nusabali

Krama Pakudui Kangin Pundut Pratima ke PN Gianyar

  • www.nusabali.com-krama-pakudui-kangin-pundut-pratima-ke-pn-gianyar

Kalah dalam Perkara Sengketa Tanah Pelaba Pura Desa Adat Pakudui

GIANYAR, NusaBali

Sengketa tanah pelaba pura di Desa Adat Pakudui, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar memasuki babak baru. Krama Banjar Pakudui Kangin, Desa Kedisan selaku termohon nglurug ke Pengadilan Negeri (PN) Gianyar, Kamis (1/8) pagi pukul 09.00 Wita. Uniknya, krama yang kalah di pengadilan dalam perkara sengketa lahan ini datang ke PN Gianyar dengan mundut (mengarak) pratima linggih Sesuhunan Ida Batara Pura Puseh, Desa Adat Pakudui, lengkap diiringi tabuh bale-ganjur.

Ada sekitar 80 krama lanang istri dari 46 kepala keluarga (KK) asal Banjar Pakudui Kandin, Desa Kedisan yang nglurug ke PN Gianyar, Kamis kemarin. Krama yang semuanya mengenakan busana adat ini diangkut menggunakan dua unit truk. Salah satunya, khusus untuk mengangkut pratima.

Sesampainya di depan PN Gianyar, pratima diturunkan dari atas truk, lalu kapundut (diusung) ramai-ramai oleh krama Banjar Pakudui Kawan hingga ke depan Palinggih Padmasana. Pemundutan pratima ini lengkap diiringi tabuh baleganjur. Ritual ini berlangsung selama hampir 2 jam, sampai persidangan di ruang sidang PN Gianyar berakhir pukul 10.45 Wita, dengan dikawal petugas kepolisian.

Kamis kemarin memang berlangsung proses teguran dari PN Gianyar di ruang sidang agar pihak termohon, yakni krama Banjar Pakudui Kangin, Desa Kedisan bisa melakukan pemenuhan isi putusan pengadilan secara sukarela, sebelum eksekusi lahan sengketa dilakukan. Sengketa tanah pelaba pura Desa Adat Pakudui itu sendiri melibatkan krama Banjar Pakudui Kawan (selaku pemohon) vs Banjar Pakudui Kangin (selaku termohon).

Awalnya, kedua banjar ini menyatu dalam satu Desa Adat Pakudui. Mereka memiliki satu Pura Dalem lengkap dengan satu Pura Prajapati dan satu setra (kuburan). Belakangan, Banjar Pakudui Kangin memisahkan diri dengan membuat desa adat tersendiri.

Pemisahan ini berujung sengketa rebutan tanah pelaba pura Desa Adat Pakudui seluas 7 hektare, yang proses hukumnya sampai ke pengadilan. Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang keluar beberapa waktu lalu, pihak Banjar Pakudui Kawan (selaku pemohon) dinyatakan sebagai pemenang sengketa.

Sesuai salinan putusan kasasi MA, diberikan batas waktu selama 8 hari, terhitung mulai Jumat (2/8) hingga Sabtu (10/8) depan untuk dilakukan eksekusi tanah pelaba pura yang disengketakan dan dimenangkan pihak Banjar Pakudui Kawan. Namun, pihak Banjar Pakudui Kangin selaku termohon bersikukuh tidak mau menerima putusan pengadilan.

Itu sebabnya, kemarin pagi krama Banjar Pakudui Kangin ramai-ramai mendatangi PN Gianyar dengan mengarak pratima diiringi tabuh baleganjur. Mereka didampingi kuasa hukumnya, I Nengah Sujana cs. Menurut Nengah Sujana, pihaknya menghargai putusan pengadilan yang akan melaksanakan eksekusi. Hanya saja, muncul beberapa kejanggalan antara putusan dan pelaksanaan.

"Ada yang tidak sesuai. Lagipula, asal muasal pemilik lahan juga nggak jelas. Kalau berani, coba tunjukkan ke kami bukti aslinya. Kan nggak punya mereka. Perhatikan juga rasa keadilan di masyarakat," ungkap nengah Sujana usai persidangan di PN Gianyar, Kamis kemarin.

Sementara, Pamangku Pura Puseh Desa Adat Pakudui, Jro Mangku I Wayan Jani, mengatakan tanah yang disengketanan terkait dengan keberadaan pura. Nah, ketika tanah pelaba pura dieksekusi, krama khawatir kegiatan adat dan keagamaan akan terkendala. Itu sebabnya, krama Banjar Pakudui Kangin pilih mundut pratima linggih Sesuhunan Ida Batara Pura Puseh ke PN Gianyar.

"Ya, supaya Ida Sesuhunan turut menyaksikan krama berjuang di sini (pengadilan). Bahwa kalau lahan pelaba pura dieksekusi, pura akan hilang. Kami keberatan. Bagaimana cara melanjutkan upacara jika lahan dan pura hilang?" ungkap Jro Mangku Jani yang turut nglurug ke PN Gianyar, Kamis kemarin.

Jro Mangku Jani menjelaskan, tedunnya Ida Sesuhanan Pura Puseh ini disertai prosesi sebagaimana mestinya. "Sudah sejak kemarin (rabu) kami nedunang linggih Ida Batara. Hari ini (kemarin) linggih Ida Batara kairing (diantar) ke PN Gianyar lengkap dengan gong, upacara, dan disertai krama banjar," katanya.

Di sisi lain, Humas PN Gianyar, Wawan Edi Prasetyo, mengaku sangat menyayangkan pihak termohon sampai mengusung pratima ke pengadilan. "Pengadilan tidak pernah memanggil pihak-pihak yang bersengketa untuk datang membawa benda sakral ke PN Gianyar. Kami juga tidak pernah memanggil Ida Sesuhunan, masak iya Ida Batara dipanggil? Nanti menista dong kita. Urusan berperkara itu kan urusan kita yang hidup, urusan manusia," sesal Wawan Edi.

Terkait hal-hal di luar dugaan ini, kata Wawan Edi, pihaknya menyerahkan kepada PHDI untuk menilai dan mengkajinya. Menurut Wawan Edi, eksekusi tanah pelaba pura ini bukan eksekusi benda sakral. "Kalau eksekusi terjadi, tanahnya kan bukan benda sakral. Lagipula, ini masih berproses, bagian dari eksekusi. Selebihnya seperti apa, kita lihat saja," tandas Wawan Edi.

Sementara itu, Tim Khusus Penanganan Konflik yang terdiri dari aparat kepolisian, TNI, Pemkab Gianyar, Majelis Adat Kabupaten Gianyar, dan PHDI Gianyar akan segera merapatkan barisan mencari solusi sengketa lahan pelaba pura Desa Adat Pakudui ini. Batas waktu selama 8 hari ke depan akan dimaksimalkan.

"Tim akan segera undang keduabelah pihak yang bersengketa untuk mencari solusi terbaik. Ada waktu 8 hari untuk diskusi. Kita bantulah," ujar Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo, yang Kamis kemarin mengawal langsung pengamanan kedatangan krama Banjar Pakudui Kangin ke PN Gianyar.

Menurut AKBP Priyanto, kondisi Kamtibmas di lokasi lahan sengketa saat ini relatif kondusif. "Kawasan di sana nggak ada konflik, masih kondusif. Wisatawan yang berkunjung juga fun-fun saja, sesama warga juga tidak ada gesekan," katanya yakin.

AKBP Priyanto menyebutkan, pertemuan mediasi untuk membahas sengketa lahan pelaba pura seluas 7 hektare ini sudah berkali-kali dilakukan. "Pertemuan formal mungkin sudah 10 kali dilakukan. Kalau pertemuan informalnya, sudah tak terhitung lagi, banyak sekali," tandas AKBP Priyanto.

Sengketa lahan pelaba pura antara Banjar Pakudui Kawan vs Banjar Pakudui Kangin di desa Kedisan sendiri, sebagaimana diberitakan, mencapai klimaksna pada 16 September 2010 silam. Kala itu, warga krama Desa Adat Pakudui menghadang penguburan jenazah Ni Ketut Rita, 99, krama Banjar Pakudui Kangin sore sekitar pukul 15.30 Wita. Aksi penghadangan dilakukan karena almarhum Ni Ketut Rita dan 43 KK krama Banjar Pakudui Kangin tidak masuk Desa Adat Pakudui, yang mewilayahi setra setempat. *nvi

Komentar