 17 hektare lahan mangrove mengalami kerusakan di kawasan itu,” lanjut Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga menjabat Ketua DPD PDIP Bali ini.

Berdasarkan dokumen yang ada, kata Koster, reklamasi di Pelabuhan Benoa ini menyasar 85 hektare, yang terdiri dari dumping I seluas 38 hektare  dan dumping II seluas 47 hektare. Proses administrasi yang sudah berjalan sejak tahun 2012 tersebut kemudian dilaksanakan pada 2017. Saat ini, reklamasi sedang berjalan dan mencapai 88,81 persen.

“Lingkungan menjadi rusak, apalagi teknis pengerjaanya salah. Tidak dilakukan melalui pembangunan atau penahan revetment, tidak dipasang silt screen sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan pada dokumen Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan),” tandas Koster.

"Dampak yang terjadi adalah rusaknya lingkungan sangat parah dan menyebabkan kematian vegetasi mangrove dan ekosistem lainnya mencapai seluas 17 hektare. Berlokasi di timur laut dumping II, di sebelahnya Restoran Akame, mati semua itu mangrove di sana," imbuhnya.

Disebutkan, pengembangan Pelabuhan Benoa ini juga berdampak terhadap terganggunya wilayah yang disucikan, serta hilangnya keindahan alam di kawasan Perairan Teluk Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. Itu sebabnya, proyek ini mendapatkan protes dari komponen masyarakat di Bali.

Koster mengingatkan bahwa visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru, mengandung makna menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia sekala niskala. Sejalan dengan visi tersebut, DPRD Bali sudah mensahkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tentang Revisi Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Ppovinsi Bali. Da-lam Perda RTRW hasil revisi ini, kawasan Teluk Benoa masuk sebagai kawasan konservasi.

“Jadi, reklamasi di Pelabuhan Benoa ini bertentangan dengan visi misi Gubernur-Wakil Gubernur Bali, serta bertentangan pula dengan Perda RTRW Provinsi Bali.  Segala aspek pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Bali yang menganggu keseimbangan alam Bali, menganggu kesucian Pulau Bali, kebudayaan Bali pada akhirnya merupakan tanggung jawab Pemprov Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali,” tegas mantan anggota Komisi X DPR RI dar Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.

Disinggung soal kesiapan menghadapi perlawanan PT Pelindo III secara hukum, seperti gugatan ke pengadilan, menurut Koster, tidak akan ada gugatan. “Nggak bisa, nanti saya laporin ke polisi. Ada 17 hektare mangrove yang rusak. Kalau Anda lihat sendiri, itu semuanya mengeluh,” jelas Koster menjawab NusaBali.

Di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung juga ada reklamasi? ”Kalau reklamsi di Bandara Ngurah Rai itu tidak merusak ekosistem. Beda dengan reklamasi di Pelabuhan Benoa. Nanti segera kita panggil PT Pelindo III,” katanya.

Sementara, Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Made Teja, mengatakan pihaknya telah melakukan monitoring pelaksanaan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa, sejak Februari 2019 lalu. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali ini merupakan bagian dari tim monitoring terpadu Kementerian Lingkungan Hidup RI. “Kami ada di dalam tim monitoring itu. Ini kementerian yang melakukan,” tandas Made Teja, Minggu kemarin.

Menurut Made Teja, dari sisi aspek lingkungan, reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa yang dlakukan Pelindo III ini berdampak terhadap kerusakan ekosistem mangrove. “Lumpur dan pasir dari pengerukan itu merusak akar mangrove. Saya berpikirnya dari aspek kerusakan lingkungan,” tegas birokrat asal Desa Sumerta Kaja, Kecamatan Denpasar Timur ini.

Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Minggu kemarin, Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba belum berani memberikan tanggapan terkait surat Gubernur Koster untuk stop reklamasi Pelabuhan Benoa. Alasannya, Nengah Tamba belum melihat suratnya. “Saya belum lihat suratnya, nggak bisa saya komentari itu. Memang dulu kami Komisi III dan Komisi I DPRD Bali sempat lakukan sidak ke kawasan Pelabuhan Benoa,” ujar politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana ini.

Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya, menyatakan mendukung langkah Gubernur Koster. “Saya dukung penuh itu. Kalaupun ada perlawanan dari Pelindo III, DPRD Bali akan back-up Gubernur dengan segala kewenangan,” tegas politisi PDIP asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.

Tama Tenaya menyebutkan, Komisi I sudah sempat melakukan sidak ke proyek reklamasi Pelabuhan Benoa. Saat itu, Pelindo III Cabang Denpasar mengaku hanya penataan saja. “Ketika ternyata itu reklamasi, kita harus tegas. Saya pribadi dan lembaga Dewan mendukung langkah Gubernur,” tegas Tama Tenaya.

Sementara itu, General Manager (GM) Pelindo III, Wayan Eka Saputra, belum mau berkomentar terkait surat Gubernur Koster yang minta stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. Eka Saputra berdalih pihaknya belum menerima surat tersebut. "Mohon maaf, saya belum terima suratnya, jadi belum bisa memberikan tanggapan," elak Eka Saputra saat dikonfirmasi detikcom secara terpisah, Minggu kemarin. *nat

Komentar