nusabali

Bangunan di Buyan-Tamblingan Disegel

  • www.nusabali.com-bangunan-di-buyan-tamblingan-disegel

Bangunan itu dinilai melanggar kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan-Tamblingan.

SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah Polisi Hutan (Polhut) dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali menyegel sebuah bangunan setengah jadi di Banjar Asah Gobleg, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar Buleleng, Jumat (24/6) pagi. Penyegelan bangunan di sisi barat atas Danau Tamblingan itu karena dinilai melanggar peraturan pembangunan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan-Tamblingan.

Bangunan setengah jadi berupa senderan paten dari batako tersebut dibangun tepat di tepi jalan di atas Danau Tamblingan. Pengerjaan bangunan sudah dimulai pada awal Mei 2016, oleh Komang Nanik, warga setempat yang memiliki warung di seberang jalan.

Bangunan sepanjang 20 meter dengan tinggi 4 meter dan lebar 7 meter tersebut baru diketahui Polhut saat berpatroli keliling di sekitaran Danau Buyan dan Tamblingan seminggu lalu. Sebelum dilakukan penyegelan, pihak BKSDA sempat memberikan teguran lisan dan tertulis. Namun pembangunan tersebut tetap diteruskan hingga pada Jumat (24/6) dilakukan penyegelan langsung di lokasi.

Seorang penyidik BKSDA Bali Komang Agus Kartika menjelaskan, dalam kawasan konservasi TWA Buyan-Tamblingan tidak dibenarkan untuk mendirikan bangunan. “Saat kami berpatroli pada 20 Mei 2016 lalu, kami menemukan bangunan ini, dan sampai saat ini masih tetap diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Kartika, Jumat (24/6) di lokasi.

Saat penyegelan bangunan itu dilakukan pembongkaran awal oleh Komang Nanik, pendiri bangunan tersebut. Pihak BKSDA juga mengaku akan mempertimbangkan kembali proses hukum yang masih berlanjut terkait kesadaran Komang Anik membongkar bangunan tersebut.

Selain menyegel bangunan, petugas telah mendata bangunan semi permanen di pinggir Danau Buyan di Kawasan Desa Wanagiri, Kecamatan Sukasada, Buleleng. BKSDA Bali berjanji akan menindak apabila ditemukan pelanggaran serupa. "Kemarin kami sudah sempat melakukan pertemuan dengan pemerintah kecamatan dan juga desa untuk melakukan pembersihan di kawasan TWA ini. Dan mereka saat ini masih meminta waktu," kata Kartika.

Sementara itu, Komang Nanik yang ditemui di warungnya mengaku mendirikan bangunan tersebut bermaksud untuk menyender pinggir jalan yang sangat mudah longsor. “Hanya disender saja biar tidak longsor, saya juga tidak tahu kalau tidak boleh membangun disini,” sangkalnya.

Pihaknya mengaku berani menyender mengingat merasa masih punya hak milik atas sisa tanah di pinggir jalan bagian atas Danau Tamblingan. Menurutnya sebelum pembangunan jalan Bedugul-Banyuatis pada tahun 1966, tanah tersebut adalah milik keluarganya. Hingga akhirnya sebagian tanah tersebut dibebaslahankan untuk dijadikan jalan.

Atas penyegelan tersebut, ia mengalami kerugian Rp 50 juta untuk penyenderan. Uang itu dari meminjam di kelompok. Namun saat ini pihaknya pun menyanggupi akan membongkar kembali bangunan tersebut agar tidak menyalahi aturan. 7 k23

Komentar