nusabali

Mantan Ketua Kadin Bali Diganjar 2 Tahun

  • www.nusabali.com-mantan-ketua-kadin-bali-diganjar-2-tahun

Terdakwa Minta Putu Sandoz cs Juga Diproses Hukum

DENPASAR, NusaBali

Mantan Ketua Kadin Bali 2015-2020, AA Ngurah Alit Wiraputra, 52, divonis 2 tahun penjara terkait kasus penipuan perizinan proyek pengembangan Pelabuhan Benoa, Denpa-sar Selatan, dalam sidang dengan agenda putusan di PN Denpasar, Kamis (15/8) sore. Setelah divonis bersalah, terdakwa minta agar Putu Pasek Sandos Prawirottama cs juga diproses hukum.

Dalam amar putusan yang dibacakan selama 2 jam di PN Denpasar, Kamis sore pukul 16.00 Wita hingga petang pukul 18.00 Wita, majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya De-wi menyatakan terdakwa AA Ngurah Alit Wiraputra secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana penipuan, sesuai Pasal 378 KUHP sebagai dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar. Hal-hal yang dianggap memberatkan, terdakwa Alit Wiraputra telah menikmati hasil kejahatannya Rp 2,1 miliar, serta tidak ada usaha mengembalikan uang tersebut meski sudah diminta oleh korban Sutrisno Lukito Disastro.

Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa Alit Wiraputra adalah tulang punggung keluarga, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum. “Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi masa penahanan terhadap terdakwa AA Ngurah Alit Wiraputra dengan perintah tetap ditahan,” tegas majelis hakim dalam amar putusannya.

Hukuman yang diganjarkan majelis hakim untuk terdakwa Alit Wiraputra jauh lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya, JPU Gede Raka Arimbawa cs menuntut terdakwa yang notabene caleg DPR RI dari Gerindra Dapil Bali di Pileg 2019 dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Denpasar, Rabu (7/8) sore.

Menanggapi vonis mejalis hakim yang menjatuhkan hukuman lebih ringan dari tuntutan, JPU Gede Raka Arimbawa menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Hal yang sama juga dinyatakan terdakwa Alit Wiraputra, yang kemarin sore didampingi kuasa hukumnya, Wayan Santosa dan Ali Sadikin. “Kami pikir-pikir, Yang Mulia,” tandas terdakwa Alit Wiraputra seusai pembacaan putusan di PN Denpasar.

Usai sidang kemarin petang, terdaka Alit Wiraputra langsung menanggapi vonis 2 tahun yang dijatuhkan majelis hakim. Menurut terdakwa, hukuman 2 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim sangat berat. Namun, dia masih memiliki waktu 7 hari untuk memberikan tanggapan apakah akan melakukan upaya hukum banding atau menerima putusan hakim.

“Untuk langkah ke depannya, saya akan konsultasi dulu dengan tim hukum saya,” terang terdakwa Alit Wiraputra, yang kemarin petang didampingi istrinya, yang didampingi istrinya, Ratna Sari Dewi.

Alit Wiraputra menegaskan, perkara yang membelit dirinya adalah rekayasa. Menurut dia, fakta persidangan tidak diungkap oleh majelis hakim dalam amar putusannya. Salah satunya, fakta terkait nama-nama orang yang terlibat, namun tidak dijadikan sebagai saksi.

"Ada mantan Gubernur Bali (2008-2018) Made Mangku Pastika, mantan Sekda Provinsi Bali Tjokorda Ngurah Pemayun, juga ada I Ketut Lihadnyana. Mereka yang menggambil dokumen itu. Tiga tokoh ini seharusnya dihadirkan sebagai saksi. Tapi, kenapa tidak dihadirkan? Delapan saksi yang ada di BAP juga tidak hadirkan oleh jaksa," protes Alit Wiraputra.

Terdajwa juga heran terkait para penerima dana lainnya yang tidak tersentuh. "Tadi dalam putusan diungkap, saya menerima uang Rp 16 miliar. Disampaikan juga tadi uang di saya cuma Rp 2,1 miliar. Terus, sisanya yang Rp 14 miliar ini ke mana? Ini harus diungkap," tandasnya. "Para pemerima dana itu harus diproses hukum. Saya berharap laporan saya ditindaklanjuti oleh Polda Bali," lanjut Alit Wiraputra terkait penerima dana lainnya, Putu Pasek Sandos yang notabene anak dari Gubernur Bali (2008-2018) Made Mangku Pastika.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, dibeberkan para penerima aliran dana hasil penipuan adalah terdakwa Alit Wiraputra sebesar Rp 2,1 miliar, Putu Sandos dapat Rp 7,5 miliar plus 80.000 dolar AS, Candra Wijaya menerima Rp 4,5 miliar, dan Made Jayantara kebagian Rp 1,1 miliar.

Perkara ini berawal tahun 2011 lalu, ketika korban Sutrisno Lukito Disastro bersama rekannya, Abdul Satar, datang ke Bali untuk berinvestasi di proyek dermaga baru kawasan Pelabuhan Benoa yang akan dijadikan tempat bersandarnya kapal-kapal pesiar. Korban Sutrisno menyuruh Candra Wijaya untuk mencari orang yang bisa mengurus proses pengajuan perizinan proyek tersebut.

Dari situ, Candra Wijaya menghubungi Made Jayantara yang dilanjutkan dengan menghububungi terdakwa Alit Wiraputra, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bali. Terdakwa Alit Wiraputra pun menyanggupi permintaan korban Sutrino untuk dipertemukan dengan Gubenur Bali (waktu itu) Made Mangku Pastika.

Setelah itu, Made Jayantara memperkenalkan terdakwa Alit Wiraputra kepada Candra Wijaya. Pada 23 November 2011, bertempat di Kantor Hipmi Bali kawasan Sanur, Denpasar Selatan, Made Jayantara mempertemukan Candra Wijaya dengan terdakwa Alit Wiraputra dan Putu Pasek Sandos, untuk berbagi peran dan tugas.

Dalam rangka membahas kesepakatan pengurusan izin proyek tersebut, terdakwa Alit Wiraputra mengaku sebagai anak angkat Gubernur Pastika. Korban Sutrisno lalu diyakinkan bisa bertemu Gubernur Pastika. Tergiur dengan janji-janji terdakwa, korban Sutrisno pun memberikan uang secara bertahap mulai 23 Februari 2012 hingga 1 Agustus 2012, dengan total mencapai Rp 16,1 miliar. Namun, janji dari terdakwa tidak terlaksana.

Terdakwa Alit Wiraputra sendiri ditangkap Tim Resmob Dit Reskrimum Polda Bali di Hotel Belligio Kuningan, Jakarta Selatan, 11 April 2019 lalu. Selanjutnya, politisi-pengusaha asal Banjar Tuka, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini diterbangkan ke Bali menggunakan pesawat City Link dan langsung dijebloskan di sel ta-hanan Polda Bali, Jalan WR Suratman Denpasar. Gara-gara jadi tersangka, politisi Gerindra ini harus bertarung ke Pileg 2019 dari balik terali besi. *rez

Komentar