nusabali

Upacara Hindu Bali Selamatkan Kerajinan Gerabah Perangsada

  • www.nusabali.com-upacara-hindu-bali-selamatkan-kerajinan-gerabah-perangsada

Krama Banjar Perangsada, Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, cukup terkenal karena produksi patung bahan kayu suar. Jenis patung yang terkenal yakni burung Elang yang komposisinya yang atraktif, sedang menerkam mangsa.

GIANYAR, NusaBali

Namu di banjar ada satu jenis lagi produk kerajinan yang melegenda, yakni gerabah yang dikenal dengan nama Gerabah Perangsada. Sebelum Bali diserbu pelbagai produk perabotan rumah tangga berbahan plastik, aluminum, besi dan lainnya, gerabah Perangsada sangat dikenal di Bali selatan, khususnya di Kabupaten Gianyar dan Klungkung hingga ke Bangli. Seiring serbuan perabotan berbahan non tanah liat itu, permintaan pesanan gerabah (kerajinan tanah liat, Red), melesu.

Namun gerabah Perangsada relatif eksis hingga kini. Permintaan produk kerajinan ini relatif stabil karena ditopang oleh ektivitas keagamaan Hindu Bali dan kegiatan adat lainnya. Permintaan biasanya datang dari penyedia jasa pembuatan banten upakara atau krama yang sedang melangsungkan upacara keagamaan.

Salah satu perajin gerabah Perangsada, Ni Wayan Doble,49, mengaku tiada hari tanpa mengolah tanah liat. Hanya saja, dia memerlukan waktu cukup panjang untuk merampungkan satu gerabah berukuran jumbo diameter sekitar 50 cm. Mulai dari pencampuran tanah liat dengan air, pembentukan, hingga pembakaran. Kini, dalam sehari maksimal dua gerabah dihasilkan dan siap jual. "Penjualannya terbatas, sesuai pesanan saja," ujarnya yang bekerja sendirian ini sat ditemui Minggu (14/7) lalu. Dari segi ukuran, biasanya dia mengerjakan sesuai pesanan.

"Yang minta biasanya dari orang yang sedang melangsungkan karya, piodalan, atau kegiatan lainnya. Karena yang saya bikin, khusus digunakan sebagai tempat menanam orti (sarana upacara)," jelasnya.

Dia mengakui, modal utama kerajinan gerabah ini hanyalah tanah liat. Dia memerlukan sekitar dua  truk per tahun yang dibeli dari masyarakat yang sedang mengeruk tanah. "Cari bahan tanah liat ini sekalian satu atau dua truk bisa sampai dua tahun digunakan. Kalau hanya cari sedikit, nanti kalau ada pesanan lagi supaya tidak bingung mencari tanah,” paparnya.

Untuk satu truk tanah dibeli sekitar harga Rp 400.000. Sedangkan tanah yang digunakan memproduksi gerabah dalam sehari paling tidak hanya tiga karung saja. Dalam sehari, Ni Wayan Doble hanya mampu membuat dua buah gerabah yang sudah siap dipakai. Mengingat prosesnya cukup panjang, mulai dari mencampurkan tanah dengan air, membentuk, mengeringkan,  selanjutnya baru dibakar menggunakan  jerami kering agar warnanya kelihatan merah dan kokoh. “Kalau satu hari itu bisalah membuat dua saja yang prosesnya sudah sampai pembakaran," jelasnya. Satu gerabah berukuran besar ini, dijual seharga Rp 125.000. Ketika langganan mengambil delapan biji, dijual Rp 1 juta,.

Kendala dalam mengerjalan gerabah, hanya jika hujan. Karena dalam proses pengerjaan setelah dibentuk harus dijemur terebih dahulu, supaya kering sedikit baru dihaluskan. Setelah itu baru memasuki proses pembakaran. “Kalau tidak ada hujan, proses pembakarannya sejam saja sudah selesai. Setelah selesai saya diamkan di rumah tinggal menunggu dari pemesan,” imbuhnya. *nvi

Komentar